12
.
.
.
🎼🎼🎼"Alfa, coba kamu cek KWH, ada yang konslet atau enggak?" Titah Elvis.
Ruangan ini begitu gelap, hanya ada sedikit cahaya dari celah pintu juga ventilasi yang tidak seberapa itu. Rona masih terdiam mematung. Tangannya tidak bisa bergerak, kaku dicengkeram Elvis begitu erat.
"Iya ah." Meskipun bersungut-sungut, Alfa tetap saja beranjak dari duduknya untuk keluar mengecek keadaan listrik sekitar.
"Beto, Gue juga minta tolong cabutin kabel-kabel di alat."
Sekarang Rona merasakan tarikan kecil pada lengannya. Dia sempat terbawa, namun dengan cepat Rona menyentak tangannya.
"Aku cuma mau balikin ini. Sebelumnya makasi banyak. Permisi."
Cepat-cepat Rona keluar dari ruangan gelap ini setelah dia menyimpan asal sapu tangan.
"Tunggu, Lo dapat dari mana alamat ini?" Tanya Elvis mencegah Rona.
Wajah mereka berdua tidak terlalu jelas, namun, Rona yakin sekali dari nada bicara Elvis, laki-laki merasa terpojokkan.
"Dari BI Pia, tadi aku ke rumah kamu. Udah ya, aku mau pulang."
"Dari mana Lo dapat alamat gue?"
"CK, kamu tenang aja, aku dapat alamat dari tu, terus orang dirumah kamu juga gak tahu kalau kamu bolos sekolah hari ini." Rona menjelaskan sumber masalah yang membuat Elvis terus menahannya di tempat ini.
Bukanya merasa berterima kasih karena Rona tidak mengadukan perbuatannya bolos sekolah, Elvis justru terlihat biasa saja. Malah sempat terkekeh sebentar.
"Bukan itu, kalaupun Lo ngaduin gue gak masalah, tapi sekarang lagi hujan sama gledek, Lo pulang sekarang yang ada sakit. Tunggu aja di sini sampe hujannya reda, nanti gue anter balik. Soalnya gue cuma bawa motor beat." Elvis mengambil sapu tangannya yang tergeletak, dia melangkah duduk di sofa setelah menyalakan senter di handphonenya.
Terlihatlah dengan jelas perawakan Rona yang kecil tengah berdiri sambil mengucek matanya karena tidak sengaja tersorot senter yang dia hidupkan.
"Gak usah, aku udah pesen taksi."
"Yaudah tunggu aja di sini, di luat hujan Lo berdiri di sisi bangunan ini juga masih tetep basah. Duduk aja di sofa, kita satu sekolah, gak usah takut," ucap Elvis, menenangkan, seringai jahilnya sudah hilang di wajahnya. Mungkin dia tahu ketakutan Rona.
Alfa yang baru saja mengecek listrik telah kembali, badannya yang sedikit basah membuat seragam melekat membentuk tubuhnya yang berotot. "Bukan konslet, mati lampu ini. Kayanya ada pemadaman." Alfa duduk di sebelah Elvis. Tak lama dia menglahkina perhatiannya pada Rona yang masih bediri kaku. "Duduk sini aja Rona, lagi nunggu taksi kan?"
Rona mengangguk, tapi dia tidak beranjak sedikitpun. Ingin keluar juga dia lupa kalau sedang hujan besar, mata Rona melirik sofa tunggal yang agak jauh dari kedua laki-laki itu duduk. Gadis itu memperhatikan Alfa yang sibuk dengan ponselnya, Beto yang sibuk merapikan alat musiknya.
Lama memperhatikan ruangan dengan pandangan kosong, Rona sampai tidak sadar kalau tanganya telah ditarik dan tubuhnya sudah duduk di sofa tunggal, tentu saja Elvis yang menariknya.
"Duduk aja, rileks. Kita gak makan manusia kok, nanti kalau taksinya udah dateng gue anter ke depan," ujarnya santai.
Brakk
Suara drum yang tidak sengaja terpukul oleh Beto membuat Rona terkejut.
"Eh, Beto. Jangan ceroboh, itu mahal. Kalau beli lagi gak sanggup duit gue," teriak Alfa yang disambut balik oleh Beto.
Elvis yang masih berdiri di samping Rona hanya menggeleng mendengarnya. Mau tidak mau, Rona akhirnya duduk diam memperhatikan interaksi ketiga laki-laki itu yang tiada habisnya. Yah, kalau lama diam di sini terus Rona yakin kupingnya akan terkena gangguan.
…
"Kamu kemarin jadi ke rumah si Elvis itu?" Hari ini, Nazira begitu lesu. Tangannya dengan lemah membawa paper bag berisi pakaian olahraga. Raut wajahnya yang begitu berbeda sangat kentara sekali. Dia bertanya begitu pada Rona mungkin karena merasa bersalah padanya.
"Jadi, tapi dia gak ada dirumahnya." Sembari berjalan ke arah toilet untuk berganti pakaian dengan baju olahraga, mengalirlah cerita dari mulut Rona. Kejadian yang membuat dia tidak nyaman, namun Rona juga bingung kenapa kemarin rasanya ada yang berbeda.
Setelah Rona datang ke rumah, Rona merasa ada yang tertinggal di studio Elvis. Bukan barang atau apa melainkan suasananya. Ruangan gelap namun, berkesan.
Kehidupan sekolah sebenarnya tidak sepesial itu hingga Rona sangat amat memaksakan diri untuk kembali pada kehidupan remajanya yang sempat terhenti. Namun, jika tidak dipaksakan Rona mungkin hanya bisa terbaring lemah tanpa bisa apa-apa nantinya. Rona tidak mau menghabiskan masa remajanya seperti itu.
Sekarang saja setelah bercerita kepada Nazira, kehidupan sekolah kembali pada kesibukan normal. Mengerjakan tugas, presentasi, kerja kelompok dan masalah-masalah kecil yang sering terjadi tak lupa Rona nikmati.
"Eh yang belum ganti baju buruan ganti, Pak guru udah nunggu di lapangan!" Teriak Adipati saat Nazira dan Rona sudah duduk manis di kursi kelas dan sudah siap dengan pakaian olahraganya. Baru mendudukkan diri usai berganti pakaian di kamar mandi.
Hari ini ada jadwal olahraga pada jam ke 4 dan ke 5 setelah istirahat. Rona ikut olahraga, meskipun hanya ikut-ikutan saja tidak melakukan olahraga yang sebenarnya.
Seperti saat ini, semua siswa dan siswi kelas 12 IPA 1 menuju lapangan utama untuk melakukan pemanasan. Rona juga ikut, meskipun Mamanya dan Nazira sudah mewanti-wanti dia untuk tidak usah ikut jam olahraga saja. Namun, dasarnya saja Rona yang memang ngeyel dia nekat tidak mendengarkan perintah ibunya dan Nazira.
Rona pikir kalau dia tidak ikut jam olahraga orang-orang akan memandangnya lemah dan penyakitan, walaupun memang benar itu adanya, tetap saja Rona tidak mau dipandang seperti itu.
Mulai dari pemanasan dari ujung kaki sampai kepala, Rona bisa melewatinya dengan baik. Matahari saat ini begitu terik, mata Roja merasa silau sehingga dia memejamkan matanya saat hitungan terakhir pemanasan yang mengangkat kakinya.
"Buset panas banget, untung kita udah pakai sunscreen," oceh Nazira seraya duduk di tengah lapangan menunggu arahan selanjutnya dari pak guru. Gadis itu juga heboh mengipasi wajah merah dan berkeringat dengan tangannya. Rona yang duduk di sampingnya hanya mengangguk dan tidak berniat untuk menimpali ocehan Nazira.
Perkataan panjang kali lebar dari pak guru sama sekali tidak ada yang tersaring dalam pikiran Rona. Rona malah sibuk melihat langit yang bersih tanpa ada awan putih sedikitpun. Rona mendengar sekilas katanya hari ini akan belajar basket, guru itu menunjuk bola basket yang tergeletak di sisi lapangan, semua murid sudah pasti melihat bola basket itu termasuk Rona. Namun, disaat yang lain sudah memfokuskan perhatiannya pada guru itu, Rona justru masih memandang ke arah bola basket yang tergeletak.
Bukan. Bukan bola basketnya. Tapi laki-laki yang berdiri di koridor kelas searah dengan keberadaan bola basket itu. Awalnya bibir tipis laki-laki itu datar saja, tapi saat mata keduanya bersinggungan. Tiba-tiba saja laki-laki itu menarik kedua sudut bibirnya.
Rona menggeleng dan mengarahkan wajahnya memandang langit lagi. Apa-apaan dia, ngapain si Elvis itu berdiri di sana. Mana seorang diri sambil nyender di tiang kelas lagi. Gak takut ketahuan guru BK apa berkeliaran pada jam pembelajaran?
🎼🎼🎼
Note: Maaf banget jarang updated. Lagi hilang semangat. Semoga aku masih bisa konsisten.
Terima kasih yang udah nunggu cerita ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/344899954-288-k63065.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Music (SELESAI)
Novela JuvenilNamanya Rona, namun tidak seperti namanya. Gadis itu memiliki kulit yang pucat, tubuh yang lemah dan kehilangan semangat. Dirinya ada diambang hidup dan mati, ini semua karena penyakit yang perlahan menggerogoti tubuhnya. Namun, dengan satu alasan R...