"Semampunya sih, karena pernapasan Mas kurang bagus, jadi ya kalau ada penilaian lari nggak secepat teman-teman." Rama meninju samsak lusuh yang digantung di pohon mangga.
Reva duduk menyaksikan Rama bermandikan keringat. Kedua tangannya menopang pipi, Reva tengah menjaga air minum Rama dan karena tidak punya kerjaan lain, ia pun menemani Rama yang tengah meninju samsak lusuh yang tak terawat. Hujan kehujanan, panas kepanasan.
"Mas, nih minum. Nafasmu makin nggak teratur tuh." Reva berdiri mendekatkan botol minum.
Rama memeluk samsak dengan nafas ngos-ngosan. Ia suka olahraga, tapi nafasnya tidak bisa diajak kerja sama.
Haaaah!
Rama mendongakkan kepalanya ke atas.
"Sesek, pasti?" tebak Reva yang sudah sangat paham dengan penyakit bengek kakaknya ini.
"Biasa ..." Rama terkekeh, menselonjorkan kaki. Mulutnya terbuka menyedot oksigen di sekitar yang terasa sulit sampai ke paru-parunya.
"Terus kalau lari, tiba-tiba sesek apa yang Mas lakuin?" tanya Reva melihat Rama kepayahan bernapas.
Rama menatap Reva dengan mata menyipit, "Is.tira.hat lah."
"Udah tau kalau lari sesek, kenapa Mas Rama suka lari-lari pagi?" tanya Reva.
Rama memejam, menetralkan detak jantungnya yang berdisko kencang hingga bunyinya terdengar sampai ubun-ubun.
"Mas suka olahraga." jawab Rama sudah mulai bisa mengatur nafas. "Mas terbiasa terserang sesek pas olahraga, cuman kalau enggak parah biasanya dipakai duduk udah sembuh."
"Ooh ..." Reva manggut-manggut.
"Mas Rama emang tukang bengek, Va." sahut Rafis tiba-tiba.
"Jangan ngejek ya kamu." Rama menatap Rafis malas.
"Nggak ngejek Mas, emang kenyataan begitu." Rafis ikut duduk di atas tanah kering rumah mereka.
"Filter dikit kek, asal ceplos aja!" Rama menepuk pantat Rafis sebelum remaja itu duduk di sebelahnya.
"Aduh!" Rafis meringis mengelus bokongnya yang mendadak panas.
"Gimana Mas? Pilih kunjungan industri apa dibeliin laptop?" tanya Reva, Rafis sudah mengadu kepada Ayah mengenai kebutuhan sekolah saat ini.
"Kalau aku jadi kamu pilih laptop sih Fis." Rama membumbui.
"Diem deh Mas! Gara-gara disuruh milih aku jadi nggak bisa tidur tau. Kenapa sih nggak dikasih dua-duanya?" ujar Rafis tidak terima harus disuruh memilih.
"Enak aja!" Rama nyolot ke arah Rafis. "Laptop aja Mas sama Ayah patungan, ini malah minta dua-duanya. Kamu pikir cari uang gampang?"
"Yaelah Mas, Rafis udah terlanjur ngomong sama Arlo mau ikut. Masa cancel gitu aja." sungut Rafis kesal.
"Siapa suruh ngomong duluan? Makanya kalau nggak punya uang jangan sok-sokan, Rafis." ujar Rama menyentil telinga Rafis. Kakak pertamanya itu beranjak berdiri.
"Mas, bujuk Ayah dong ... bantuin aku, Mas. Aku pingin ikut kunjungan industri, aku juga pingin punya laptop. Plis Mas ...." Rafis merayu Rama dengan cara menahan kaki Rama supaya tidak menghindar.
"Jangan deng Mas!" cerca Reva berusaha melepaskan kaki Rama dari tangan Rafis.
"Fis, ah. Mas nggak mau tau sama keinginan kamu itu, Ayah udah kasih keputusan. Kamu harus pilih salah satu." Rama jengah, ia menunduk melepaskan tangan Rafis yang melingkar pada betisnya.