Rafis menggesek korek api kayu di sisi penyala. Lalu munculah api kecil dari pucuk batang korek api yang berwarna hitam tersebut. Rafis menggunakan api kecil itu untuk membakar obat nyamuk.
"Auh, panas!" Rafis membuang sejauh mungkin batang korek api tersebut.
Obat nyamuk di tangan Rafis mengeluarkan asap yang memabukkan para nyamuk. Rafis menguap lebar. Sore-sore dia sudah mengantuk berat, kalau tidak di kasih obat nyamuk, bisa-bisa tubuhnya bentol dimakan nyamuk kebon.
Belakang rumah Rafis merupakan kebun tak terawat, menjadikan rumah perkembangbiakan nyamuk. Lalu di depan teras merupakan tempat Rama bekerja. Di sana ada pom-mini yang menjual bensin pertalite dan pertamax. Ngomong-omong halaman rumah Rafis cukup besar. Di sana Rama membangun seperti rumah, tapi kecil hanya untuk penyimpanan seperangkat alat bengkel, ban motor, uang hasil bekerja, dan masih banyak lagi. Pokoknya seluruh peralatan yang berhubungan dengan bengkel Rama taruh di ruangan tersebut.
Jika ada motor pelanggan yang memiliki kerusakan parah atau mungkin tidak sempat Rama tangani, biasanya akan di taruh di garasi bersama motor keluarga. Rama menjamin keamanan motor pelanggannya.
Rafis pun masuk ke dalam rumah, membiarkan wadah korek api tergeletak di meja teras. Ia menutup pintu. Kemudian tidur di kamarnya.
Tanpa Rafis sadari, korek yang ia buang tadi belum sepenuhnya padam. Rafis tidak melihat ada ceceran air yang merupakan bensin, api itu menyala di depan teras rumah. Tak ada satu pun orang yang menyadari percikan api tersebut. Perlahan tapi pasti, api itu merambat pada ban yang tergeletak asal. Lalu membakar semua barang-barang di sekitar yang di dominasi terbuat dari bahan-bahan yang mudah terbakar dan mudah meledak.
---000---
Rama dan Kuni boncengan habis dari toko otomotif membeli perlengkapan yang mereka butuhkan.
"Udah semua, Kun?" tanya Rama memeriksa kresek bawaan mereka.
"Karburator, lampu, busi, kampas kopling, tuas katup ...." Kuni membacakan daftar yang ia tulis di kertas, sementara Rama meneliti.
Melihat mie ayam pinggir jalan masih buka, Rama menepuk-nepuk pundak Kuni. Menyuruh pemuda itu menepikan motor, membelikan oleh-oleh kepada adik-adiknya yang di rumah.
"Kamu juga Kun, mau pesen berapa?" tanya Rama.
"Satu wae, Ram." ujar Kuni menunggu di atas motor.
"Tiga ya, buat orang tuamu sekalian." ucap Rama. "Pak, enam porsi dibungkus ya." pesan Rama kepada bapak penjual mie ayam andalannya.
Satu kilo perjalanan menuju rumah, memakan waktu kurang lebih lima menit berboncengan dengan Kuni. Kecepatan dia diatas rata-rata. Sampai di perempatan, Rama dan Kuni melihat kepulan asap hitam di udara.
"Eh, asap apaan itu, Ram?" tanya Kuni mulai memelankan kecepatan, mereka sudah memasuki kawasan kampung, jadi mesti hati-hati karena banyak anak kecil.
"Kok kaya deket ya, siapa yang bakar daun sampai asapnya setebel itu?" beo Rama.
"Mas! Mas! Omahmu!" Salah satu emak yang merupakan tetangga Rama mencegat motor mereka.
"Omah kula wonten nopo, Budhe?" tanya Rama bingung.
[Rumah saya kenapa, Budhe?]