26
.
.
.
🎼🎼🎼"
Soal pertanyaan kamu waktu itu. Sepertinya aku punya pendapat," ucap Rona.
Sekarang Rona tengah menyinggung pertanyaan Elvis tentang kriteria gitaris yang Raja Musik butuhkan. Tentu saja Elvis sangat antusias, dia sampai menarik tempat duduknya lebih dekat dengan Rona.
"Apa?"
"Gak ada yang spesial sih, mereka cuma butuh orang yang skilnya ada, bagus, dan jago. Tapi kalau aku perhatikan mereka kan band ya, otomatis perlu kekompakan. Gak boleh ada yang terlalu menonjol. Dan yang aku lihat dari cara kamu bermain gitar itu terlalu over dan kesannya berdiri sendiri. Kamu ngerti gak?" Jelas Rona panjang lebar.
Elvis mendengarkan dengan seksama sambil menyuapkan mie instan ke mulutnya. Di tambah toping kerupuk sebagai pelengkap. Elvis cukup kagum karena ini kali pertama Rona mengungkapkan pendapatnya sebanyak ini.
"Lalu?" Pancingnya lagi sambil mengusap sudut bibirnya dan terus mengunyah. Meski sibuk makan, telinga dan mata Elvis kini hanya berfokus ke gadis di sampingnya seorang.
"Aku rasa kamu perlu mengenali alat musik yang lain, terus satukan juga jiwamu. Jangan berfokus ke gitar aja supaya nanti musik yang di hasilkan juga sampai ke pendengar. Itu menurut aku aja sih." Rona menunduk sambil memainkan kakinya. Tidak berani menoleh ke samping sebab Elvis memandanginya begitu intens.
"Gue sih, gak terlalu suka dikritik orang lain, bawaannya pengen nonjok-"
"Maaf, aku gak bermaksud sama sek-" Buru-buru Rona menyanggah.
"Kecuali Lo Na. Kan gue tadi yang minta pendapat Lo. Udah sih santai aja, gue terima kritikan Lo, gue juga baru sadar kalau gue kayak gitu." Setelah suapan terakhir Elvis menyimpan mangkuk kosong di bawah kursi sebab di sini tidak ada meja. Ada sih tapi penuh sama orang-orang yang neduh juga sambil minum kopi dan jajan gorengan.
"Na," ucap Elvis agak ragu. Dia sebenarnya ingin curhat tentang dunianya.
"Ya?"
Tapi, begitu melihat tatapan polos Rona serta kulit gadis itu yang semakin pucat, Elvis tidak ingin berbagi hal yang tidak mengenakan pada gadis itu. Sebetulnya alasan Elvis masuk ke dunia ini karena ayahnya dulu juga sepertinya. Namun bedanya dulu sang ayah hanya pengamen jalanan yang sibuk mengais uang recehan sambil membawa uku lele kemana-mana. Sering juga ayahnya di cemooh orang lain hingga ayahnya mengubur mimpinya dalam-dalam. Elvis tidak mau hidup seperti ayahnya. Elvis tidak boleh mengubur keinginannya.
"Lo yakin gak mau pinjem jaket gue?" Tawarnya sekali lagi. Angin kencang semakin membuat tubuh keduanya menggigil. Elvis saja sudah merasakan demikian. Apalagi Rona yang tubuhnya hanya dibalut seragam.
"Tidak," tolaknya sekali lagi. Rona tidak suka Elvis membuka jaketnya sedangkan Rona memakainya. Itu kan jaket Elvis, lagipula ini kesalahan Rona yang lupa bawa kardigan.
Elvis menoleh ke belakang tepat ke ibu-ibu warung, "Bu ada selimut gak? Boleh pinjem Bentar? Pacar saya kedinginan soalnya."
Mata Rona melotot! Hampir saja dia menginjakan kakinya ke kaki Elvis karena telah berbicara sembarangan. Mana di sini banyak orang lagi.
"Adanya sarung dek. Nih, masih bershi kok baru di angkat di jemuran," balas ibu warung.
"Makasih Bu." Elvis menyerahkan kain sarung itu ke Rona yang menerimanya tanpa ba-bi-bu. Bisa repot dia kalau Elvis ditolak lagi. Mungkin laki-laki ini bakal berbuat lebih nantinya. Meskipun Rona tahu kalau Elvis mengatakan itu niatnya hanya bercanda, tetap saja Rona tidak nyaman ketika Elvis menyebutnya sebagai pacar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Music (SELESAI)
Teen FictionNamanya Rona, namun tidak seperti namanya. Gadis itu memiliki kulit yang pucat, tubuh yang lemah dan kehilangan semangat. Dirinya ada diambang hidup dan mati, ini semua karena penyakit yang perlahan menggerogoti tubuhnya. Namun, dengan satu alasan R...