40: Durian Maut

1.1K 98 16
                                    

40 chapter😳 terimakasih sudah bertahan sejauh ini💗

●●●

Rama memijit pelipis kepala setelah mengendarai motor menempuh jarak puluhan menit lamanya. Rama melepas hodie yang sama ia kenakan waktu berangkat, lalu ia gantikan dengan pakaian tidur berwarna biru.

Rama tersenyum melihat istirnya sudah tertidur di atas ranjang sambil memeluk guling. Rama merangkak pelan menaiki kasur, mengambil selimut baru di dalam lemari lantas menyelimutkan kain tebal tersebut di atas permukaan tubuh istirnya. Rama membaringkan tubuhnya menghadap wajah Sinta.

"Ternyata bahagia itu sederhana, aku janji akan membahagiakan kamu Sinta. Mimpi indah ya Sayang," Rama mencium pelan kening Sinta dengan sangat lembut.

Sang empu mengernyitkan mata.

"Tidur lagi ..." beo Rama mulai memejamkan mata juga.

"Mas Rama?" Sinta mengerjapkan mata.

Rama mengangguk pelan. Merapatkan selimut mereka hingga sebatas dada.

"Kamu kapan pulang?"

"Baru aja."

"Udah makan belum?" tanya Sinta.

"Sudah tadi dimasakin Reva."

"Gimana adik-adik kamu? Kabar mereka baik kan?"

"Baik kok.." Rama memeluk pinggang Sinta membuat badan istrinya itu seketika bergeser menjadi lebih dekat dengan Rama.

Rama merenggangkan dekapan yang ia berikan, Rama mengubah posisinya menjadi terlentang. Sinta yang belum memejamkan mata melihat tingkah Rama dalam diam. Rama mengurut dadanya tanpa bersuara. Rama membuka sedikit mulutnya agar udara dapat berganti masuk dan keluar, hidungnya kembali berulah seakan tidak leluasa menghirup udara, sesak tidak nyaman.

"Mas, kamu sesek ya?" Sinta menepuk pipi Rama.

Rama tersenyum. "Dikit, gapapa kok. Dipakai tidur besok juga sembuh,"

Sinta berkedip menatap wajah Rama.

Dada Rama naik turun seiring nafasnya berhembus. Rama membuka mata, ia tiba-tiba terbangun mengangkat kepalanya dengan rasa berat di bagian dada.

"Mas," Sinta turut bangun.

"Sesek ... ambilin inhaler, tolong dong," Rama menuding inhaler yang ia letakkan di atas meja. Rama menetralkan wajahnya yang memerah ia tidak ingin membuat Sinta panik.

Sinta beranjak turun, cekatan mengambil obat hirup yang mengantarkan langsung ke paru-paru. Rama menghisap obat itu sedalam-dalamnya.

"Gimana? Mendingan belum?"

Dua kali kambuh dalam sehari.

Rama mengangguk cepat.

"Kamu makanya kalau dibilangin jangan ngeyel," kesal Sinta mengusap dahi Rama yang berkeringat.

Rama menatap wajah Sinta. Melihat Sinta mengomel membuat Rama gemash teringat adiknya, Reva.

"Jadi sesek kan. Kebanyakan aktifitas kamu itu, keras kepala," lanjut Sinta kesal meski perhatian.

RAMA✔️  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang