30: Rafis Beban!

1.6K 137 64
                                    

Di depan cermin Rafis menyisir rambutnya rapi. Bibir atas maupun bawah masih saja pucat, Rafis membasahi permukaan bibir tersebut, terlihat pink sejenak kemudian memudar lagi.

Masa bodoh, Rafis menggendong tas ranselnya. Sisa lemas semalam masih terasa, padahal ini baru hari ke dua setelah libur akhir semester gasal. Rafis melihat motor dengan mesin menyala, rupanya motor matic yang kemarin kebanting di atas aspal sudah Rama bawa pulang.

"Jadi Mas Rama susah juga ya ternyata." celoteh Rafis ketika melihat Rama sibuk di dapur. Rafis berniat pamit sebelum berangkat. Rafis bisa membayangkan, betapa kecewanya Rama kepada dirinya. Rama harus memulai usaha dari awal lagi, semua gara-gara Rafis.

Target finansial yang seharusnya sudah terpenuhi tahun kemarin menjadi berantakan. Karena Rafis.

Rafis merasa sangat berdosa. Rama tetap baik meskipun terlihat cuek. Sifat asli Rama yang lembut tidak bisa dihilangkan, Rafis tetap merasakan kelembutan Rama walaupun tertutup oleh tatapan datar lelaki itu.

Rafis memperhatikan kegiatan Rama secara diam-diam. Rafis mengintip di balik tembok dapur, Rama tengah menguleni daging, anteng sekali abangnya itu.

"Hei." tegur Rama. Sialan Rafis ketahuan! Padahal dia tidak bergerak sedikitpun, bagaimana Rama bisa sadar sedang diperhatikan?!

Rafis menampakkan tubuhnya, anak itu menyengir kikuk berjalan ke arah Rama.

"Mau berangkat sekolah, Mas. Boleh salim?" Rafis mengulurkan tangan.

"Udah minum obat?" tanya Rama. Tuh kan Rama perhatian.

"Udah." Rafis mengangguk. Gelagat Rafis berubah sopan di depan Rama.

Rama melepas sarung tangan plastik yang sedang ia kenakan. Kemudian mencuci tangan menggunakan sabun, lalu mengulurkan tangannya, sedangkan tangan Rafis sudah terlanjur turun karena menganggur cukup lama.

Rafis segera menarik tangannya lagi, dia menjabat tangan Rama. Menciumnya pelan.

Rafis berjalan pelan-pelan. Menanti Rama bertanya dengan siapa dirinya pergi? Naik apa dirinya ke sekolah?

Satu langkah...

Dua langkah...

Tiga langkah...

Rafis hampir sampai di ujung dapur.

Namun Rama tidak juga mengeluarkan suara lagi.

Rafis mengesahkan nafasnya panjang.

"Maafin aku, Mas." beo Rafis menoleh kecil. Dia tidak akan menuntut Rama agar segera memaafkan kesalahannya, tetapi Rafis tidak sanggup. Dia tidak sanggup berjaga jarak dengan Rama. Rama adalah orang rumah yang paling dekat dengan dirinya, Rafis ingin pulang ke pelukan Rama lagi.

Rafis rindu pelukan itu.

Rafis melihat ke arah jalanan, Rafis berjalan pincang menanti jemputan teman yang katanya akan menjemput di ujung perempatan. Mata Rafis mengernyit, anak itu berkacak pinggang di bawah bayangan pohon Mahoni.

Rafis menunggu di bawah pohon tersebut, tadi temannya bilang sudah otw, mungkin sedang di perjalanan, atau mungkin akan sampai sebentar lagi.

RAMA✔️  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang