Hesa tetap terus mengandeng tangan Aelea sampai tidak merasakan hawa keberadaan seseorang yang seperti memperhatikannya. Bahkan, Hesa tidak bisa singgah terlebih dahulu di taman untuk mengambil beberapa gambar kegiatan orang-orang di siang hari itu.
Hesa maupun Aelea tetap setia dengan kebungkaman mereka, tetapi tidak melepaskan gandengan tangan sampai tiba di depan gang perumahan mereka.
"Alea," panggil Hesa tiba-tiba saat mereka ingin berbelok ke kanan, memasuki gang perumahan mereka. Hesa melepaskan genggaman tangan mereka.
"Iya, Hesa?"
"Kita ngerjain tugasnya di rumah gue apa di rumah lo?" tanya Hesa sambil mengeluarkan buku paket fisika miliknya.
Aelea tampak sedang berpikir. "Di rumah aku aja gimana?"
Tanpa perlu berpikir dua kali, Hesa pun menyetujui saran Aelea. "Kalau begitu, lo bawa aja buku ini ke rumah duluan, nanti gue nyusul setelah minta izin sama kakek."
"Oke, Hesa," jawab Aelea sambil menerima buku paket fisika dan juga buku tulis milik laki-laki itu. Lalu, mereka berdua kembali berjalan bersama-sama ke rumah masing-masing yang letaknya tak jauh jika masuk dari gang di sebelah kanan.
"Bye, Hesa," ujar Aelea sambil melambaikan tangannya yang dibalas baik oleh Hesa.
Aelea pun membuka pagarnya dengan hati-hati karena pagarnya yang baru itu selalu menimbulkan suara yang berisik saat didorong maupun ditarik. Setelah pagar itu terbuka hampir setengah halaman, Aelea membiarkan pagarnya terbuka karena ia tahu Hesa akan ke rumahnya sebentar lagi.
"Pagar yang baik, jangan berisik, ya? Lama-lama aku bujuk mama buat ganti pagar yang baru walaupun kamu itu masih baru tiga bulan," kata Aelea sambil mengelus-elus pagarnya dengan penuh kelembutan.
"Assalamualaikum, Mama. Lea pulang," seru Aelea saat memasuki rumah setelah mengetuk pintunya tiga kali.
Namun, tak ada jawaban dari dalam rumahnya. Padahal pintu rumah terbuka lebar begitu saja saat Aelea masuk tadi. Gadis itu pun meletakkan buku-buku di pegangannya dan ranselnya di lantai dekat ruangan televisi. Aelea mengecek setiap ruangan di rumahnya untuk mencari keberadaan Mamanya. Aelea selalu tidak bisa berpikir positif disaat-saat seperti ini.
"Mama!" panggil Aelea terus-menerus.
Tiba-tiba Aelea mendengar ada yang mengetuk pintu rumahnya. Aelea pun buru-buru melangkahkan kaki mendekati pintu.
"Assalamualaikum, Lea," salam Hesa, lalu tersadar saat melihat raut wajah Aelea yang terlihat panik. "Lo abis ngapain panik gitu?"
"Waalaikumsalam. Kamu ada lihat Mamaku enggak, Hesa?"
Hesa yang mendengar pertanyaan Aelea pun langsung menarik tangan gadis itu untuk keluar rumah. "Tuh, Mama lo ada di rumah gue, katanya mau ngasih rendang ke Kakek," kata Hesa sambil menunjuk seorang wanita sedang berbincang-bincang dengan seorang kakek tua di teras rumah Hesa.
Aelea pun bernapas lega karena melihat Mamanya ada di rumah depan. Aelea takut ada apa-apa dan tidak ingin mengakui isi pikirannya yang negative thinking.
"Maaf, Hesa. Aku kelihatan panik gitu," ujar Aelea dengan suara yang pelan. Ia takut laki-laki itu akan illfil dengannya karena begitu saja sudah sepanik itu.
"Nggak apa-apa. Jadi, di mana kita mulai ngerjain tugasnya?"
Aelea kembali masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Hesa tanpa menutup pintu rumah. Aelea pun meminta Hesa untuk duduk dulu di atas sofa yang langsung menghadap ke arah sebuah televisi besar yang ukurannya dua kali lipat dari milik Hesa di rumah kakeknya.
Saat menunggu Aelea yang menghilang entah kemana, Hesa mengamati interior rumah Aelea yang terlihat sangat nyaman dan juga seperti rumah orang kaya. Padahal dari luar rumah, terlihat seperti rumah minimalis yang modern. Namun, ternyata di dalam rumah di dekorasi oleh hiasan-hiasan dan lukisan pemandangan yang indah. Hesa sekarang yakin sifat polos dan baik hati gadis itu terbentuk karena memiliki rumah yang nyaman.
Sementara itu Aelea di dapur sibuk mengobrak-abrik isi kulkasnya untuk membuat sirup dan juga menyiapkan cemilan untuk menemani kegiatan belajar mereka. Aelea sendiri telah diajari saat kecil untuk menjamu tamu dengan sebaik-baiknya. Jika tamu itu adalah temannya sendiri, Aelea bebas menjamu mereka dengan apa saja, begitu yang Aelea ingat dari perkataan panjang lebar Mama saat mendidiknya bertahun-tahun yang lalu.
Setelah mengecek minuman dan cemilan di atas nampan yang akan ia bawa ke ruang televisi, Aelea pun membawa nampan itu dengan hati-hati, takut sirup yang dibawanya tumpah.
"Hesa, ini teman belajar kita, kamu bebas makan sepuasnya, aku punya banyak stok cemilan di kulkas," kata Aelea setelah meletakkan nampan yang berisi dua gelas sirup jeruk dan tiga mangkuk besar yang masing-masing berisi tiga cemilan. Aelea pun menunjuk gelas minumannya dan juga gelas minuman untuk Hesa.
"Makasih banyak, Alea," ujar Hesa sambil mengambil gelas minumannya untuknya dan menyeruput sirup jeruk itu sedikit untuk melepas dahaga.
"Sama-sama."
Hesa pun merogoh saku seragamnya untuk mengambil pena yang selalu nongkrong di sana. Namun, Hesa tidak menemukan penanya di saku seragamnya. Hesa pun juga merogoh saku celananya, tapi hasilnya nihil. "Lah, pena gue kemana ilangnya?"
Aelea yang baru saja mencari halaman 67 di buku paket fisika, menoleh ke samping dan mendapati Hesa yang sibuk mencari-cari penanya. Bahkan Hesa sempat berputar-putar seperti anjing.
Aelea menutup mulutnya untuk menahan tawa. Ia mengambil tasnya untuk mencari pena cadangannya, karena Aelea yang jarang kehilangan pena selalu memakai pena sampai isi tintanya habis atau macet. Namun, gadis itu selalu mempunyai satu pena cadangan. Setelah menemukan pena my gel miliknya, Aelea pun memberikan pena itu kepada Hesa sambil menusuk-nusuk kaki Hesa.
Hesa pun berhenti mencari penanya dan menatap Aelea yang menjulurkan sebuah pena asing kepadanya.
"Buat kamu. Bikin capek sendiri aja nyari barang yang mudah ilang itu," kata Aelea.
Hesa pun menerima dengan baik pena my gel yang tintanya tebal dan sangat Hesa benci itu. Hesa terpaksa menerimanya karena tidak kunjung menemukan pena lilinnya yang seharga seribuan itu. "Makasih, Lea."
"Sama-sama, Hesa."
Hesa dan Aelea pun memulai kegiatan mengerjakan tugas fisika yang akan dikumpulkan besok pagi bersama-sama. Tugas fisika yang memiliki jumlah soal yang memiliki anaknya, tetapi tidak sebanyak anak matematika. Hesa diminta Aelea untuk menjawab nomor 1 sampai nomor 5, karena di awal-awal nomor itu soalnya mudah untuk dikerjakan. Sementara Aelea mengerjakan soal nomor 6 sampai nomor 10 yang soalnya sudah tingkat lanjut dan memiliki satu anak.
Sesekali Hesa meminta berhenti sejenak saat otaknya sudah mumet saat menjawab soal nomor 3 yang tak kunjung menemukan jawaban.
Selama tiga jam mereka mengerjakan tugas bersama-sama sampai akhirnya selesai juga sebelum jam makan malam. Hesa pun buru-buru pamit pulang untuk membersihkan diri. Lalu, akan kembali ke rumah Aelea karena Mama gadis itu mengajaknya untuk makan malam bersama. Mama Aelea juga sudah mengajak Kakeknya dan kedua adiknya itu.
❃.✮:▹ ◃:✮.❃
KAMU SEDANG MEMBACA
Hesa and Aelea「 END 」
Ficção Adolescente「Hesa and Aelea」 Percayakah kalian pada pertemuan pertama yang jarang terjadi membuat hubungan itu akan menjadi spesial? Awalnya Hesa tidak akan percaya dengan hal itu. Namun, kini Hesa mempercayainya sejak bertemu dengan gadis polos nan baik bernam...