🎼 02. Kembali Sekolah

4K 196 2
                                    

O2
.
.
.
🎼🎼🎼

"Aku gak nyangka Rona. Akhirnya kita bisa sekolah bareng lagi. Kamu yakin sudah kuat?" 

Pagi ini Nazira terlalu bersemangat sampai-sampai baru jam enam saja sudah datang ke rumah Rona untuk menjemput sekaligus melihat sahabatnya di hari pertama dia kembali sekolah.

"Aku kuat Zira." Raut wajah yang datar. Namun, hati Rona sangat bahagia. Dia begitu tidak sabar kembali menghirup udara sekolahnya. 

Tadi dia bangun pagi-pagi, mandi dan menyiapkan keperluan sekolah meskipun itu banyak dibantu Mama Laras tapi, itu sudah cukup mengobati rasa kangen Rona.

Tangan putih pucat milik Rona menggapai bedak juga makeup untuk dia poles pada wajahnya. Bukan apa-apa, wajahnya terlalu pucat untuk dilihat banyak orang. Ketika Rona melihat dirinya di cermin saja, dia seperti melihat mayat hidup. Beberapa kali menepuk-nepuk pipi yang tirus dengan sponge berlapis foundation tipis, memoles sedikit bibir yang putih kering dengan cairan berwarna pink itu. Wajah Rona sekarang terlihat lebih baik dari sebelumnya. 

"Kau mau bawa makeup juga ke sekolah? Wah, hebat sekali. Aku saja yang mantannya banyak cuma bawa parfum, lipstik sama bedak. Kamu bawa sebanyak itu, wah. Tidak kusangka Rona ini cukup nakal ya." Nazira terkikik, puas sudah dia menggoda sahabatnya. Namun, tawanya itu tidak berkunjung lama saat Rona mulai memegang kepalanya yang tidak ada sehelai pun rambut di sana. 

Hatinya mendadak perih melihat sahabat kecilnya menatap dirinya sendiri di cermin rias dengan pandangan kosong.

"Zira, tolong ambilkan rambut palsuku di sana." Rona menunjuk ke arah rambut palsunya berada.

"Baiklah Nona." Nazira membungkuk kemudian mengambilkan rambut palsu yang baru dibeli Rona. Sungguh dia tidak kuat melihat rona seperti ini. Rona yang biasanya tertawa bersamanya itu hilang habis tertinggal sejak dia mempunyai penyakit.

"Anak Mama cantik sekali. Kamu yakin gak mau pakai kursi Roda sayang?" Laras datang ke kamar Rona. Membawakan sarapan juga bekal untuk Rona bawa ke sekolah. Bagaimanapun kondisi Rona masih lemah. Rona tidak boleh memakan makanan sembarangan.

"Tidak Ma. Rona cukup kuat untuk berjalan," jawab Rona, tangannya sibuk membetulkan rambut hitam legam itu agar menempel pada kepalanya dengan sempurna, "Orang-orang di sana tidak ada yang tahu kalau aku sakit selama setahun bukan?" 

"Iya, mereka semua hanya tahu Rona baru kembali dari luar negeri karena urusan keluarga." Laras meneguk ludahnya sendiri. Semenjak keluar dari rumah sakit. Nada bicara Rona begitu dingin.

"Lalu. Apa aku masih menjadi siswi kelas sebelas?" 

"Tidak! Kamu sekelas denganku. 12 IPA 1." Nazira berseru semangat.

"Tapi, bagaimana bisa?" Dia tidak sekolah selama setahun tapi masih bisa naik kelas? Wah, hebat sekali.

"Sudahlah sayang jangan dipikirkan. Itu bang Radit yang urus. Sekarang makan dulu ya?"

"Iya Ma."

"Rona, kamu tahu? Adipati yang waktu SMP itu suka ngejar-ngejar kamu itu sekarang jadi ketua OSIS dan mau pensiun loh, gak nyangka kan?"

Rona melirik sekilas ke samping di mana Nazira yang sedang menyetir mobil menuju sekolah tapi bibir tebal gadis itu terus saja mengeluarkan suara.

Dan sekarang pembicaraannya merembet pada Adipati. Sosok yang selalu mengejar Rona tapi, Rona tidak menganggap dia ada. 

Rona tidak suka Adipati, yang Rona ingat Adipati itu berandal, suka tawuran dan yang pastinya jago berkelahi. Rona tidak menyukainya.

Meskipun mimpinya bisa jatuh cinta tapi ya jangan sama dia dong. Pokoknya Rona tidak suka Adipati.

"Masih tidak suka padanya ya? Kenapa sih? Padahal dia sekarang baik banget, udah jadi ketua OSIS ganteng lagi. Beda banget sama waktu pas SMP dulu." Nazira masih mengeluarkan kata-katanya.

"Dia itu kasar. Aku gak suka. Kalau ganteng ya kamu aja yang ambil," jawab Rona tak acuh pada pembicaraan ini.

"Eh, mana bisa gitu. Emang kamu kira dia bakwan apa asal comot! Tapi ya males dia ada buntutnya. Kemana-mana pasti dikintilin sama tuh bocah," gerutu Nazira. Tubuhnya merinding membayangkan sosok Adipati yang dia bilang ganteng dan baik itu dibuntuti seseorang.

"Siapa?"

"Kamu juga pasti taulah. Nanti juga pasti lihat kok. Udahlah jangan ngomongin buntutnya si Adipati bikin enek tau gak. Mending kita bicarakan tentang adek-adek kelas yang unyu-unyu buat kamu gimana?"

Rona memutar bola matanya malas. Jengah dengan sikap Nazira. Padahal dia yang mengungkit soal Adipati, tapi dia sendiri yang bilang bikin enek.

"Gak suka adik kelas," jawab Rona singkat, padat dan jelas. Membayangkan akan mencintai seseorang yang umurnya lebih muda darinya cukup membuat bulu kuduk Rona berdiri.

"Yah kalau gini terus kapan bisa jatuh cintanya." 

"Kamu sendiri punya pacar?" Entahlah, tiba-tiba saja Rona penasaran dengan kehidupan sahabatnya ini. Lama terbaring di rumah sakit membuat dia tidak banyak mendapat informasi dari Nazira karena dia menjenguk Rona hanya sesekali sebab sibuk sekolah dan membantu ibunya mengurus restoran.

"Oh, punya dong sejak kapan Nazira yang cantik ini gak punya pacar? Tapi sayang sekarang lagi LDR. Ah, jadi kangenkan. Kamu sih, pake bahas dia segala." Nazira terus menggerutu.

Bukannya tersinggung Rona malah tersenyum meski hanya sedikit. Bahkan tarikan bibirnya tidak akan terlihat jika hanya melihat sekilas. Entahlah, mungkin Rona sangat merindukan kebersamaannya dengan Nazira yang cerewet seperti ini.

Tapi kali ini berbeda, rona tidak bisa seperti dulu lagi. Dia tidak bisa mengejar kupu-kupu lagi bersama Nazira. Tubuhnya terlalu payah untuk berlari.

"Yuk turun. Udah nyampe nih."

Pertama kali menapakan kaki di parkiran sekolah benar-benar membuat perasaan Rona pecah. Antara rindu, haru, sekaligus senang. Akhirnya setelah sekian lama dia bisa menghirup udara sekolah.

Tubuhnya yang semakin baik itu juga membuat dokter cukup kagum dengan kegigihan Rona untuk mencapai kesembuhannya. Mungkin karena keinginan yang begitu kuat sehingga itu membuat diri Rona terpacu untuk sembuh.

Peningkatan yang cukup pesat sampai akhirnya sekarang Rona bisa menapakan kakinya pada lorong-lorong menuju kelas. 

Ini perasaannya saja atau memang benar. Rona rasa semua memandang dirinya aneh. Rona tidak suka tapi, dia tidak menundukan pandangannya sama sekali dan memilih untuk terus berjalan di samping Nazira yang kembali berbicara tidak jelas.

Jujur saja rasanya Rona ingin sekali menepuk-nepuk pipi mereka semua yang kini memandangnya dengan sorot mata aneh. Ada apa? 

Apakah penampilannya terbaca oleh mereka, apa rambut palsunya tidak tertata dengan baik?

"Zira apa aku terlihat aneh?" bisiknya 

Mata Nazira memicing, "Enggak kok. Kamu cantik. Apa karena mereka memperhatikanmu kamu jadi tanya begitu?" Tanya Nazira saat mereka berdua sudah duduk di bangku kedua dari depan.

Rona menganggukkan kepalanya.

Tiba-tiba tawa Nazira hinggap di telinganya. Kenapa Nazira malah tertawa disaat dia panik akan penampilannya.

"Mereka memperhatikanmu karena kamu baru saja kembali sekolah setelah satu tahun belajar di luar negeri. Ya, gak aneh kamu sekarang jadi sorotan."

"Begitukah?" Syukurlah Rona merasa senang.

"Iya, tenang aja. Gak ada yang tahu selain aku," bisik Nazira.

"Rona." Panggilan dari arah pintu. Seseorang dengan almamater OSIS berwarna navy pada tubuhnya memanggil Rona tegas. Suaranya cukup besar sehingga bisa menyita perhatian teman-teman yang lain.

Adipati. Sosok yang baru sama mereka berdua bicarakan kini berdiri di dekat meja mereka dengan mengulurkan tangan untuk menyapa Rona.

"Kau sudah kembali? Selamat datang di sekolah ini Rona." 

🎼🎼🎼

Love In Music (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang