04
.
.
.
🎼🎼🎼"Bro, Ko liat tadi kah? Itu cewe manis betul wajahnya."
Remaja kurus dengan kulit hitam bernama Beto itu merebahkan tubuhnya pada sofa yang ada di ruangan ini. Sesekali bibirnya tersenyum saat mengingat dua gadis yang tadi duduk di gazebo dekat ruang BK.
Tuk
Satu cangkang kuaci mengenai kening Beto menyadarkannya dari lamunan. Dia meringis kemudian mengelus keningnya.
"Alfa. Sa kan su bilang jang buang bungkus kuaci sembarang. Kotor nanti studio ini. Memangnya mau Ko bersihkan?"
"Berisik. Dari tadi Lo terus ngebayangin gadis itu. Urus tuh rambut yang udah ngembang lagi. Gak keramas ya, tadi pagi?" ledek Alfa melihat rambut hitam keriting milik Beto.
"Sudah kok, tadi keramas pake sampo. Wangi, Sa suka sekali aromanya."
Pembicaraan sudah terhenti sampai di situ. Ruangan yang sebenarnya lumayan luas ini terasa sempit sebab banyak alat musik di dalamnya. Drum, gitar, bass, sampai gamelan pun ada di dalam sana.
Ruangan yang dulunya hanya sebuah warung yang terlantar akibat tidak ada pembeli juga sang pemilik warung tak ada modal lagi untuk berjualan akhirnya menjual warung kosong ini pada mereka yang membutuhkan tempat untuk latihan.
Lantai kusam dengan langit-langit penuh rayap juga sarang laba-laba kini sudah bersih dan telah di modifikasi.
Dinding gelap dengan beberapa stiker tulang tengkorak juga rantai di tambah lagi dengan ventilasi yang sedikit membuat udara dari luar hanya sedikit yang masuk, ruangan ini terasa sumpek.
Pintu terbuka lebar. Seorang remaja dengan setelan celana robek di bagian lutut dan atasan kaus hitam polos berdiri penuh rasa semangat di ambang pintu sana.
Elvis Hillaris.
Seorang remaja penuh mimpi untuk menjadi seorang gitaris terkenal. Namun, sayang hobinya yang malas-malasan dan tidur di dalam kelas saat jam pelajaran sedang berlangsung membuat cita-citanya dipandang sebelah mata.
Elvis yang ceria dan penuh warna itu tidak berarti saat dia ada di dalam kelas dengan lengan tertekuk menangkup sebagai bantalan kepalanya, hobi yang manusiawi tapi tidak untuk dilakukan setiap hari macam dirinya.
Senyumam Elvis semakin melebar kala kedua temannya mengalihkan pandangan ke arahnya.
"Ada apa. Senyuman Lo lebar bener." Alfa melirik malas dimana Elvis berdiri. Dia jengah dengan tingkah konyol temannya yang satu itu.
"Hehe. Kalian tahu apa yang Gue dapetin?" Elvis menarik turunkan kedua alisnya. Jangan lupakan senyuman yang masih bertengger di bibir membuat lesung pipi itu tampak kian nyata.
"Apa?" tanya Beto penasaran sedangkan Alfa hanya menatap kedua temannya tanpa minat dan sibuk dengan biji-biji kuaci yang sudah dia kupas kemudian dikumpulkan pada tangan kanannya.
"Raja Musik ngadain audisi lagi! Gila, gue gak nyangka ada season duanya. Parah kita harus ikutan sih ini." Elvis duduk dengan semangat di antara Beto dan Alfa. Dia girang sekali sambil memperlihatkan poster penerimaan calon audisi untuk menjadi gitaris band Raja Musik di sebuah aplikasi sosial media. Namun, tanggalnya belum ditentukan. Hanya berupa pengumuman saja untuk persiapan.
Beto dan Alfa saling pandang kemudian ikut tersenyum senang dengan kabar gembira ini.
Raja Musik, band yang sangat terkenal dan pasti dikenal banyak orang. Dua tahun lalu band ini juga mengadakan audisi untuk menggantikan gitaris yang sudah meninggal. Namun, Elvis gagal dalam audisi itu sampai akhirnya sekarang dia terus berlatih untuk mengobati rasa bersalah pada dirinya sendiri karena tidak lolos saat itu.
Dan sekarang, Tuhan sudah memberi kesempatan padanya lagi. Raja Musik mengadakan audisi! Tentu saja Elvis akan mengikutinya. Tidak akan dia biarkan kesempatan ini sia-sia.
Beto dan Alfa tahu betul kegigihan Elvis untuk masuk ke band Raja Musik. Entah apa yang membuat dia bisa segigih itu.
"Beneran? Wah selamat! Ini kesempatan emas buat Lo. Pergunakan dengan baik." Alfa menepuk tegas pundak Elvis. Memberikan semangat pada sahabatnya.
Elvis berhenti tertawa. Dia lirik kedua temannya itu. "Kok Gue doang. Kalian enggak?"
Beto menggaruk kepalanya. "Ee Sa kan lulus nanti mo balik ke Papua. Keluarga Sa di sana butuh Sa. Jadi Sa tra bisa fokus buat nge-band. Sa juga sedih."
Beto menunduk. Dengan segera Elvis dan Alfa merangkul Beto.
"Gak apa-apa Beto. Kita kan masih bisa bersenang-senang dengan musik sebelum lulus. Gue juga gak bisa fokus ke musik. Bokap gak setuju. Dia mau gue jadi penerus perusahaannya. Kalau gak gue siapa lagi. Nasib anak tunggal," jawab Alfa dengan candaan.
Mereka bertiga terkekeh bersama kemudian lanjut untuk mengoprek alat-alat musik yang ada di sana.
Ya, beginilah keseharian mereka. Sibuk dengan alat-alat yang menghasilkan irama musik.
Mereka bukan anggota ekskul seni musik di sekolah kecuali Beto. Dia adalah ketua seni musik di sekolah sedangkan Elvis dan Alfa, mereka berdua cenderung lebih fokus pada kehidupan luar sekolah.
Alfa sih, mending masih ada hobi lain selain bermusik, dia suka main futsal. Lah ini Elvis. Makan aja dia sambil mendengarkan musik rock di earphone yang dia kenakan.
"Tapi serius. Gadis tadi manis banget siapa dia. Alfa tahu tidak?" Beto dengan rasa penasaran masih saja membahas tentang gadis berkulit pucat yang memandang mereka dari arah gazebo siang tadi.
Setelah mengecek sedikit kerusakan pada gitarnya yang putus di bagian senar.
Elvis mengangkat wajahnya. Cukup terganggu dengan pertanyaan yang Beto lontarkan.
"Yang mana? Bukannya ada dua ya?" Tanya Elvis masih fokus dengan gitarnya.
"Bukan Si Nazira. Beto lagi ngomongin cewek yang satu lagi," jawab Alfa malas.
"Oh, gadis berkulit pucat terus bibirnya pecah-pecah sedikit itu? Rambutnya hitam panjang yang tadi siang duduk di gazebo?" tanya Elvis. Bukan apa. Dia merasakan ada hal yang aneh saat netra mereka bertubrukan waktu itu.
Elvis memasang senyum lebar karena dia memang begitu ke semua orang. Tapi kalo ini beda. Gadis berkulit pucat itu seakan memanggil Elvis untuk mendekat. Padangan yang penuh luka juga Elvis dapatkan melalu tatapannya.
Siapa dia. Elvis penasaran.
"Itu, dia seangkatan sama kita. Kalau gak salah namanya Rona tapi, dia keluar negeri pas kelas sepuluh terus balik-balik udah kelas dua belas aja. Makannya pada banyak yang gak tahu malah banyak yang ngira itu murid baru. Padahal bukan. Terus yang gue tahu dia itu gebetanya si Adipati pas SMP. Emang sih dia lumayan cantik. Apalagi dulu cantik benget saat penerimaan siswa baru. Gue pernah sekali papasan sama dia," beber Alfa, sepertinya dia tahu banyak tentang gadis itu.
"Yah, saingannya sama ketua OSIS. Mana sanggup Sa tikung. Udah cantik manis lagi. Suka sekali Sa lihat wajahnya itu."
Cantik? Manis? Elvis rasa itu hanya sebagian dari wajah gadis bernama Rona itu. Berbeda dengan Beto juga Alfa. Elvis bisa melihat raut lelah juga pucat pasi pada diri Rona. Di mata Elvis, wajah Rona begitu tirus dengan lingkaran di bawah mata. Dia tampak begitu mengerikan saat dipadangan dengan jelas.
Apapun itu, ini tidak ada sangkut pautnya dengan Raja Musik. Elvis tidak peduli hal lain. Yang dia pedulikan hanyalah dirinya, gitarnya, dan juga Raja Musik. Tidak boleh ada seorangpun yang menghambat tujuannya. Apalagi seorang wanita yang kini menganggu pikirannya lewat tatapan mata saja.
Raja Musik I'm coming….
🎼🎼🎼
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Music (SELESAI)
Teen FictionNamanya Rona, namun tidak seperti namanya. Gadis itu memiliki kulit yang pucat, tubuh yang lemah dan kehilangan semangat. Dirinya ada diambang hidup dan mati, ini semua karena penyakit yang perlahan menggerogoti tubuhnya. Namun, dengan satu alasan R...