21. ingin menyerah

2.6K 303 27
                                    

____________________
_______________________
______________________
Malam ini terlihat begitu indah. Bulan bersinar begitu terang, bintang bertaburan menghiasi langit malam. Angin yang berhembus lembut membuat malam ini terasa tenang.

Gus Farzan tengah duduk termenung di balkon sembari menikmati suasana malam.

"Seminggu  lagi aku akan menikah dengan laki-laki lain Gus. Ibu menjadikanku dengan anak dari temannya karena ibu kelilit hutang. Cepat datang dan selamatkan aku Gus."  Kata-kata itu terus berdengung di telinga Gus Farzan.

Ya, tadi sore Nazira baru saja menelpon Gus Farzan dan memberitahukan hal itu kepada lelaki itu. Itulah sebabnya dari tadi pikiran Gus Farzan tidak bisa tenang.

Begitu sulit masalah yang dihadapi olehnya. Belum selesai satu masalah namun masalah baru muncul.

"Farzan!" Panggil seseorang berhasil membuat Gus Farzan membuyarkan lamunannya. Lelaki itu menoleh ke sumber suara.

"Dalem Bi," jawab Gus Farzan.

"Apa-apaan kamu?"

Gus Farzan mengernyit heran, "apa maksud Abi?"

"Kamu ngelamar kerja di perusahaan temen Abi kan? apa kamu lupa kalau kamu itu anak dari seorang CEO ternama? jangan bikin Abi malu dong!" Ucap Gus Syaqil.

"Ya emang kenapa sih Bi? Abi mau Farzan bersikap gimana? manja? Farzan udah dewasa dan Farzan berhak untuk mencari pekerjaan sendiri tanpa campur tangan dari siapapun! Abi gak berhak buat ngatur hidup Farzan," ucap Gus Farzan dengan nada tinggi. Tidak biasanya ia berbicara seperti itu kepada orang yang lebih tua, mungkin karena sedang banyak pikiran jadi ia berbicara seperti itu.

"WOI!" Seru seseorang membuat keduanya menoleh ke sumber suara.

Plakk!

Tanpa disangka, seseorang berkemeja hitam itu mendaratkan satu tamparan keras di pipi Gus Farzan.

"PUNYA ADAB GAK SIH LO? GITU CARA LO NGOMONG SAMA ORANG TUA? JAGA ADAB DONG!" Bentak lelaki itu yang tak lain adalah Gus Farhan.

Plakk!

Tanpa segan-segan Gus Farzan membalas tamparan dari saudara kembarnya itu. Saat ini pikirannya sedang tidak tenang, oleh sebab itu emosinya mudah sekali meluap.

"Bacot lo!" Ucap Gus Farzan. Tanpa sadar ia mengungkapkan kata-kata yang dari dulu tidak pernah ia ucapkan sekalipun.

"Bagus ya lo, sekarang udah pinter ngomong kayak gitu," ucap Gus Farhan terkekeh pelan.

"BUAT APA LO MEMPERDALAM ILMU AGAMA KALO SIKAP LO KAYAK GINI HAH?! PERCUMA LO KULIAH DI MESIR SELAMA INI!"

Dengan emosi yang masih meluap-luap, Gus Farzan masuk ke dalam kamarnya.

Brugh!

Tanpa mempedulikan siapapun, lelaki itu membanting pintu dengan sangat keras.

"Kurang ajar dia," gumam Gus Farhan. Ia hendak berjalan ke kamar Gus Farzan yang tidak jauh dari sana, namun tangannya ditahan oleh Gus Syaqil.

"Adik kamu itu sepertinya sedang ada masalah. Biarkan dia sendiri," ucap Gus Syaqil.

Gus Farhan menghela napas berat kemudian mengembuskannya.

Keesokan paginya. Kini jam telah menunjukkan pukul lima pagi, namun Gus Farzan masih tak kunjung keluar dari kamarnya.

"Han,di mana Farzan? tadi dia ikut shalat jamaah kah?" Tanya Queen.

Gus Farhan yang tengah duduk bersama sang istri pun menolehkan pandangannya ke sumber suara, "Farzan tadi gak ikut shalat jamaah Umi. Biarin aja lah gak usah mikirin dia."

Diantara Gus Kembar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang