Kalau ada typo kasih tau ya ...
.
.
Jangan lupa vote!!!
.
.
.Airin menatap nanar tangannya yang terpasang infus. Ya, wanita itu sedang berada di rumah sakit dan harus dirawat inap karena sakit. Ia tumbang karena terlalu lelah, ia masih sibuk tapi tidak mengabaikan si kembar.
Dua hari lalu Airin baru kembali ke Surabaya setelah dari Banjarmasin mencek pabrik dan tokonya, tiga hari ia ada di Banjarmasin. Sepulang dari Banjarmasin, ia disibukkan dengan pekerjaannya di kantor, lalu malam harinya menginap di rumah Tasya. Dan hari ini ... harusnya ia masih berada di rumah Tasya, ini hari pernikahan sahabatnya itu, namun hal yang tak terduga terjadi, ia pingsan setelah foto bersama setelah akad nikah. Karena panik dan suhu badannya yang lumayan tinggi, keluarganya memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit dan terpaksa meninggalkan acara penting itu. Meskipun begitu, ia bersyukur, setidaknya ia berada di sana dan melihat sahabatnya menikah.
"Masih pusing?" tanya Zoya menatap sayu anak bungsunya.
"Sedikit," jawab Airin lirih.
Bibirnya terlihat sangat pucat, wanita itu sedang tidak baik-baik saja.
"Hiks ... Bunda ..." Aera menangis memasuki ruang inap, gadis kecil itu baru saja sampai rumah sakit, ia tidak tahu bundanya pingsan, karena saat itu ia ada di lantai atas rumah Tasya.
"Bunda gapapa kok, bunda cuma kelelahan. Sini peluk bunda." Airin merentangkan tangannya meminta Aera mendekat.
Zoya yang ada di samping brankar, langsung mengangkat Aera naik ke atas brankar.
"Aela cedih liat Bunda cakit hiks ... Bunda haluc cembuh hiks ..." ucapnya lalu memeluk sang bunda.
"Utututut ... sayangnya bunda menangis. Bunda gapapa kok, Aera jangan sedih." Airin mengusap-usap punggung sang putri. "Abang mana, Nak?"
"Abang di lual cama om Aldian, Abang takut macuk."
"Kok takut?"
"Bunda diinfuc, Abang takut liatnya." Zoya dan Airin terkekeh mendengarnya.
Ceklek
Pintu kamar terbuka, Intan masuk dengan membawa plastik yang berisi obat.
"Badan kamu panas banget, ditambah asam lambung kamu kumat lagi. Jadi, kamu harus dirawat," ucap Intan.
Airin menghela napasnya. "Gak bisa dirawat di rumah saja, Kak?"
"Kakak yang gak ngizinin! Untuk beberapa hari kedepan, kamu harus benar-benar istirahat!" Intan meletakkan plastik yang ia bawa di atas nakas. "Tadi sempat makan?"
Airin menggelengkan kepalanya. "Gak sempat makan, langsung diajak foto."
"Kakak belikan makanan dulu."
"Paksa Aiden masuk, Nak," ucap Zoya. "Pasti dia pengen banget liat bundanya."
"Iya, Bun," jawab Intan lalu melangkah keluar.
Tidak lama kemudian, Aiden datang bersama Intan, akhirnya ia memberanikan dirinya untuk masuk kedalam.
"Katanya mau beli makanan."
"Aku suruh mas Ardian yang ke kantin."
"Sini, Sayang ... gak mau dekat bunda?" tanya Airin menatap putranya.
"Bunda ..." panggil Aiden lirih.
"Ayo sini, peluk bunda, kasih bunda vitamin dulu, pelukan anak-anak bunda adalah vitamin yang bisa membuat bunda semangat lagi."
Intan mendudukkan Aiden di atas ranjang, ia juga menutupi tangan Airin yang diinfus dengan selimut agar keponakannya tidak melihat hal yang ia takuti.
"Bunda gapapa kok, Sayang. Abang sama Aera gak usah khawatir, jangan sedih, bunda cuma kelelahan terus sakit deh." Airin mengusap lembut rambut sang putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Airin, Single Mom (End)
Teen FictionTiga hari setelah resmi bercerai, Airin baru tahu bahwa dirinya tengah hamil. Ia merahasiakan kehamilannya dan memilih mengasingkan diri tinggal di sebuah villa yang ada di hutan Kalimantan Selatan. Di sana Airin memulai kehidupan barunya bersama a...