「37. Hesa dan Petunjuk」

9 2 0
                                    

Semalaman Hesa tidak bisa tidur dengan nyenyak. Laki-laki itu menghabiskan waktu empat jam di teras rumah sampai pukul 03.00 pagi. Setelah suntuk di teras rumah, Hesa masuk ke dalam untuk rebahan dan hanya tertidur satu jam karena Kade membangunkannya untuk pergi sekolah. Semua pikirannya tertuju kepada Aelea yang benar-benar hilang entah kemana dan hari ini juga masih hari sekolah.

Sungguh, Hesa tidak ingin pergi ke sekolah, tetapi pesan dari gurunya semalam juga tidak bisa dibantahkan. Bu Yulia, guru matematikanya itu mengadakan ujian simulasi pelajaran bab pertama di semester genap ini dan seluruh siswa harus ikut. Ancaman bagi siswa yang tidak mengikuti ujian simulasi akan dipanggil orang tuanya ke sekolah dan Hesa tidak ingin merepotkan kakeknya yang setiap hari harus ke ladang. Namun, saat teringat Aelea, Hesa juga tidak ingin gadis itu kerepotan karena ancaman Bu Yulia.

"Abang ngapain bengong di sana?" tanya Kade saat melihat Hesa masih duduk di atas sepeda. Padahal sebentar lagi jam 7 pagi.

"Nggak bengong, De. Sana kamu pergi sekolah, ntar terlambat," kata Hesa sambil tersenyum ke arah adiknya itu.

"Halah, ngaca dulu, Bang, sebelum ngomong." Kemudian, Kade pun berangkat sekolah bersama Naka, karena kedua adiknya sekolah di yayasan yang sama, walaupun beda jenjang pendidikan.

Hesa sengaja datang terlambat ke sekolah karena ia tidak dalam kondisi mood yang baik untuk berangkat ke sekolah. Entah kenapa Hesa tetap ingin pergi ke sekolah dan juga malas untuk berangkat sendirian.

Di tengah-tengah kebingungannya, ponsel Hesa berdering keras membuat laki-laki itu terkejut bukan main. Ia segera mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menelponnya pagi-pagi begini. Hesa melihat nama kontak Lean di sana, Lean Buaya.

"Apa?"

"Lo ke sekolah sekarang! Gue lihat Tama di kelasnya!" seru Lean yang membuat Hesa sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya.

Bukannya menjawab pernyataan Lean, Hesa malah bertanya. "Lo sekolah?"

"Kayaknya lo perlu tukeran otak sama Keano, deh. Ini Keano yang menggebu-gebu mau ketemu Tama, sementara lo responnya nggak enak begitu anjir," kesal Lean sambil mendecakkan lidahnya.

"Tama bilang ke Keano kalau dia emang sekap Aelea goblok!" Lagi lagi Lean berseru keras yang membuat Hesa tersadar dari rasa tidak bersemangatnya.

Hesa pun segera mematikan panggilannya. Ia segera mengambil motor ninjanya dan langsung tancap gas agar bisa sampai di sekolah secepatnya. Mendengar perkataan terakhir Lean membuat Hesa tahu apa yang harus dilakukannya hari ini.

Akibat tidak bisa tidur semalaman, tadi pikirannya sempat berputar-putar mengenai Aelea dan hampir putus asa. Untung saja Lean memberitahu informasi yang sangat berguna itu.

Dalam waktu 5 menit, Hesa sudah tiba di depan gerbang SMA Galang dan langsung memarkirkan motornya di parkiran kelas XII. Dengan terburu-buru Hesa melangkahkan kakinya ke kelasnya Tamara sebelum bel masuk berbunyi.

"Ada Tamara?" tanya Hesa kepada seorang gadis yang sedang mengangkat kursi saat tiba di pintu kelas Tamara.

"Banyak banget yang nyariin Tama, mana ganteng semua," celetuk seorang gadis yang sedang memegang bedak dan cermin.

"Tama dibawa dua teman lo entah kemana," sahut Gibran, teman seangkatannya di klub fotografi dulu.

"Oh, makasih, Bran," jawab Hesa yang dibalas anggukan oleh Gibran dan ia beranjak dari sana menuju kelasnya.

Tiba-tiba Hesa berhenti, tidak mungkin Lean dan Keano membawa Tamara ke kelas mereka. Setelah dipikir-pikir, ada satu tempat yang mungkin dituju oleh kedua sahabatnya itu.

Sesampainya di rooftop sekolah, Hesa menemukan kedua temannya sedang berdiri di depan seorang gadis yang berkacak pinggang sambil tersenyum licik.

"Dimana lo sekap cewek gue?" tanya Hesa tanpa basa-basi.

Tamara, Lean, dan Keano sama-sama terkejut akan kedatangan Hesa yang terlalu cepat. Bukankah belum sepuluh menit Lean menelpon Hesa tadi?

"Ngegas amat. Lo mau tahu?" ujar Tamara yang tetap tersenyum miring.

Hesa pun mendekati Tamara dengan raut wajah yang sudah merah padam. Lean yang peka pun langsung menahan dada dan bahu Hesa untuk tidak semakin dekat dengan Tamara. Lean takut Hesa malah menghajar seorang gadis.

"Hesa, lo cepat amat datangnya njir. Gue kan udah bilang biar Keano yang urus, dia lebih tenang dari kita," bisik Lean yang membuat Hesa berhenti untuk menjauhkan Lean dari hadapannya.

"Lima hari lagi, Lea Michelle bakal balik ke lo kok. Tapi gue gak pastiin masih bernyawa atau udah nyatu sama tanah." Tamara semakin memanasi Hesa sesuai dengan rencananya sendiri. Tamara akan membuat Hesa merasakan kehilangan karena selalu mengganggu rencananya selama ini.

"Maksud lo apaan?" Kali ini yang tersulut emosi bukan Hesa, melainkan Keano yang sejak tadi tenang menghadapi Tamara yang semakin menjadi-jadi dan selalu berbicara ngalur-ngidul tidak jelas atau mengulang-ulang perkataan.

Lean dan Hesa sama-sama diam sambil menatap Keano tidak percaya. Sahabat mereka yang satu itu ternyata bisa tersulut emosi juga terhadap orang yang berkepribadian seperti Tamara. Walaupun Keano juga sering emosi seperti Nora di dalam kelas.

"Kaget gue, Sa. Itu Keano?" tanya Lean yang dibalas anggukan oleh Hesa.

"Loh? Masa nggak paham sama kata gue? Itu loh, gue nggak pastiin Lea Michelle bakal balik ke kalian semua dengan selamat atau udah mati." Tamara menaikkan aslisnya dan menunjukkan raut wajah yang dibuat bingung.

Keano pun mengepalkan tangannya, berusaha untuk kembali tenang, walaupun kini ia jadi susah menenangkan diri akibat perkataan Tamara itu. "Kalau lo benar-benar lakukan hal itu, siap-siap aja hidup lo nggak akan aman ditangan gue."

"Gue nggak takut sama cowok lembek kayak lo, Goblok," jawab Tamara sambil berjalan ke tangga.

Namun, saat melintasi Hesa, Tamara mengatakan sesuatu yang membuat Hesa dan Lean sama-sama kaget mendengarnya.

"Cari dan temukan gue sama petunjuk-petunjuk yang ada di rumah gue. Lo pernah ngintilin gue ke rumah, kan?"

Lalu, Tamara pun berlari menuruni tangga untuk segera ke kelasnya sendiri. Bel sudah berbunyi satu menit yang lalu dan ia tidak ingin berurusan dengan guru, sementara ia punya urusan sendiri sepulang sekolah nanti.

Hesa pun juga mengajak Keano yang sedang menenangkan diri untuk segera ke kelas. Mereka juga harus memberitahukan informasi tentang Aelea kepada guru agar absensi gadis itu tidak kosong dan juga agar guru-guru bisa membantu mereka menemukan Aelea, karena sekarang masih belum 24 jam sejak Aelea hilang.

"Sa, barusan itu Tama nantangin kita? Atau dia emang sengaja ngasih tahu kita informasi itu atau dia pengen Aelea selamat atau dia udah rencanain sesuatu jika kita pergi ke rumahnya untuk cari petunjuk?" tanya Lean bertubi-tubi yang membuat kepala Hesa pusing mendengarnya.

Pikiran Hesa juga memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang serupa dengan Lean. Namun, ia sama sekali tidak bisa mencerna apa maksud dari perkataan Tamara itu.

Namun, satu yang pasti baginya adalah keselamatan Aelea dan menemukan Aelea secepatnya. Hal itu lebih utama dari segalanya sekarang.

"Emang Tama ngomong apa ke kalian tadi?" tanya Keano saat mendengar pertanyaan Lean.

Lean pun menyampaikan perkataan Tamara tadi kepada Keano yang membuat laki-laki yang sangat tenang itu juga mengajukan pertanyaan yang sama dengan Lean.

"Lo berdua nggak perlu tanya ke gue! Pikir sendiri aja, gue bingung juga, pertanyaan gue sama kayak kalian," kata Hesa sambil berjalan terlebih dahulu ke kelasnya.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Hallo! Bagaimana kabar kalian?

8 hari lagi!

See you next part!

Hesa and Aelea「 END 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang