Seorang pria paruh baya berjanggut tebal itu sedang duduk di sofa dengan angkuh. Beliau menaikkan sebelah kakinya ke atas meja sambil membaca sebuah majalah dan tidak memedulikan perkataan seorang gadis muda yang sedang berbicara dengannya.
"Ayah enggak dengerin aku ngomong sekarang?" Suara gadis itu melengking keras, di dalam perkataannya penuh dengan emosi.
"Buat apa dengar kamu yang nggak becus ngurusin satu bocah aja?" balas Sang Ayah acuh tak acuh.
"Dengerin aku dulu, Yah! Aku udah berhasil bikin dia trauma lagi!" Gadis itu mengeraskan suaranya agar bisa terdengar oleh ayahnya itu.
Sang Ayah pun memukul meja dengan kakinya sekeras mungkin sehingga meja kayu itu sedikit retak. Pria paruh baya itu meletakkan majalahnya di atas meja dan menatap nyalang ke arah anak gadisnya itu. Ah, bukan, sekarang gadis itu bukan lagi anaknya.
"Kamu mau dihukum, hah? Mau kayak wanita jalang itu, hah?" bentak Sang Ayah yang tak membuat gadis itu berhenti.
"Ayah yang nggak dengerin aku ngomong," kata gadis itu. "Aku udah berhasil, Yah. Sekarang giliran ayah nyuruh anak buah ayah buat rencana kita selanjutnya."
"Berani sekali kamu menyuruh-nyuruh saya," ujar Sang Ayah yang secara perlahan mendekati gadis itu dengan aura yang mengerikan.
Si gadis berambut panjang itu melihat ayahnya sedikit demi sedikit mendekatinya, ia pun melangkah mundur ke belakang hingga berhenti saat ada dinding yang menghalangi. Ia takut pria paruh baya itu membuatnya kesakitan lagi.
"Berani ngomong sekali lagi?" kata Sang Ayah yang terdengar penuh penekanan.
Gadis itu pun menggelengkan kepalanya, tidak ingin bersuara lagi saat ini. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangan. Namun, percuma saja gadis itu terdiam karena ayahnya itu tetap memukul dan menendang dirinya sampai ke pintu ruangan tersebut.
"Kamu nggak berhak nyuruh saya. Kamu itu harusnya melakukan tugas yang saya kasih sebaik mungkin, sebersih mungkin. Apa kamu kira saya nggak tahu kalau anak dari laki-laki sialan itu sekarang dilindungi banyak orang dan kamu cuma kasih teror biasa saja?" Sang Ayah kembali menendang kaki anaknya itu dengan keras.
"Kamu nggak berguna, Tama, sama sekali nggak berguna. Lebih baik kamu sekarang berhenti sekolah dan tinggal di desa sama wanita gila itu," katanya yang masih melakukan kekerasan kepada anaknya yang dipanggil Tama itu.
Ya, gadis itu adalah Tamara. Sekarang Tamara tidak memberikan perlawanan apa pun karena tahu apa yang akan terjadi jika ia melawan ayahnya itu. Tamara hanya menerima segala rasa sakit yang ditimbulkan dari kekerasan ayahnya itu. Tamara tidak bisa mengadu kepada siapapun lagi karena sekarang hidupnya bergantung kepada sang ayah.
Tamara benci dengan mamanya yang pergi meninggalkannya di kota ini setelah diperlakukan buruk oleh ayahnya dan malah mengajak Tamara untuk tinggal di desa. Tentu saja Tamara menolak mentah-mentah ajakan mamanya itu karena ia tidak suka tinggal di desa dan lebih menyukai tinggal di kota yang isinya anak-anak hits semua.
Namun, saat dia sudah bahagia tinggal di kota dan perlahan melupakan sang ibu. Tiba-tiba saja ada kejadian buruk yang menimpa ayahnya, hingga ayahnya itu bangkrut. Tamara yang tidak memedulikan alasan ayahnya bangkrut itu pun mendekati Aelea yang memiliki keluarga kaya.
Sebuah tendangan yang lebih keras dari sebelumnya sampai ke kepalanya sekarang. Dengan terpaksa Tamara menggigit bibir bawahnya untuk menahan rintihan kesakitan. Sekarang ia harus menuruti segala perkataan dan perbuatan ayahnya itu agar Tamara masih bisa tinggal dengan tenang di kota.
"Sore ini saya mau kamu pancing Lea Michelle ke sini. Sudah muak saya menunggu selama satu setengah tahun, tapi hasil dari kamu belum ada juga," kata sang Ayah sebelum pergi meninggalkan Tamara yang tergeletak di lantai sambil menahan rasa sakit itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hesa and Aelea「 END 」
Teen Fiction「Hesa and Aelea」 Percayakah kalian pada pertemuan pertama yang jarang terjadi membuat hubungan itu akan menjadi spesial? Awalnya Hesa tidak akan percaya dengan hal itu. Namun, kini Hesa mempercayainya sejak bertemu dengan gadis polos nan baik bernam...