44
.
.
.🎼🎼🎼
"Ini konyol. Saya tidak bisa menyerahkan putri saya begitu saja," ucap papa Aria begitu Elvis, ayah Rio dan ibu Arumi datang ke rumah sakit.
Rona juga mendengarnya. Dia sadar dengan tubuh kaku yang tengah dipijat oleh Mama Laras.
Berbeda dengan Papa Aria yang membantah, Mama Laras justru lebih tenang dan setuju-setuju saja. Dia sudah mengenal Elvis cukup lama. Anak itu tidak punya rasa bosan menemani sang putri yang tengah terbaring sakit. Jadi, Mama Laras tidak keberatan. Namun, ucapan papa Aria benar ini terlalu dini.
"Saya mengerti, kita sama-sama orang tua. Tapi kedua anak kita ingin menikah. Mereka sudah lulus sekolah dan mengantongi izajah. Sudah legal untuk menikah," jelas ayah Rio yang duduk di samping papa Aria sedangkan ibu Arumi duduk di samping Elvis, berhadapan dengan kedua laki-laki yang berbeda pendapat.
"Tapi putri saya sedang sakit. Dia belum bisa menjadi istri yang baik. Elvis juga masih belum berpenghasilan, mana mungkin saya memberikan restu. Bukannya kami matre dan lebih mengedepankan finansial, kami hanya ingin memastikan masa depan anak kami terpenuhi," jelas papa Aria lagi.
Kali ini Elvis hendak menyahut, namun tatapan papa Aria padanya membuat Elvis kicep dan kembali menjadi pendengar.
"Saya tahu anak saya. Dia bertanggung jawab dengan mimpinya sendiri. Dulu saya juga mempunyai keingin yang sama dengannya. Terjun di dunia musik. Namun sayangnya, saya kurang gigih dan terpengaruh dengan omongan orang lain. Tapi anak saya tidak, dia fokus dan akhirnya berhasil. Dengan sikapnya seperti itu saya yakin dia cukup bisa diandalkan. Karena itu juga saya berani meminang Rona tanpa persiapan yang matang. Urusan materi, insyaallah keluarga kami bisa mengurusnya," jelas Ayah Rio yang membuat Elvis diam-diam memperhatikan sang ayah. Rasa hangat dalam hatinya muncul begitu kalimat Ayah yang ternyata bangga memiliki putra seperti dirinya.
Elvis tidak mendapatkan respon lagi dari papa Aria. Papa Rona itu hanya diam dan mematung. Otaknya tengah bekerja lebih keras dibandingkan membaca berkas di kantor. Ini hidup anaknya, Papa Aria tidak boleh asal mengambil keputusan.
"Pah," ucap Rona. Suaranya begitu pelan, namun mampu membuat mnya menjadi pusat perhatian.
Kini semua orang memandang Rona yang terbaring di brangkar di dampingi Mama Laras. Suaranya yang lirih membuat suasana ruangan begitu dingin.
"Rona yang meminta ini semua. Ini permintaan terakhirnya Rona," ucapnya lembut seraya tersenyum.
Namun, ucapnya bagaikan bom yang membuat Mama Laras terisak pelan sambil memeluknya. Ibu Arumi juga lekas menghampiri Mama dan anak itu kemudian bergabung untuk mengelus Rona dan menenangkan Mama Laras.
Kini tiga orang pria yang masih terdiam mematung. Elvispun sudah kehilangan senyumannya saat Rona berkata demikian.
Siapa yang tidak sakit mendengar ucapan seperti itu dari orang tersayangnya?
Papa Aria bahkan sampai meneteskan air matanya. Rona sudah punya fitasat dengan dirinya sendiri.
"Besok datang ke mari, siapkan semuanya." Papa Aria mengubah duduknya hingga berhadapan dengan Elvis. Matanya begitu tajam mengisyaratkan sesuatu pada calon menantunya. "Saya percaya saya sama kamu. Besok nikahi anak saya, Rona."
Kalimatnya begitu tegas, ada sedikit nada bergetar di sana. Papa Aria mencengkram bahu Elvis, seolah ingin mengatakan kalau dia tidak mau kepercayaannya dibuang.
Suara pintu di dorong lumayan keras, kini semuanya memandang Radit dengan penampilan acak-acakan. Wajahnya merah padam. Tanpa memperhatikan sopan santun, bang Radit menghampiri Elvis dan mencengkram kerahnya begitu kuat.
Elvis diseret keluar ruangan. Radit menyeretnya hingga dia menemukan ruangan kosong dan aman untuk mengeksekusi Elvis agar tidak mengganggu pasien lain.
Kedatanganya ke rumah sakit mendapatkan sambutan berupa lamaran untuk sang adik membuat bang Radit marah. Dia tidak terima Rona menikah di usianya yang masih muda. Apalagi calonnya masih muda juga dan belum mengerti apa arti pernikahan itu sendiri.
"Bang," ucap Elvis yang menyadarkan lamunan Radit.
Ucapan Elvis layaknya gunung yang siap meledak. Wajah Radit kembali mengeras. Rambut gondrongnya yang digelung membuat telingnya yang merah terlihat jelas.
Bugh...
Satu hantaman keras mendarat dengan tepat di perut Elvis. Tidak hanya itu, Bang Radit beberapa kali memukul Elvis di tempat yang berbeda. Tidak ada lawanan dari Elvis anak itu hanya sesekali menghindar dan menghadang tangan Radit yang akan memukulnya lagi tanpa melawannya.
"Berani sekali ngajak adek gue nikah! Punya apa Lo? Hah!" Bang Radit marah.
Dia terus memaki dan menendang Elvis sampai tubuh pemuda itu ambruk di lantai dengan keadaan babak belur. Hidungnya berarah dengan pipi lebam-lebam.
Helaan napas berat dia keluarkan sebelum akhirnya menyodorkan tangan ke arah Elvis sambil memalingkan muka.
Elvis tersenyum melihat itu, dia menyambar tangan bang Radit dan berdiri di hadapannya. Dia paham bang Radit hanya emosi. Dia tidak percaya Rona dilamar bocah ingusan macam Elvis.
"Sorry," ucapnya tanpa memandang wajah Elvis sama sekali.
Elvis mengangguk, senyumannya makin lebar kala bang Radit membawa tubuhnya untuk dipeluk ala cowo.
"Gue sayang sama Rona, Bang. Gue janji bakal jaga dia sebaik-baiknya," lirih Elvis yang tidak sama sekali direspon oleh Radit.
Bang Radit pergi begitu saja dengan wajah luyu. Di ujung sana, ternyata ada Nazira yang melihat semuanya. Gadis itu berdiri mematung dengan tas berisi kue-kue buatan Bundanya, dia ingin menjenguk Rona, namun pemandangan ini membuatnya urung.
Nazira menatap Elvis dan bang Radit bergantian sebelum akhirnya bang Radit membawa Nazira pergi menjauhi Elvis.
🎼🎼🎼
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Music (SELESAI)
Fiksi RemajaNamanya Rona, namun tidak seperti namanya. Gadis itu memiliki kulit yang pucat, tubuh yang lemah dan kehilangan semangat. Dirinya ada diambang hidup dan mati, ini semua karena penyakit yang perlahan menggerogoti tubuhnya. Namun, dengan satu alasan R...