Prolog

5.7K 287 0
                                    

Ramawijaya Januartha. Lahir di bulan pertama, sekaligus menjadi anak pertama di keluarganya. Memiliki gelar 'Sulung' membuat tanggung jawab Rama begitu besar dalam menjaga adik-adiknya.

Rafisqi Ramadhani. Seperti namanya, dia lahir pada bulan Ramadhan. Dia biasa dipanggil; Rafis. Si tengah yang memiliki hobi nyanyi.

Reva Nur Apriani. Lahir pada bulan Kartini. Perempuan satu-satunya sekaligus menjadi anak terakhir di keluarga.

"Mas Rafis, bantuin Reva lipat hasdug dong." Reva menyerahkan kain segitiga dengan ujungnya yang berwarna merah dan tengahnya berwarna putih ke hadapan Rafis.

"Mas lagi makan, minta dilipatin Mas Rama aja sana." tolak Rafis tanpa menatap wajah sang bungsu.

Reva menatap keluar rumah, dimana kakak pertamanya sedang sibuk memperbaiki motor tetangga. Di rumah membuka jasa bengkel warisan Ayahnya yang sekarang bekerja menjadi sopir bus. Setelah lulus STM, Rama lah yang mengolah bengkel tersebut sampai sekarang.

"Reva, Kok belum berangkat Dek?" teriak Rama dari luar.

Reva berjalan keluar membawa kain berbentuk segitiga.

"Udah ditunggu Zahra daritadi!" imbuh Rama.

"Iya Mas." Reva menghampiri temannya yang sudah siap memakai seragam pramuka.

"Zahra, hasduk kamu yang lipetin siapa? Rapi banget." Reva memuji temannya yang masih berada di atas sepeda.

"Ibu aku yang masangin." jawab temannya sambil memegang ring hasduk yang sedikit kendor.

Reva menunduk lesu.

Mendengar obrolan adiknya, Rama lantas mengalihkan perhatiannya dari mesin motor yang tengah ia bongkar.

"Owalah jadi daritadi kamu belum berangkat gara-gara hasduk to?" tanya Rama memberikan senyum hangat.

Reva menyengir lebar sambil menyerahkan kain hasduknya kepada kakak pertamanya.

"Kenapa nggak minta tolong Mas Rafis?" Rama membutuhkan alas berupa meja untuk melipat kain tersebut.

"Mas Rafis lagi sarapan, suruh ke Mas Rama aja. Tapi Mas Rama juga lagi sibuk." jawab Reva memperhatikan cara Rama ketika melipat kain segitiga tersebut.

"Mas, mau berangkat." ujar Rafis keluar berpamitan pada Rama.

"Kenapa kamu alesan dimintai tolong Reva?" Rama memincingkan matanya.

"Lah lagi sarapan kok, kamu ngadu ya?" Rafis beralih menatap Reva.

"Enggak. Aku nggak ngadu." Reva menggeleng pelan.

"Nih dah jadi. Sini Mas pasangin." Rama melingkarkan bentuk segitiga di belakang tengkuk, lalu di bawah leher depan kerah baju diikat menggunakan ring berwarna hijau.

"Besok cara pakainya begini ya." ucap Rama merapikan seragamnya.

"Mas, mau berangkat." ujar Rafis lagi yang sedari tadi masih berdiri di samping Mas dan adiknya.

Rama merogoh dompet di dalam saku celananya. Melihat isi dompet tersebut yang mulai menipis, ia mengeluarkan dua lembar uang warna kuning dari dalam sana.

"Jangan dipakai jajan semua." peringat Rama sebelum memberikan uangnya kepada Rafis.

"Siap Mas." Rafis menerimanya, kemudian mencium punggung tangan Rama.

Reva pun turut mencium punggung tangan Rafis.

"Ini buat kamu." Rama memberikan selembar uang berwarna kuning kepada Reva.

"Makasih Mas Rama." Reva menerimanya dengan senang hati.

"Berangkat gih, udah mulai siang."

Reva masih berusaha merapikan lipatan hasduknya yang tidak serapi milik temannya.

"Nggak papa besok disetrika udah kayak punya Zahra kok." ucap Rama.

Reva mendongak menatap Rama. Kemudian mengangguk dua kali.

"Berangkat dulu ya Mas." pamit Reva mencium punggung tangan Rama.

"Iya hati-hati ya. Kalau berangkat lewat pinggir, jangan tengah-tengah. Nggak usah kebut-kebutan bawa sepedanya." Rama memberikan deretan pesan rutin yang hampir ia ucapkan tiap hari.

Empat tahun dengan Rafis, dan tujuh tahun dengan Reva. Selisih umur yang terpaut jauh membuat Rama mempunyai daya pikir lebih dewasa ketimbang adik-adiknya.

Bunda meninggal sewaktu melahirkan Reva. Perdarahan berat serta hipertensi kronis menjadi penyebab utama nyawa Bunda tak terselamatkan. Selama ini Reva hanya bisa tau wajah Bundanya melalui foto-foto yang tercetak di buku album.

Ayah mereka juga banting setir menjadi sopir bus karena bengkel di rumah tidak se-rame dulu. Sekarang sepanjang jalan sudah banyak yang membuka jasa bengkel. Namun tak apa, Rama tak ingin usaha milik Ayahnya itu terenggut begitu saja. Sekarang dialah yang mengelola bengkel itu sepenuhnya.

RAMA✔️  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang