"Apaan masa satu jurusan cowoknya cuman aku sama Arlo." Rafis menggerutu sepulang sekolah.
"Disuruh ambil jurusan Mesin atau Teknik, kamu malah ambil Perkantoran. Makan tuh surat kepegawaian." Rama terkekeh kecil. Ia berusaha menahan tawa ketika melihat adik laki-lakinya sibuk menyusun surat menggunakan microsoft word.
Ngomong-omong Rafis sudah mengenyam jurusan Perkantoran selama tiga bulan. Awalnya ia ragu untuk masuk SMK, tetapi setelah dipikir-pikir omongan Rama dan Ayahnya ada benarnya. Rafis mencari dari banyak artikel tentang perbedaan SMK dan SMA. Dia juga bertanya kepada alumni yang kini sekolah di SMK.
Kuliah bisa, kerja juga bisa.
Itulah SMK.
"Mana besok jatahku piket Tata Usaha."
"Kamu piket Tata Usaha ngapain aja Fis?" tanya Kuni, tetangganya yang sekarang beralih menjadi karyawan di bengkel milik Rama. Meskipun masih muda, namun tangan Rama sangat mahir dalam urusan mesin. Membuat banyak orang semakin percaya akan keahliannya.
"Cowok tuh ambil jurusan yang macho gitu lho Fis." Rama terkekeh lagi.
"Dulu aku ambil Perangkat Lunak ya Mas, gara-gara kegeser satu orang jadi terbuang di jurusan OTKP. Asem ogh." Rafis mendengkus kesal.
"Mas nggak tau singkatan OTKP apa." Mata Rama fokus kepada motor tetapi telinganya setia mendengarkan celoteh adiknya.
"Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran."
"Anjay, Ram adikmu lulus bakal jadi pegawai kantoran Ram." Kuni menepuk-nepuk pundak Rama.
"Mau jadi bossnya aja." jawab Rafis.
"Jadi apapun yang penting halal. Semuanya dimulai dari bawah, sabar itu nomor satu." Rama menyeka keringatnya, kemudian menoleh menatap Rafis.
"Contohen Masmu ini Fis. Lulus SMK dia sudah berusaha bangun bengkel. Pelanggan cuman satu, dua, tapi dia nggak putus asa. Nabung buat beli alat. Nyatanya usaha tidak menghianati hasil, rame juga kan bengkel ini?" Kuni selaku tetangga Rama tau betul perjalanan Rama untuk membangun bengkel ini kembali.
Dari alat-alat yang mulai rusak karena termakan usia, Rama menabung sedikit demi sedikit untuk membeli alat baru.
"Aamiin aamiin. Semoga makin banyak motor yang rusak biar bengkel kita rame terus." Rama menengadahkan tangannya.
---000---
Reva membuka buku album. Ada foto Ayah dan Bunda ketika duduk di kursi pengantin. Ada foto waktu Bunda memeluk Rama kecil. Ada foto ketika Bunda menimang Rafis yang masih bayi dan Rama yang digendong Ayah.
"Mas juga nggak terlalu inget bagaimana Bunda. Kata Mas Rama, aku masih kecil waktu kamu dilahirin." ucap Rafis pada Reva yang selalu membuka buku album ketika merindukan Bunda.
Reva memang belum pernah mengenal sosok Bunda. Belum pernah berbicara dengan Bunda, tetapi ia merasa dekat dengan Bunda. Padahal belum pernah sekalipun ia menatap langsung wajah Bundanya.
"Hey, kalian sedang apa?" Rama datang membawa gorengan.
"Nih Mas buatin bakwan, ayo dimakan." Rama mendekatkan piring berisi bakwan panas kepada adik-adiknya.
Reva dan Rafis mendekat membentuk lingkaran kecil.
"Kangen Bunda ya?" Rama menatap album foto yang berada di dekapan Reva.
Reva mengangguk.
"Besok kamis sore kita ziarah ke makam Bunda." Rama merangkul pundak Rafis dan Reva.
"Mas, Bunda itu wajahnya sekilas mirip Mas Rama ya?" celetuk Rafis sambil melahap bakwan buatan Rama.
"Ayah juga omong begitu. Bunda itu cantik, lebih cantik dari yang di foto album. Kulit Bunda juga putih. Bunda baik banget orangnya, penyayang, lembut. Kalau Mas nakal nggak pernah di kasih pukulan, yang di pukul pantatnya Mas. Dan itupun juga nggak sakit." Rama tersenyum membuka lembaran album, mengingat kembali moment yang terabadikan di foto tersebut.
"Berarti sifat Bunda nurun ke Mas." Reva menggigit bakwan.
"Hmm ... sepertinya iya. Makanya kalau kalian kangen Bunda, tatap nih wajahnya Mas. Kan sebelas duabelas tuh sama Bunda. Jangan sedih dong adik-adikku." Rama menatap bergantian wajah Rafis dan Reva.
"Mas Rama udah seharian kerja, ayo aku pijitin kakinya. Pasti pegel." Reva mengusap kedua tangannya, kemudian beranjak duduk di samping kaki Rama yang ia tekuk.
"Hoo Va, dari tadi Mas jongkok terus, pegel banget betisnya." Rama menselonjorkan kakinya.
"Fis, ambil HP. Ayo kita video call sama Ayah. Pamerin kita makan bakwan jagung." Rama mendorong pundak Rafis.
"HPmu di mana?" tanya Rafis malas.
"Di kamar."
Menjadi sopir bus jurusan Semarang-Bandung membuat Rendi tidak setiap hari berada di rumah. Usaha tersebut ia jalani semenjak Rama lulus SMP, dirasa pemuda itu sanggup menjaga adik-adiknya. Rendi pun mencari pekerjaan lain supaya kebutuhan mereka terpenuhi. Memiliki tiga anak dan masing-masing dari mereka masih usia sekolah bukanlah hal yang mudah apabila hanya bertopang pada bisnis bengkel rumahan.
To be continue...Rama
Rafis
Reva
Pemanasan dulu yaa🤪