「39. Hesa dan Petunjuk Pertama」

7 2 0
                                    

Tamara benar-benar membuatnya pusing dengan meninggalkan satu petunjuk yang isinya adalah teka-teki. Selama jam pelajaran berlangsung, Hesa tidak bisa fokus sama sekali dengan pelajaran yang diterangkan oleh Bu Ratna. Beruntung sekali kelasnya kali ini Ratna tidak jadi memberikan ulangan matematika karena katanya beliau ada urusan penting. Jadi, hanya menjalankan satu jam pelajaran pertama saja dan tiga jam pelajaran lainnya adalah jam kosong.

Namun, bukan Bu Ratna namanya jika tidak memberikan tugas sepanjang tubuh ular dan memiliki anak-anak mereka yang tidak hanya dua, tapi lima. Bayangkan saja ada 10 soal dengan masing-masing 5 anak, jadi totalnya seluruhnya ada 50 soal yang harus dijawab sampai lusa.

"Nyebelin tuh guru, masa sepuluh soal banyak anaknya, terus dikumpulin lusa!" dumel Nora yang kini duduk di bangku Aelea untuk menemani Hesa agar tidak duduk sendirian.

"Bener tuh, mana kita juga harus fokus sama pencarian Alea," timpal Lean sambil menyimpan buku catatan, buku tugas, dan buku paket matematikanya ke dalam tas. Kini laki-laki itu memutar bangkunya agar bisa nyaman berbicara tentang Aelea dengan Hesa.

Keano juga ikut-ikutan menyimpan semua yang bersangkutan dengan matematika ke dalam tas dan mencari posisi duduk yang nyaman, sehingga terlihat seperti membentuk kelompok.

"Lo nggak ada pikiran ajaib gitu, Ra, tentang Alea?" tanya Keano yang dihadiahi jitakan oleh Nora.

"Gue aja baru tahu tentang Alea hilang tadi pagi," kata Nora yang kini beralih ke arah Hesa. "Lo ada sesuatu yang mengganjal nggak, Sa?"

Hesa sontak menoleh ke arah teman-temannya yang kini sudah duduk seperti membuat kelompok. Ia pun mengerutkan dahinya, kebingungan sejak kapan mereka sudah membahas Aelea saja, padahal baru sebentar ia menatap ke arah jendela.

"Apa?" tanya Hesa.

"Gue tanya, lo ngerasa ada sesuatu yang mengganjal nggak yang ada hubungannya sama Aelea?" Nora kembali mengulang pertanyaannya dengan santai.

"Ada satu, tapi gue kurang yakin."

"Yang dibilang sama Tama tadi pagi, Sa?" tanya Lean memastikan.

Hesa menggelengkan kepalanya. Tadi selama jam pelajaran bahasa Indonesia sampai matematika, ia mencoba mengingat hal-hal yang ada hubungannya dengan Tamara dan Aelea sejak awal. Dan Hesa menemukan satu kejanggalan yang jawabannya tidak dapat ia pikirkan sendiri. Ia pun mengeluarkan secarik kertas yang sudah lecek ke atas meja.

Lean yang melihat sekilas bentukan kertas itu pun sudah mengetahui itu surat yang mana. Sementara itu, Nora dan Keano sama-sama membaca isi tulisan yang ada di kertas tersebut.

"Ini, pertama, surat pertama yang gue dapat di laci meja dan gue yakin penulisnya ini Tama. Di sini tertulis awalnya dia kelihatan ngingetin gue tentang Aelea, tapi dibagian akhir, dia malah ancam gue kalau Alea semakin dekat sama gue. Apa hubungannya?" Hesa menjeda sebentar penjelasannya. "Kedua, setelah Alea menceritakan masa lalunya ke gue dan ada sangkut pautnya sama kalimat yang di kertas itu dan saat gue bertemu Tama sesekali, gue ngerasa aneh sama sifatnya Tamara. Mudah berubah-ubah gitu. Ketiga, mengingat Alea sejak pacaran sama gue, Alea udah diteror dan diganggu terus sama Tama, gue nggak bisa menemukan alasan apa yang membuat Aelea selalu jadi kambing hitamnya Tama dan hubungannya sama gue."

Ada jeda beberapa menit setelah Hesa menjelaskan hal-hal dipikirannya dengan panjang lebar. Hesa pun melihat raut wajah serius di wajah Keano dan Nora, lalu melihat raut wajah kebingungan di wajah Lean.

"Panjang amat, gue nggak paham," celetuk Lean akhirnya setelah berusaha untuk mencerna penjelasan Hesa itu.

"Jadi, lo ngira Tama Tama itu penderita skizo atau bipolar?" tanya Nora yang membuat Lean, Keano, dan juga Hesa sontak menoleh ke arahnya dengan raut wajah yang tidak tahu apa-apa.

"Apaan tuh?" tanya Keano yang diangguki oleh Hesa dan Lean.

"Kalian nggak tahu? Masa, sih, njir? Bego banget," tanya Nora yang membuat Hesa, Lean, maupun Keano sama-sama merasa tersinggung.

"Gue dapat, nih, di google," kata Keano sambil mendikte apa saja yang dibacanya di salah satu website tentang skizo yang dimaksud Nora.

"Apa tuh?"

"Skizofrenia adalah gangguan mental berat yang dapat memengaruhi tingkah laku, emosi, dan komunikasi. Penderita skizofrenia bisa mengalami halusinasi, delusi, kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku," dikte Keano yang membuat kerutan didahi Hesa dan Lean semakin dalam.

"Hubungannya apaan anjir? Nggak ngerti gue," celetuk Lean yang sudah ketinggalan jauh dari kata paham.

"Maksud lo, Ra, Tama ini hampir mirip penderita skizofrenia yang dijelasin Keano tadi?" tanya Hesa yang dibalas anggukan oleh Nora.

"Gue mikirnya gitu karena seperti kata lo tadi sifatnya mudah berubah-ubah," kata Nora.

"Ini, nih, ada yang lebih cocok. Namanya mood swing yang artinya mood yang mudah berubah-ubah ...." Keano menjeda perkataannya lalu menatap Hesa dan Lean secara bergantian, setelah itu barulah ia mengatakan hal yang membuat Nora hampir saja menonjok kepalanya dengan buku paket matematika yang tebal itu. "Kayak Nora banget njir kalau sedang diganggu, iya nggak, Sa, Yan?"

Hesa dan Lean otomatis menggelengkan kepalanya, walaupun mereka berdua sangat setuju dengan perkataan Keano itu. Mereka berdua hari ini tidak ingin terkena amukannya Nora yang mengerikan itu.

"Apa lo bilang tadi?"

"Nggak, Ra, maaf keceplosan!" Keano menutup kepalanya dengan tangan.

"Udah, udah. Lanjut, No, gue dapat gambaran dikit," kata Hesa sambil melerai Keano dan Nora.

Setelah memastikan Nora tidak akan menonjok kepalanya dengan buku paket matematika yang tebal itu, Keano pun melanjutkan perkataannya tentang mood swing.

"Penyebabnya itu Kondisi hormon, ketidakseimbangan kimia otak, menderita penyakit tertentu, dan gangguan mental."

Hesa pun terdiam sejenak. Memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan diskusi mereka berempat sekarang. Sifat Tamara bisa dibilang mood swing karena saat ia bertemu Tamara pertama kali di taman, gadis itu menunjukkan sifat yang baik. Lalu, saat Tamara bertemu dirinya lagi di rooftop, gadis itu menunjukkan sifat yang berbeda lagi, padahal Hesa tidak mempunyai masalah dengan Tamara.

Kemudian, saat Tamara bertemu Aelea berdua saja, sifat gadis itu tampak sangat membenci Aelea. Kemudian harinya saat Tamara bertemu Aelea yang waktu itu diperhatikan dari jauh oleh Hesa, gadis itu tampak menunjukkan raut wajah bahagia saat mengobrol dengan Aelea.

Jadi, satu hal tentang Tamara masih membuatnya kebingungan. Sifat yang selalu berubah-ubah itu membuat Hesa juga tidak bisa memikirkan alasan Tamara untuk menyakiti Aelea sekarang.

Walaupun Aelea sudah menceritakan alasan Tamara mencelakainya atau membuat mental Aelea jatuh, itu tidak membuat Hesa yakin bahwa itu benar-benar alasan yang sebenarnya Tamara selalu mengganggu gadisnya.

Saat melihat sosok yang mirip Tamara dari kaca jendelanya, ia menatap sosok itu dengan tatapan yang ingin menjatuhkan gadis itu sedalam-dalamnya.

"Lo mau bermain-main, ya, Tama? Gue juga bisa ikut permainan lo," gumam Hesa sambil terus menatap punggung seseorang yang mirip dengan Tamara.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Hallo!

See you next part!

Hesa and Aelea「 END 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang