🎼 36. Perasaan Mama Laras

1.3K 72 0
                                    

36
.
.
.

🎼🎼🎼

Satu Minggu ini benar-benar Elvis jalani dengan baik. Tidak ada lagi galau-galauan, tidak ada lagi bengong gak jelas. Semuanya Elvis lalui seperti biasanya.

Menonton video yang nantinya akan dia butuhkan untuk mengasah skill, mendengarkan musik ketika istirahat, dan latihan berjam-jam. Saking seringnya Elvis ada di studio. Bu Arumi sampai membawakan bekal ke sana.

Di sekolah Elvis hanya tidur dan makan saja. Itupun di dalam kelas sebab dia malas pergi ke kantin dan hanya menitip jajanan ke anak kelas. Sudah seperti kelelawar saja. Dia butuh istirahat siang hari sebelum nanti malamnya akan kembali berlatih.

Tapi, malam ini berbeda. Elvis kembali melirik langit yang gelap tanpa ada setitik cahaya pun. Keindahan bintang dan juga bulan rupanya tertutupi gumpalan awan yang siap menumpahkan rintiknya.

Elvis mematikan satu batang rokok yang diapit jemarinya. "Pahit," ucapnya sambil meludah.

Elvis coba-coba saja merokok. Dia ingin terlihat keren seperti anak muda jaman sekarang yang melampiaskan keresahan hatinya ke benda itu. Tapi sayangnya Elvis tidak cocok. Alih-alih mendapatkan ketengan. Elvis justru merasa pahit dan sesak di dadanya.

Akhirnya batang rokok yang masih sedikit mengepul itu berakhir di tong sampah.

Elvis tengah sendirian. Alfa dan Beto sudah jarang ke studio. Mereka berdua tengah fokus untuk persiapan ujian dan menjadikan jam malam untuk belajar. Jadilah, Elvis benar-benar merasa kesepian.

Besok di sekolah ada acara pelulusan dan foto angkatan, katanya ada acara malam juga. Kebetulan Elvis kebagian peran untuk menghibur mereka di atas panggung bersama anak musik sekolah.

Elvis di ajak Beto, Alfa juga ikut, katanya ekskul musik kurang personil. Dan lagi pula ini acara kelas dua belas. Sebisa mungkin anak kelas sepuluh dan sebelas tidak dilibatkan dalam acara. Makannya setelah jam sekolah berakhir seminggu ke belakang Elvis isi dengan berlatih untuk menyiapkan diri tampil besok malam.

Satu pertanyaan muncul begitu saja. "Apa Rona akan ikut?"

Kalau ikut setidaknya Elvis akan memaksa untuk menemuinya. Elvis rindu Rona dan Elvis ingin melihat wajah Rona.

Satu Minggu ini dia memang sibuk, tapi harinya terasa kosong dan terkesan monoton. Elvis tidak menemukan hal menarik selain musik dan Rona.

Pernah Elvis menuliskan lirik lagu di kertas kosong hanya karena tidak kuat menahan rindunya. Tapi, tanganya meremas kertas tersebut dan membuangnya asal ke tong sampah sekolah.

Elvis merasa lancang menjadikan Rona imajinasi untuk karyanya.

"Gue gak kuat gini terus, Na. Malam ini gue bisa nahan buat gak ketemu Lo. Tapi besok gue gak tahu apa yang akan diri gue lakuin ketika ketemu Lo lagi. Gue harap Lo gak lari saat gue samperin Lo," ucapnya dan beranjak meninggalkan malam sunyi untuk kembali melatih diri.

Elvis harus semangat. Waktu Audisi tinggal sebentar lagi.

....

"Yakin hari ini ikut pelulusan?" Terhitung sudah tiga kali Mama Laras menanyakan hal yang sama. Sudah tiga kali pula Rona menjawab pertanyaan Mama Laras dengan sabar. "Perasaan Mama gak enak, Na. Jangan sampai malam ya. Sore langsung pulang aja. Nanti di jemput sama Bang Radit atau Papa."

Rona terdiam sejenak. Roti tawar dengan selai strawberry itu dikunyah pelan dalam mulutnya. Dia sudah janji akan sampai malam dengan Nazira, setidaknya sampai pukul 20.00. Tapi Rona tidak ingin membuat Mama khawatir. Bisa-bisa nanti Mama Laras mencabut izin Rona buat ikut pelulusan.

"Iya Ma," jawabnya. Terakhir konsultasi, kesehatan Rona turun drastis. Dokter Ria juga menyarankannya agar kembali dirawat. Memang dasarnya Rona rewel dan keukeuh ingin ikut pelulusan. Itu juga yang membuat Mama Laras khawatir.

"Biar Papa aja yang jemput, kasian Abang kamu lagi fokus sama kerjaannya, tadi subuh-subuh udah berangkat duluan dia," sahut Papa sambil mengecup pucuk kepala Rona dan Mama Laras bergantian sebelum pamit pergi berkerja.

"Papa pamit dulu. Kalau ada apa-apa telepon papa ya," peringatannya pada Rona. Emosi Papa Rona lebih stabil dibanding Mama.

Mama Laras mendengus dan mengantar sang suami ke depan sementara Rona memijat kepalanya sebentar. Rasa sakit sedikit mendera.

Hari ini Rona berangkat bareng Nazira, anak itu belum kelihatan batang hidungnya. Tadi pagi dia menagih janjinya agar Rona ikut pelulusan. Katanya gak afdal kalau gak ikut. Dia juga janji gak akan ngajak Rona ke hal-hal yang berat seperti menari dibawah guyuran air, berbaris panas-panasan membentuk nama sekolah di lapangan atau menari mengikuti alunan musik. Rona hanya ikut foto angkatan dan juga bernyanyi sama-sama sambil pelukan, habis itu ikut nonton band sekolah. Sudah itu saja.

"Nazira udah Dateng tuh. Inget ya Na, jangan malam." Mama Laras kembali memperingati Rona.

"Iya Ma. Rona berangkat dulu." Rona mengambil tangan Mama Laras dan mengecupnya lembut. Tak lupa pipi sang Mama juga dia kecup sebelum tanganya menyambar tas bekal.

"Dadah Ma."

Mama Laras menghela napas. Perasannya makin tidak karuan saat Rona melangkahkan kakinya keluar dari pintu utama. "Iya, hati-hati sayang."

🎼🎼🎼


Love In Music (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang