09
.
.
.
🎼🎼🎼Rona berjalan dengan tenang, melangkahkan kakinya ringan menuju toilet yang adik kelasnya tadi tunjukkan. Meskipun tidak tahan, Rona tidak mungkin berlari. Bisa-bisa tubuhnya pusing dan pingsan.
Setelah selesai dengan hajatnya, Rona memutuskan kembali untuk ke UKS, ingin mengambil ponsel dan pouch berisi obat miliknya di UKS. Namun, baru saja keluar dari toilet, tubuh Rona terdorong cukup keras. Rona mengaduh dengan tangan memegang kepala yang nyut-nyutan sebab terbentur dinding kamar mandi.
"Woy, sorry gue buruan ngumpet kalo Lo gam mau ketahuan Pak Igun!" Umpat si pendorong Rona, tubuhnya kurus kering dengan penampilan urakan, murid itu kemudian kembali berlari jauh menghindari guru dengan kepala yang tenganya sudah tidak berambut datang dari arah aula dengan kayu di tangannya.
Belum sempat menenangkan diri, Rona kembali terkejut karena tanganya dicekal kemudian di seret dan dibawa lari. Entah di mana dia sekarang, napas Rona begitu memburu. Jantungnya bekerja tiga kali lipat. Cekalan pada tanganya tak kunjung lepas walaupun sekarang dia sudah tak diseret lagi.
Sadar ini bukanlah lingkungan kelas, membuat Rona dengan cepat menepiskan lenganya agar cekalan pada tanganya terlepas. Namun, gagal. Tangan itu masih saja menggamnya.
"Lepas," ringis Rona.
"Sutt! Lo mau ketahuan?"
Sebuah suara yang membuat Rona terdiam cukup lama. Rona mengangkat wajahnya, senyuman lebar laki-laki yang mencekalnya menyambut mata Rona. Mendadak Rona meras risih, kenapa setiap hari dia selalu bertemu dengan manusia yang stau ini.
"Ayo masuk." Laki-laki itu kembali menyeret Rona untuk masuk ke dalam toilet terbengkalai. Tentu saja Rona bersih keras menolak. Bau anyir dan penuh barang rongsokan membuat Rona tidak nyaman. Apalagi dengan keberadaannya bersama laki-laki. Rasanya Rona ingin cepat-cepat balik ke kelas atau UKS.
"Gak mau! Lepasin gak! Aku gak kenal sama kamu, gak usah maksa!" Pekik Rona masih mempertahankan diri tidak ingin masuk ke ruang kotor itu.
"Gue Elvis, sekarang udah kenal kan. Ayok buruan masuk. Pak Igun tau kita ada di sini." Kening Rona mengkerut. Masih blank dengan laki-laki yang mengaku bernama Elvis.
Namun, mendengar suara besar bernada emosi laki-laki dewasa membuat Rona deg-dan mau tidak mau ikut masuk ke bilik toilet yang sempit. Udah bau mana tubuh Rona terhimpit si Jangkung dan tembok lagi.
"Seben-" tiba-tiba hari telunjuk menempel pada bibirnya, meskipun tidak sepenuhnya menempel telunjuk itu sedikit menyentuh bibir Rona.
"Diam, nanti ketahuan," bisiknya pelan. Napasnya yang memburu karena berlari membuat sekujur tubuh Rona merinding. Sebab napas laki-laki itu mengenai ceruk lehernya.
Rona tidak mengerti, apa maksudnya tidak ketahuan? Dia baru saja keluar dari toilet, lalu kenapa memangnya kalau ketahuan?
"Di mana anak-anak nakal itu! Awas ya kalian, di upacara hari Senin nanti Tak tunggu!"
Bebe kali menyumpah serapahi murid nakal, kini suara guru bernama Pak Igun itu tak terdengar lagi. Mungkin sudah kembali ke ruang guru atau masih mencari anak-anak yang dia bilang nakal di tempat lain.
"Awas." Rona mendorong tubuh Elvis sehingga dia bisa lebih leluasa untuk bernapas.
"Eh, mau kemana?" Elvis kembali hendak mengapit tangan Rona, namun melihat gadis itu mengepalkan tangan kurusnya di hadapan wajah Elvis membuatnya urung.
Rona memejamkan matanya, tangan yang teracung mengepalkan dia gunakan untuk menumpang kepalanya, tubuhnya sempat limbung dan tak sengaja menyenggol pintu toilet yang telah rusak itu hingga tertutup rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Music (SELESAI)
Genç KurguNamanya Rona, namun tidak seperti namanya. Gadis itu memiliki kulit yang pucat, tubuh yang lemah dan kehilangan semangat. Dirinya ada diambang hidup dan mati, ini semua karena penyakit yang perlahan menggerogoti tubuhnya. Namun, dengan satu alasan R...