Hesa meletakkan ranselnya di tempat duduknya semula. Ia tidak bisa duduk sendirian di meja Nora yang lama, yang terletak di tengah-tengah kelas urutan paling belakang. Bisa-bisa ia akan cepat ketahuan untuk berusaha mencari contekan.
Hesa pindah karena hari ini Bu Henny, guru mata pelajaran matematika memberitahu akan ada ulangan dadakan tanpa menjelaskan materi terlebih dahulu. Tanpa berpikir panjang lagi, ia kembali duduk di samping Aelea. Posisi tempat duduk yang sangat cocok untuk mencari contekan atau melihat contekan dari Lean yang didapatnya dari siswa pintar nomor 4 di kelas kalau masalah matematika.
"Wah, wah, lo udah nggak gengsian lagi, Sa?" tanya Keano tiba-tiba dari pintu kelas dengan suara yang keras.
Lean yang berada di samping Keano pun ikut menimpali. "Udah mau pindah lagi nih? Lagian ngapain nurut amat sih sama kata Bu Yulia, kita juga nggak salah, kok."
"Gue pindah karena hari ini ulangan matematika, njir," kesal Hesa sambil melihat isi laci mejanya yang kini dipenuhi dengan empat buah novel setebal dua buku cetak yang ia yakini itu milik Nora.
Hesa menghela napas berat. Baru saja terpikirkan olehnya untuk membuat jimat, tapi urung karena melihat isi lacinya yang ternyata buku larangan untuk diletakkan di dalam laci saat jam pelajaran. Ia pun kini berusaha bersikap bodoh amat dengan ulangan yang akan datang dan ikut menyimak percakapan Lean dan Keano yang kini sudah tidak menggodanya.
Namun, Hesa teringat dengan sosok yang duduk di sebelahnya. Untung saja pagi ini gadis itu belum datang ke kelas. Jadi, ia duduk di sana tanpa menjelaskan alasannya terlebih dahulu. Sekaranglah waktunya untuk dia memikirkan alasan yang tidak membuat nama baiknya buruk karena niatnya pindah agar bisa mencari contekan.
Baru saja Hesa ingin memikirkan alasan lain, seorang gadis yang ia kenali menyapanya dengan terkejut. "Eh, Hesa? Kamu udah pindah, ya?"
Hesa memejamkan matanya sebentar lalu tersenyum ke arah Aelea tanpa mengeluarkan sepatah suara pun. Ia bingung harus menjawab bagaimana dalam keadaan saat ini. Jika ingin ia menjawab, ia teringat dengan seseorang yang mengirimkannya surat ancaman dua minggu yang lalu. Hesa tidak takut dengan ancaman untuk dirinya karena ia bisa melindungi diri sendiri. Namun, Hesa takut ancaman itu tertuju kepada Aelea dan mengakibatkan kejadian di toilet yang menimpa Aelea terulang kembali.
Hesa cukup hanya melindungi Aelea diam-diam. Tidak perlu terlihat oleh gadis itu, tapi terkadang ia berpikir tentang bagaimana perasaan Aelea saat ia jauhi dan ia cuekin.
"Hesa? Kamu duduk di sini lagi, kan? Nggak jauhin aku lagi karena hukuman gak jelas itu, kan?" tanya Aelea sambil menoleh ke arah Hesa setelah duduk di bangkunya.
Hesa menoleh dan tersenyum, lalu ia menjawab dengan kata-kata yang langsung keluar dari mulutnya tanpa ia saring terlebih dahulu tanpa dipikir terlebih dahulu. "Gue duduk di sini cuma pas ulangan matematika, mau nyontek ke Lean."
Aelea yang mendengarnya hanya bisa melongo hingga Hesa berdeham yang memalingkan wajahnya. Sesaat setelahnya, Aelea menutup mulutnya untuk menahan gelak tawa yang ingin ia semburkan. Bisa-bisanya Hesa menjawab dengan polosnya bahwa ia pindah karena ingin mendapat contekan saat ulangan matematika nanti.
Hesa hanya melihat keluar jendela. Berusaha untuk mengalihkan pandangan Aelea dari wajahnya. Entah kenapa sekarang ia merasa malu saat Aelea terkikik geli mendengar jawabannya tadi.
"Kamu bisa kok lihat punyaku nanti, jangan ke Lean, dia kan juga hasil contek punya orang," kata Aelea berusaha mengajak Hesa berbicara.
"Hmm," jawab Hesa singkat. Padahal hati dan pikirannya merasa senang saat mendengar perkataan Aelea. Ia tidak perlu repot-repot menunggu contekan dari Lean, Hesa tinggal melihat punya Aelea.
"Hesa, aku pintar di matematika juga loh," kata Aelea lagi. Tampak tidak menyerah untuk mengajak Hesa berbincang-bincang sebelum jam pelajaran pertama di mulai.
"Hesa, aku lihat kamu jarang berhenti di taman lagi sekarang. Kenapa? Apa kamu bosan foto taman terus?" tanya Aelea sambil menoel-noel bahu Hesa yang masih memandang keluar jendela.
"Hesa, ak—"
"Alea, kita nanti bicara di taman pas pulang sekolah. Ada yang mau gue bicarain," kata Hesa tiba-tiba memotong perkataan Aelea.
Hesa mengalihkan pandangan dari jendela ke arah Aelea yang terdiam karena perkataannya baru saja. Apakah semengagetkan itu ajakannya untuk berbicara berdua saja?
"Mau nggak? Gue tunggu di taman, lo kan harus piket dulu hari ini," kata Hesa yang masih direspon diam oleh Aelea.
Hesa juga ikut diam menunggu jawaban dari gadis itu. Hingga kedatangan Nora yang langsung mengusir Hesa dari tempat duduk mengganggu mereka berdua.
"Kenapa lo duduk di sini?"
Hesa pun hanya tersenyum misterius sambil tetap duduk di bangku kesayangannya itu. Saat Aelea ingin menjawab, Hesa langsung mendekatkan wajahnya ke bahu gadis itu.
"Diam aja, malu-maluin gue nanti kalau lo bilang kayak yang gue bilang tadi," bisik Hesa lalu tersenyum lagi ke arah Nora.
Nora yang kebingungan pun tetap mengusir Hesa dari tempat duduk tersebut. Sampai-sampai Hesa pun terpaksa mengatakan hal yang sejak dulu ingin ia katakan.
"Gue mau balik duduk di samping Alea, bosan sendirian," ujar Hesa yang membuat Nora berhenti mengusirnya.
Gadis yang memegang novel itu mengerutkan dahinya hingga Lean dan Keano mengode Nora untuk segera pindah tempat duduk. Nora pun terpaksa menurut. Sebenarnya ia senang Hesa kembali terlihat tidak menjauhi Aelea, tetapi ia merasa tidak rela kembali pindah duduk sendirian di tengah-tengah kelas. Saat ia duduk bersama Aelea, hari-harinya terasa lebih menyenangkan. Sayang sekali saat pertama kali gadis itu datang ke kelasnya, Nora hanya acuh tak acuh terhadap siswa baru itu dan sekarang saat Aelea duduk bersama Hesa, ia merasa sedikit iri.
Setelah kepergian Nora, Aelea pun kembali menghadap ke arah Hesa yang masih menunggu jawaban. Aelea tidak perlu berpikir untuk menjawab iya, tetapi Aelea memikirkan kesenangannya saat Hesa mengajaknya kembali untuk berbicara setelah dua minggu lebih dijauhi.
"Jadi ... gimana, Lea?" tanya Hesa lagi.
"Tunggu aku, ya, Hesa," jawab Aelea yang disambut hangat oleh Hesa. Laki-laki mengeluarkan kamera polaroidnya lalu mengajak Aelea berbincang-bincang sampai bel jam pelajaran pertama dimulai. Hampir saja scrapbook yang isinya tentang Aelea ia letak di atas meja saat ingin menunjukkan scrapbook miliknya yang satu lagi.
Sementara itu, Lean dan Keano yang duduk di depan mereka berdua, mempersiapkan telinga baik-baik sambil saling bertatapan. Tatapan yang menyiratkan kebahagiaan saat melihat Hesa kembali ingin berbicara dengan Aelea. Bahkan, tanpa mengatakan isi pikiran masing-masing, Lean dan Keano seolah merasa sepemikiran.
"Are you thinking what I'm thinking?" bisik Lean sok menggunakan bahasa Inggris.
Keano pun menjawab dengan percaya diri. "Of course. Lo mau nguping pembicaraan mereka?"
"Bukan, Bego," jawab Lean terdengar oleh Hesa dan juga Aelea yang sedang membicarakan kamera polaroid.
"Ngapa lo?" tanya Hesa kebingungan yang dibalas gelengan cepat oleh Keano dan Lean. Setelah Hesa kembali berbincang dengan Aelea, Lean pun mendekatkan mulutnya ke telinga laki-laki yang duduk di sebelahnya.
"Gue mau comblangin mereka lagi, pake jurusnya Pak Oki besok pas olahraga," bisik Lean ke telinga Keano.
"Gimana caranya?" tanya Keano.
"Lihat aja besok jam olahraga."
❃.✮:▹ ◃:✮.❃
Hallo! Aku kembali lagi setelah sehari tidak update kemaren.
Lagi-lagi karena keasikan main game😭
See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hesa and Aelea「 END 」
Teen Fiction「Hesa and Aelea」 Percayakah kalian pada pertemuan pertama yang jarang terjadi membuat hubungan itu akan menjadi spesial? Awalnya Hesa tidak akan percaya dengan hal itu. Namun, kini Hesa mempercayainya sejak bertemu dengan gadis polos nan baik bernam...