Sudah dua hari berlalu dan tidak ada tanda-tanda orang yang menemukannya di tengah hutan ini. Walaupun ia selalu dikasih makan pagi dan makan siang, tetapi Aelea tidak tahan berlama-lama di sini lagi.
Danang selalu memukul dan menamparnya untuk melampiaskan amarahnya setiap datang ke rumah di tengah hutan itu. Entah apa yang ada dipikiran Danang sampai begitu benci dan dendam kepada Aelea, padahal Aelea itu hanya anaknya Arya dan tidak ada sangkut paut dirinya dengan dendam Danang ke Arya.
Sementara itu, Tamara juga semakin mengancamnya untuk menyakiti Hesa dan memberikan kata-kata yang tidak ingin Aelea dengar, seperti kata-kata hasutan yang Aelea tidak yakin ada benarnya.
Aelea tak habis pikir dengan anak dan bapak itu. Kenapa mereka tega menculik Aelea dan berbuat kasar kepadanya yang tidak bersalah ini?
"Woy, bangun, anjir. Mentang-mentang hari pertama gue baik ke lo, lo jadi seenaknya tidur gitu aja?" bentak Tamara sambil menjambak rambut Aelea dan menariknya ke atas sehingga Aelea merintih kesakitan.
"Mau lo apa, sih?" balas Aelea sambil berusaha menahan rasa sakit itu kembali.
Tadi, sebelum Tamara datang, Danang juga menghampirinya dengan meluapkan emosi pria itu kepadanya dengan memukul kepala Aelea.
"Berdiri, lo ikut gue sekarang!"
Aelea mengerutkan dahinya. Padahal kakinya diikat dengan tali. Bagaimana caranya untuk berdiri?
Tamara yang menyadari kebodohannya pun memanggil dua preman bawahannya Danang untuk membawa Aelea keluar dari rumah di tengah hutan ini. Hesa sudah mendapatkan satu petunjuk kemarin sore yang artinya keberadaan Aelea di sini bisa saja dicium oleh Hesa.
Tamara melupakan ponselnya terletak di atas meja di teras rumahnya yang sedang menampilkan foto Aelea tersekap di rumah di tengah hutan ini. Walaupun itu hanya foto Aelea saja dan tidak menunjukkan dimana keberadaannya dengan detail, tapi Tamara tidak bisa merasa aman lagi. Apalagi tadi Hesa dan Lean mau memanggil polisi untuk ke rumahnya.
Hal ini belum Tamara beritahukan kepada Danang karena gadis itu terlalu takut jika Danang malah memarahinya. Alhasil, Tamara bergerak sendiri tanpa campur tangan Danang sekarang dan ia sudah membayar anak buah Danang yang bertugas menjaga Aelea untuk membantunya.
"Bawa dia ke tempat yang saya bilang tadi, di desa terpencil sana, jauh dari kota, ya," kata Tamara setelah menutup telinga Aelea dengan erat agar tidak mendengar perkataannya. Mata dan mulut Aelea sudah ditutup kembali dengan kain.
"Baik."
Tamara pun tersenyum miring saat melihat mobil yang dinaikinya sudah menjauhi rumah tua ditengah-tengah hutan itu. Sekarang Tamara sudah bisa bernapas lega karena ia tidak perlu mengkhawatirkan tentang Hesa yang akan menemukan keberadaan Aelea.
❃.✮:▹ ◃:✮.❃
A
elea tidak bisa melihat apa-apa lagi sekarang. Aelea yakin ia akan dibawa ke suatu tempat yang jauh dari rumah tua itu oleh Tamara karena sudah lama rasanya ia merasakan mobil yang dinaikinya tetap berjalan tanpa berhenti.
Aelea menggenggam tangannya di belakang punggung dan memejamkan matanya dengan erat agar bisa menetralisir rasa paniknya sekarang. Gadis itu tambah ketakutan jika ia dipindahkan entah kemana, apakah Hesa dan mamanya bisa menemukan Aelea? Entahlah, Aelea sendiri tidak yakin. Namun, ia akan tetap berdoa agar bisa diselamatkan secepatnya karena Aelea tidak bisa lagi menahan rasa sakit dari Danang.
Hingga beberapa belasan menit kemudian, mobil yang membawanya sudah berhenti di suatu tempat. Aelea tidak mendengar suara mobil dan apa pun yang berisik. Di sini sunyi sekali, hanya mendengar percakapan Tamara dengan seseorang yang mungkin menyopirinya ke sini.
"Lo bilang ke ayah, ya, kalau dia gue bawa ke sini. Di sana udah nggak aman lagi. Bilang seperti yang gue ceritain tadi. Paham?" kata Tamara.
Bahu Aelea pun dipegang seseorang dan mendorongnya untuk keluar dari mobil. Dalam kondisi mata ditutup, tentu saja Aelea tidak bisa melihat apa-apa yang membuat dirinya jatuh tersungkur di tanah dengan wajah yang lebih dulu mencium tanah berpasir itu.
"Hahaha." Tamara menertawai Aelea, lalu dengan sengaja menggenggam pasir dan menyiraminya di atas kepala Aelea.
Aelea hanya bisa menangis dalam diam sambil menahan segala perasaan yang bercampur aduk di dalam hatinya. Ia pun mendorong tubuhnya sendiri dengan kesusahan agar bisa mengubah posisi menjadi duduk.
Gadis baik dan manis itu tidak boleh terlalu putus asa sekarang. Ia pun mengabaikan segalanya dan pasrah akan dibawa kemana oleh orang yang menggendongnya seperti menggendong karung beras.
Isi pikirannya berkecamuk dan negative thinking, perasaannya sudah bercampur aduk entah condong ke yang mana. Aelea takut, mau benar-benar menangis, marah, khawatir, dan panik.
Namun, satu yang bisa Aelea andalkan sekarang, yaitu selalu berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa agar menyelematkannya dari tangan orang-orang jahat ini.
Kata-kata psikiaternya dulu juga melintas begitu saja dipikirannya. Ia harus bisa menahan segalanya demi mamanya yang sudah bersusah payah untuk melindunginya. Aelea harus terus berdoa dan doanya pasti akan dijabah oleh-Nya karena sekarang Aelea tidak bersalah sama sekali.
Wajah-wajah mama, psikiaternya, Hesa, Lean, Keano, dan Nora terbayang-bayang dipikirannya. Mereka semua pasti khawatir sekali dengan kehilangannya.
Setelah Aelea diikat dengan erat disebuah kursi kayu, tidak ada suara-suara apa pun lagi. Mungkin Tamara dan orang-orang yang membawanya ke sini sedang berbicara di luar sana.
❃.✮:▹ ◃:✮.❃
Seminggu kemudian.
"Hallo, Yah. Ayah udah beresin rumah di sana biar nggak ada bukti yang tertinggal?" tanya Tamara ketika panggilannya langsung diterima oleh Danang.
Aelea yang sudah memasang dengan baik telinganya agar bisa mendengar dengan siapa Tamara menelpon dan ternyata dengan Danang.
"Oh, ayah udah beresin dia? Bagus, dong, nggak bakal ganggu kita lagi. Soalnya dia itu suka sekali ikut campur dalam urusan kita, Yah. Di sekolah aja dia bully aku."
Aelea terkejut bukan main mendengar kalimat Tamara itu. 'Dia' yang dimaksud Tamara pasti adalah Hesa, karena Hesa-lah yang selalu ikut campur urusan Tamara, seperti yang tak disukai Tamara. Kini, segala ingatan dan kata-kata motivasi untuk dirinya sendiri tadi tidak ada artinya lagi sekarang. Aelea sudah benar-benar putus asa karena ia tidak tahu apa yang telah diperbuat Danang kepada Hesa.
Namun, yang jelas Danang akan berbuat kasar dan tidak pandang bulu kepada Hesa. Aelea takut Hesa terluka parah atau ... tidak, Aelea tidak mau memikirkan kata yang satu itu.
"Ya Allah, semoga Hesa baik-baik aja. Aku nggak mau orang-orang terdekatku disakiti sama mereka," batin Aelea penuh harap. Lalu, gadis itu pun menambahkan, "Lebih baik aku mati aja lebih cepat sekarang karena kalau aku mati, mereka akan puas dan nggak ganggu mama, apalagi Hesa."
❃.✮:▹ ◃:✮.❃
Hallo!
Wah, wah, bab ini nggak ada author note lagi deh:)
See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hesa and Aelea「 END 」
Ficção Adolescente「Hesa and Aelea」 Percayakah kalian pada pertemuan pertama yang jarang terjadi membuat hubungan itu akan menjadi spesial? Awalnya Hesa tidak akan percaya dengan hal itu. Namun, kini Hesa mempercayainya sejak bertemu dengan gadis polos nan baik bernam...