08: Datang Bulan

1.9K 155 48
                                    

Sate kambing.

Kuni memesan puluhan sate kambing untuk disuguhkan kepada pemuda kampung setempat.

Di rumah Kuni sedang mengadakan acara Kumbokarnan; acara rapat bersama pemuda/pemudi Karang Taruna, keluarga, serta beberapa tokoh masyarakat/sesepuh untuk membahas pembentukan panitia resepsi pernikahan.

Setelah pulang Kumbokarnan, Rama dan pemuda setempat membantu menggulung tikar serta menyingkirkan gelas dan piring-piring untuk dibawa ke belakang.

Bukan Kuni yang mau nikahan, tetapi Mbakyu-nya.

"Kamu pulang Fis, besok sekolah," titah Rama pada Rafis yang asyik mabar game bersama teman sebayanya. Rafis juga sudah bergabung Karang Taruna setahun yang lalu.

Selesai mengembalikan barang-barang, pasti para pemuda sudah merasa lapar lagi. Kebetulan ada pedagang sate lewat, yang menjual sate kambing dan sate ayam. Mereka semua sepakat memesan sate kambing.

"Sebelas porsi Pak."

Mengenakan alas daun pisang, masing-masing porsi sedang dibuatkan.

Asap rokok yang bercampur dengan asap sate menjadi perpaduan yang hakiki. Napas Rama menjadi sesak. Jujur saja sebenarnya ia suka berkumpul bersama teman-temannya. Tetapi asap rokok mereka yang Rama tak suka. Merk rokok tertentu bisa membuat Rama kehabisan udara ketika mereka menghembuskan asapnya di dekat Rama.

Uhuk! Uhuk!

Rama mengipasi kepulan asap rokok supaya tidak mengarah kepadanya.

"Oh iya, maap Ram!" Salah satu pemuda langsung mematikan puntung rokok miliknya yang sebentar lagi habis.

"Nggak papa." balas Rama santai walaupun tangan kanannya menekan area dada yang lumayan sesak.

"Jadi, kamu belum pernah ngerokok?" Agung ikutan mematikan rokok melihat pesanan sate mulai disuguhkan.

"Pernah, jaman SMK. Ikut-ikutan Kuni, malah sesek." Rama menampelang pundak Kuni, seketika mereka tertawa mengingat masa itu.

"Hooo pas waktu itu! Langsung panik kita semua Ram! Edyan ogh cah iki!" seru Budi melempar tusuk sate ke arah Kuni.

"Bukannya Kuni sekolah di SMK Pancasila?" sahut Wildan sambil menggigit sate kambing.

"Kuni di Pancasila, Rama di Starda, Agung juga Starda, sedangkan aku malah SMA. Tapi tiap sore kita nongkrong di bawah Patungan, Dan. Kamu sih SMA pakai mondok ke Solo ngapain?" Aslan menimpali.

"Mendalami agama cok, nggak kaya kita malah nongkrang-nongkrong," sahut Agung.

"Liat nih, Wildan versi sekarang. Rajin adzan ke masjid, jadi guru ngaji, harusnya kamu dulu mondok aja Lan, biar inshaf!" Rama berucap kepada Aslan.

"Alah  mondok gak mondok juga tetep jadi preman. Kemarin pitiknya Pakdhe Man ilang pasti kamu yang ambil kan?" tuduh Agung.

"Cangkemu Gung! Jaman SMA aku emang suka porotin uang adek kelas, tapi ya nggak maling pitik juga lah!" sungut Aslan tidak terima.

"Nambah tiga posri lagi buat bareng-bareng Kun," usul Agung tidak menanggapi celoteh Aslan.

"Teke, kaga punya malu nih bocah. Udah baik kita ditraktir Kuni, malah minta lagi." Aslan menggaplak paha Agung.

"Untung gua bawa duit banyak. Gasskeun wae mas-massseeh kalau mau nambah," ujar Kuni mendapat sorakan bahagia dari kawan-kawan.

---000---

"Mas Rama kemarin pulang malam. Makanya jam segini belum bangun." Rafis menggerutu dari luar kamar Rama.

Pukul setengah enam pagi meja makan masih kosong. Reva dan Rafis juga bangun kesiangan gara-gara Rama tidak ngebangunin mereka berdua.

RAMA✔️  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang