Keesokan harinya, Janna sakit, badannya panas membuat Airin panik saat tahu bahwa gadis itu sakit. Ia langsung memanggil kakak sepupunya yang berprofesi sebagai dokter untuk mencek kondisi Janna.
Airin terpaksa membatalkan niatnya untuk ke pabrik dan ke toko karena tidak tega meninggalkan Janna meskipun ada Inah, Ika, Laila dan Azizah yang bisa menjaganya.
Janna juga sudah memberitahu keluarganya bahwa ia sakit, mereka langsung menuju Kalimantan Selatan dan beberapa menit yang lalu keluarganya memberitahunya bahwa sudah sampai di bandara, pak Adi supir Airin langsung pergi menjemput mereka.
Janna menyuruh keluarganya datang ingin dijemput mereka dan pulang. Namun, Airin tidak mengizinkannya pergi dari villa sebelum ia sembuh dan demamnya turun. Airin tidak masalah jika Janna lama-lama di villanya, kehadiran Janna membuat Airin merasakan bagaimana rasanya merawat seorang adik yang sakit, ia merasa seperti mempunyai adik.
"Mau dipijit lagi gak kaki kamu ini?" tanya Airin.
"Enggak, Kak. Setelah dipijat bu Inah tiga kali rasanya sedikit mendingan, gak nyut-nyutan lagi," jawab Janna dengan lirih.
"Syukurlah, kalau masih sakit minta bu Inah pijitin lagi." Airin mencelupkan handuk yang tadi menempel di dahi Janna, lalu menaruhnya kembali setelah membasahi handuk itu. "Demam kamu masih tinggi, kalau nanti malam masih panas, mau tidak mau kamu harus mau dirawat di rumah sakit, itu kata kak Ayana tadi."
"Hmmm ..." respon Janna sambil memejamkan matanya.
"Makanya minum obat! haisss kamu ini, susah banget disuruh minum obat. Tuh obat yang banyak itu harusnya diminum, malah dibiarin. Mau sembuh gak sih?"
"Walaupun gak minum obat nanti sembuh kok. Kak Airin gak capek apa nyuruh Anna minum obat mulu? kan Anna gak mau."
"Karena kamu gak mau kakak nyuruh kamu, siapa tau kamu pusing dengar ucapan kakak terus mau minum obat."
"Gak mempan."
"Kalau nanti malam badan kamu masih panas, kakak bawa kamu ke rumah sakit! Biarin kamu disuntik terus tangannya dikasih infus. Gak hanya itu, nanti dokternya sendiri yang maksa kamu minum obat. Kalau tetap gak mau, dokter yang memaksa obat itu masuk ke mulut kamu."
"Mana ada dokter gitu."
"Ada, Tante kakak. Beliau juga dokter, bertugas di rumah sakit. Nanti kakak suruh Tante nanganin kamu," ucap Airin.
"Belum tentu nanti malam Anna masih demam," balas Janna.
"Dah ah, kakak mau ke bawah nungguin keluarga kamu. Kakak aduin kamu kalau kamu gak mau minum obat."
Janna terkekeh. "Aduin aja, Anna gak takut tuh." Airin berdecak mendengarnya, lalu melangkah keluar dari kamar gadis itu.
Baru kemarin mereka bertemu, sekarang sudah akrab bahkan tidak canggung bercanda. Airin memang orang yang mudah akrab dan dekat dengan siapapun, termasuk orang yang baru ia kenal.
"Bunda, makanan Loli habic ... macem mana dia nak makan?" ucap Aera diakhiri dengan bahasa Malaysia. Airin terkekeh mendengarnya.
"Di lemari gak ada lagi?"
"Ndak ada, Aela cudah pelikca. Kacian Loli, ndak bica makan ciang. Cabal ya Loli Cayang, nanti babu Loli belikan makanan." Aera mengelus kucing yang ada di pangkuannya. "Cekalang Loli puaca dulu."
"Aela cuka cekali kacih Loli makanan yang banyak, makanya makanannya cepat habic," ucap si Abang duduk manis selonjoran di sofa sambil memainkan Ipadnya, pria itu sendang bermain menyusun puzzle. "Coba liat badan Loli, cekalang tambah gendut."
Meow ...
Loli bersuara, seakan tidak terima dirinya dibilang gendut.
"Loli ndak gendut ya! Ini cuma kalna bulunya caja yang lebat, makanya keliatan gendut!" Aera mencium Loli. "Loli ndak gendut kok, jangan dengelin kata Abang."
![](https://img.wattpad.com/cover/338180840-288-k154226.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Airin, Single Mom (End)
Genç KurguTiga hari setelah resmi bercerai, Airin baru tahu bahwa dirinya tengah hamil. Ia merahasiakan kehamilannya dan memilih mengasingkan diri tinggal di sebuah villa yang ada di hutan Kalimantan Selatan. Di sana Airin memulai kehidupan barunya bersama a...