「38. Aelea dan Danang」

6 2 0
                                    

Ruangan gelap dan tidak ada suasana lain selain hampa yang membuat Aelea sudah berkali-kali hampir ketiduran sejak Tamara meninggalkannya sendirian di sini dari pagi. Namun, ia tidak pernah benar-benar tertidur dengan nyenyak karena pikirannya selalu waspada. Apalagi sekarang Aelea sendirian dan ia takut jika sewaktu-waktu Pak Danang datang menemuinya.

Sebelum pergi, Tamara memberitahu Aelea bahwa gadis itu akan berangkat ke sekolah. Hal itu membuat Aelea berpikir bahwa Tamara nekat sekali untuk pergi sekolah. Namun, ada sedikit harapan Hesa mengetahui bahwa Tamara yang menculiknya dan menemukannya secepat mungkin.

"Aku kangen mama, mama pasti khawatir banget sama aku. Ini udah 16 jam sejak aku keluar dari rumah," gumam Aelea sambil menatap sekitarnya dengan tatapan putus asa.

Sudah 16 jam dan belum ada tanda-tanda orang akan menemukannya di tengah-tengah hutan ini. Tempat ini hanya dirinya dan Tamara yang tahu atau orang-orang yang berhubungan dengan Tamara juga mengetahuinya.

Tiba-tiba pintu kayu ruangan itu terdengar bunyi kunci terbuka, sontak Aelea melihat ke jendela kecil di ujung sana dan matahari tidak terik. Jadi, tidak mungkin yang membuka kuncinya itu Tamara karena jadwal pulang sekolah di SMA Galang minimal jam 1 siang.

Aelea mencari-cari sesuatu di sekitarnya untuk membela diri. Jika tidak ia ingin benar-benar menghilang atau bersembunyi agar tidak berhadapan dengan seseorang yang akan masuk ke dalam ruangan ini.

"Semoga nggak Pak Danang, semoga nggak Pak Danang, semo-"

Namun, seorang pria paruh baya seumuran ayahnya membuka pintu dan menyapanya dengan lembut yang membuat Aelea merinding seketika.

"Hallo, Gadis Pengecut."

Aelea menundukkan kepalanya dan menatap lantai sambil berdoa kepada Tuhan agar Danang tidak bersikap kasar kepadanya, seperti yang pernah diceritakan Tamara dulu tentang kekerasan Danang kepada Tamara. Aelea takut dipukuli atau hal-hal kasar lainnya yang pernah dialami Tamara.

Seumur-umur, Aelea tidak pernah menerima kekerasan dalam bentuk fisik. Kalau jika ada dua pilihan antara kekerasan fisik seperti dipukuli atau kekerasan dalam bentuk mental seperti yang dilakukan Tamara, lebih baik Aelea menerima yang dilakukan Tamara daripada kekerasan dalam bentuk fisik.

"Kenapa diam aja? Nggak mau ngomong sama saya lagi?" tanya Danang sambil melangkah mendekat ke arah Aelea yang menundukkan kepalanya.

Danang pun bangkit dan pindah duduk ke sebuah sofa yang masih berada di dalam ruangan yang sama sambil menatap Aelea yang ketakutan. Ia ingin langsung membunuh gadis itu, tetapi ia juga teringat dengan rencana Tamara untuk menyakiti Aelea secara perlahan-lahan dan menyakitkan.

Sudah dua jam Danang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya dan memikirkan rencana apa yang bagus untuk menyiksa gadis itu. Sementara Aelea terus menundukkan kepalanya karena takut dengan Danang.

"Sayang banget, ya, udah berteman sama anak saya bertahun-tahun. Eh, ternyata dikhianati sama anak saya."

Aelea menatap lantai dengan telinga yang dipasang dengan jelas. Ia tidak menangkap dengan jelas maksud Danang berkata seperti itu. Aelea pun melihat bayangan Danang tidak di hadapannya lagi.

"Sayang banget juga, ya, kamu jadi anaknya Arya."

Sontak Aelea mendongak ke atas saat mendengar perkataan terakhir Danang itu. Dan Tamara keceplosan membantah perkataan Danang tadi. "Maksud Bapak apa ngomong gitu?"

"Akhirnya kamu ngomong juga," kata Pak Danang yang kini kembali mendekati Aelea, bahkan berjongkok di depan Aelea yang terduduk di lantai.

Sontak Aelea kembali menundukkan kepalanya. Tidak berani melihat Danang yang menurutnya sangat mengerikan itu.

"Kalau aja kamu nggak anaknya Arya, ya, nggak bakal gini jadinya nasib kamu, Nak. Kamu kan udah dewasa sekarang, jadi mengerti dong apa maksud perkataan saya," kata Danang sambil memegang dagu Aelea dan membuat gadis itu mendongak untuk menatapnya.

Mau tak mau, Aelea terpaksa mendongak ke atas dan langsung menatap wajah Danang yang sudah merah padam, pasti beliau menahan amarah. Aelea pun buru-buru memejamkan matanya karena takut melihat wajah Danang yang menakutkan itu.

"Lihat wajah saya!" bentak Danang yang membuat Aelea semakin memejamkan matanya dengan erat.

Aelea semakin tidak berani untuk menatap wajah Danang. Ia mengepalkan tangannya yang terikat di belakang punggungnya untuk menahan rasa tangis yang ingin keluar dari sudut matanya.

"Lihat sekarang!" Lagi dan lagi Danang membentak Aelea yang kini tepat di telinga kanan gadis itu.

Namun, Aelea tak kunjung melihat wajah Danang yang sudah merah padam. Akibatnya, sebuah tamparan keras hinggap di pipi kanan dan kiri Aelea secara bergantian yang membuat Aelea merintih kesakitan karena ia baru pertama kali ditampar seperti itu.

"Saya bilang sekarang lihat wajah saya."

Dengan terpaksa, Aelea pun membuka matanya secara perlahan dan menatap wajah Danang yang raut wajahnya penuh amarah. Buliran air mulai berjatuhan sedikit demi sedikit dari sudut mata Aelea. Gadis itu berusaha untuk tidak terlihat semakin menyedihkan.

"Apa di wajah saya ini terlihat seperti kriminal, hah?" tanya Danang penuh emosi di setiap perkataannya.

Ingin rasanya Aelea mengangguk sebagai jawaban karena sekarang wajah Danang terlihat seperti kriminal kejahatan yang terlibat dalam kekerasan, tapi ia pasti kena akibatnya nanti jika benar-benar mengangguk. Alhasil, sekarang Aelea menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Ngomong, bukan geleng-geleng aja!" Satu tamparan lagi hinggap di pipi Aelea.

"Ba-bapak ... nggak kayak ... kri-kriminal," jawab Aelea terbata-bata.

"Lalu, apa saya ini terlihat miskin dan membutuhkan banyak uang selama kamu berteman dengan Tamara?"

Jika pertanyaan Danang seperti itu, tanpa pikir panjang Aelea menggelengkan kepalanya sambil mengatakan satu kalimat yang membuat Danang tidak menamparnya lagi. Aelea tidak tahu apakah jawabannya itu benar-benar menyelamatkan dirinya dari tamparan lagi atau bahkan yang lebih parah, tapi Aelea berharap itu benar-benar menyelamatkannya.

"Nggak, dari Tamara saya tahu kebutuhan anak bapak tercukupi, jadi nggak butuh banyak uang."

Sekarang dagu Aelea dipegang Danang agar gadis itu tetap melihat wajahnya kini. "Terus, kenapa Arya menuduh saya menggelapkan uang perusahaan?"

"Sa-saya nggak tahu, Pak," jawab Aelea ragu-ragu.

Ternyata hal yang ditakutkan Aelea pun benar-benar terjadi. Sebuah pukulan keras mengenai kepalanya yang membuat Aelea merasa sangat pusing.

Aelea benar-benar menangis sekarang karena rasa sakit yang ada dikepalanya lebih menyakitkan daripada tamparan dipipinya. Setelah memukulnya begitu saja, Danang pun meninggalkan Aelea di sana sendirian menahan rasa sakit itu karena menerima panggilan dari seseorang.

Saat Danang tidak kembali selama beberapa menit kemudian, barulah Aelea benar-benar mengeluarkan tangisannya yang membasahi wajah imut gadis itu. Baru juga sekali Aelea menerima kekerasan seperti itu, Aelea tidak tahan lagi dan ingin secepatnya kabur dari sana. Namun, tangan dan kakinya diikat dengan kuat dengan tali tambang. Bersorak minta tolong pun rasanya sia-sia saja karena tidak akan ada orang-orang berlalu lalang di sebuah rumah di tengah-tengah hutan begini.

Sekarang Aelea hanya bisa berharap kepada Tuhan untuk bisa membawa orang baik untuk menyelamatkannya dari sini secepatnya.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Hallo!

Aelea is back, hari ini akan double up, nantikan beberapa jam lagi update bab 38!

See you next part!

Hesa and Aelea「 END 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang