"Masakan Mas Rama enak, persis masakan Bunda." Reva memuji nasi goreng buatan Rama.
Uhuk! Uhuk!
Rama saking terkejutnya sampai tersedak. Barusan yang memuji nasi gorengnya ialah Reva. Sedangkan Bunda meninggal sejak Reva masih bayi. Lalu tau darimana kalau masakan Rama rasanya sama seperti masakan Bunda?
"Minum Mas." Reva memberikan segelas air putih ke hadapan Rama.
Rama segera mengambil gelas itu. Tenggorokannya mendadak perih gara-gara nasi yang belum sempat ia kunyah tapi langsung ia telan. Gara-gara Reva sih.
Rama mengusap mulutnya menggunakan tisue, "emang ... kamu pernah ngerasain masakan Bunda?"
Reva menggeleng polos.
"Aku cuman bercanda Mas, ya ampun sampai keselek begitu." Reva menatap Rama tidak enak.
"Kamu ini, orang lagi enak-enak makan malah diajak ngelawak." Rama menuang air lagi ke dalam gelas.
"Lagian Mas Rama diem terus. Udah tau kita cuman makan berdua, malah hening. Biar cair gitu aku kepikiran ide itu. Hehe, maaf ya Mas." Reva menyengir lebar.
"Hemm, Mas lagi kepikiran Rafis. Dia lagi apa ya?" Rama melirik kursi makan yang biasa Rafis duduki.
Malam ini Rafis tidak akan pulang. Kemah sekolahnya dimulai hari ini sampai lusa. Rama yang mengantar Rafis ke sekolah sambil membantu membawakan barang-barang anak itu.
Tasnya besar sekali, Rama juga yang membantu menyiapkan baju yang akan Rafis bawa. Mulai dari selimut, jaket, sampai minyak angin pun tidak ketinggalan. Sebenarnya tidak sampai tiga hari, tetapi Rama juga membawakan obat maag ke dalam tas Rafis. Sebelum berangkat, Rama menyuruh Rafis memeriksa kembali barang-barangnya. Dia tidak boleh membawa hp, jadi semua harus dipastikan tidak ada yang ketinggalan.
"Ah, pasti nanti pulang-pulang bajunya suruh aku yang cuciin." Reva mengerucutkan bibir mengingat sikap Rafis yang berbeda jauh dengan Rama.
"Minta upah, tadi Rafis Mas kasih saku banyak. Harusnya nggak dihabisin." balas Rama terkekeh menyingkirkan piring kotor ke wastafel.
"Eh Mas, Reva pingin cerita." ujar Reva menyeret kursi sedikit mendekat ke arah Rama yang berdiri sambil mencuci piring, gelas, serta wajan di wastafel.
"Hmm?" Rama berdehem.
"Tapi ... malu .... hmmm," Reva menumpukan kedua tangannya di atas meja.
"Apa, Reva mau cerita apa? Cerita aja gapapa." ujar Rama pengertian kepada adik bungsunya.
"Masa kemarin pas Reva lagi jemur pakaian, kan Mas Rafis liat," Reva menautkan jemari telunjuknya.
"He'em, terus?" Rama sudah selesai mencuci peralatan makan mereka, dia lanjut duduk di sebelah Reva siap mendengar curhatannya.
"Masa Mas Rafis bisa-bisanya nanya, 'Itu kok kamu jemur BH, BHnya siapa?' aaaaaa aku malu banget Mas ... Masku yang satu itu kok nggak peka banget sih, pakek nanya segala. Rasanya aku pengen langsung lari secepatnya." Reva menutup wajahnya malu.
Rama tak bisa menyembunyikan tawanya, namun sedetik setelah bibirnya mengembang, anak paling tua di rumah itupun segera menetralkan ekpresinya supaya Reva tidak tambah malu.