Yes, Pak! (WriteontheWall77)
━─━────༺༻────━─━
❀
❀
Bunyi ketukan di pintu membuatku menjerit tertahan. Sudah malam, siapa sih yang iseng bertamu malam-malam begini?Alih-alih bangkit dari tempat tidur, aku malah mengangkat selimut tinggi-tinggi sampai tersembunyi sepenuhnya di balik selimut. Namun ketukan itu tidak berhenti. Sambil bersungut-sungut, aku terpaksa menendang selimut dan menuju pintu, sebelum ketukan itu menimbulkan masalah lebih lanjut dengan tetanggaku yang terganggu.
Aku membuka pintu dengan keras. Aku sudah membuka mulut untuk mengomeli tamu tak diundang itu, tapi sebuah ciuman membungkamku.
Tubuhku terdorong mundur hingga masuk ke dalam kamar oleh kekuatan besar yang sulit ditolak. Bunyi pintu yang menutup tidak membuat ciuman itu terputus.
Aroma parfum Pak Stevie sudah akrab dengan hidungku. Sekarang, aroma parfum itu memenuhi seisi kamar saat dia mendorongku hingga terdesak ke meja kerja. Pak Stevie mengangkat tubuhku dan mendudukkanku di meja. Tanpa mengurai ciuman.
Hanya butuh sedetik untuk kaget. Di detik kedua, aku sudah membalas ciumannya.
Pak Stevie mengambil jarak dariku. Namun, kakiku terlanjur lemah dan tidak bisa digerakkan sehingga aku bergeming di atas meja dengan jantung berdebar dan kewanitaanku yang memberontak untuk dipuaskan.
"Kok ke sini sih, Pak?" aku memaksakan diri untuk bertanya.
Tidak ada jawaban dari Pak Stevie. Tangannya dengan cekatan membuka jaket, diikuti kemeja yang dipakainya. Kedua pakaian itu berakhir di lantai kamarku. Tatapan Pak Stevie terlihat membara saat membuka celananya.
Aku menelan ludah ketika Pak Stevie dalam balutan boxer. Tentu saja, boxer itu tidak bisa menyembunyikan kejantanan yang membengkak.
Ini bukan kali pertama, tapi aku masih terkesiap saat Pak Stevie meloloskan boxer itu dari kakinya dan kejantanannya menantang di hadapanku.
Besar dan gagah, siap memporak-porandakan kewanitaanku yang lemah.
Pak Stevie kembali memutus jarak denganku. Bibirnya menuju bibirku, tapi aku menghindar.
"Kangen gue, Pak?" ledekku.
Sebuah tawa meluncur dari mulutnya. "Kangen susu lo."
Aku masih ingin meledeknya, tapi remasannya di payudaraku membuatku refleks melenguh. Aku cuma memakai piyama tanpa bra, karena sudah bersiap untuk tidur. Pak Stevie membuka piyamaku, membuatku bergidik ketika dingin AC menyentuh kulit.
Bibirnya melumat payudaraku. Putingku sudah menegang dan keras, seakan sejak tadi menunggu kehadirannya. Aku menggigit bibir meningkahi serangannya di payudaraku. Satu-satunya yang ingin kulakukan saat ini adalah berteriak dan menikmati cumbuannya. Namun aku tidak mau menimbulkan keributan di kosan.
Pak Stevie mangangkat tubuhku, sedikit pun tidak melepaskan cumbuannya di payudaraku, lalu berjalan mundur hingga ke tempat tidurku. Dia mendudukkan tubuhnya di sana, dengan aku berada di pangkuannya.
"Damn, Nina. Susu lo bikin kangen juga."
Aku menenggelamkan wajah di lehernya untuk meredam lenguhan yang siap keluar kapan saja.
Saat bersama Pak Stevie, aku baru menyadari kalau aku cukup ekspresif saat berhubungan seks. Dia tidak menganggap hal itu sebagai masalah. Malah sebaliknya, Pak Stevie akan semakin liar setiap kali aku mengutarakan apa yang aku mau. Dia memberikannya kepadaku, memenuhi setiap keinginanku.
"Pak, mêmëk gue juga mau disentuh."
Pak Stevie menyelipkan tangannya ke dalam celana piyama. Rasanya tidak nyaman karena lembap. Aku berusaha membuka celana-sesuatu yang cukup sulit mengingat Pak Stevie tidak mau melepaskan payudaraku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewasa [21+]
RomanceKumpulan cerita Mature Content⚠ cover mentahan by: pinterest