Bab 8 : Sebuah Kabar

3.5K 524 40
                                    

Tengah malam salju turun lagi, Mu Lin dipindahkan ke kamar yang lebih baik agar bayinya juga tetap hangat. Para pelacur muncul satu persatu ingin melihat bayi ajaib ini, mereka tidak peduli meski bayi dilahirkan oleh seorang laki-laki. Sebagai perempuan, naluri ibu mereka masih tajam. Beberapa pelacur sudah pernah menggugurkan kandungannya dan kini mencurahkan seluruh kasih sayang pada si kecil ini.

Mu Lin tidak tahu harus merasa bahagia atau apa karena anaknya disukai. Hanya saja anak ini akan segera pergi untuk diasuh Tuan dan Nyonya Song, ia membiarkan para pelacur menjenguknya sesuka hati.

Mu Lin terbangun dari tidurnya ketika suara tangisan terdengar nyaring, ketika ia menoleh anak ini tengah menangis kencang hingga wajahnya keriput dan memerah.

"Ssh! Ssh! Jangan menangis." Mu Lin berusaha menangkan anak itu, akan tetapi bayi itu tidak kunjung tenang. Mu Lin kebingungan, apa yang harus ia lakukan?

"Ada apa denganmu? Mengapa menangis?" Mu Lin menepuk pelan dada gadis kecil ini.

Mu Lin hanya memiliki sebuah pemikiran di kepalanya, apakah anak ini kehausan? Tetapi ibu susuan sudah pulang dan ia tidak bisa menghasilkan susu. Mu Lin merasa sangat frustasi dengan situasi ini.

Akhirnya sebuah ide melintas, Mu Lin menyelipkan ibu jarinya pada mulut kecil itu. Tangisan berhenti, bayi membuka matanya lebar dan menyedot ujung ibujari Mu Lin dengan rakus. Anehnya anak ini tidak rewel meski ditipu semacam ini.

Mu Lin menatap bayi itu dalam. Ia sekarang dapat yakin bahwa ini adalah bayi tercantik yang pernah ia lihat. Bahkan tubuh gadis kecil ini cukup gemuk, mungkin karena sejak awal ia merengek hanya ingin makan daging sepanjang hari.

Mu Lin berpikir dia adalah anak yang kuat, dirinya menunggang kuda tanpa henti dan kurang beristirahat tetapi anak ini tetap bertahan apapun yang terjadi.

"Kau benar-benar seorang anak keras kepala." Mu Lin bergumam. "Darimana sifatmu ini, huh?"

Bayi menatapnya dengan serius, mulut basahnya masih menyedot jari Mu Lin dengan penuh usaha, tetapi kemudian sedotan berhenti dan bayi itu tersenyum lebar memamerkan gusi merah mudanya yang lunak.

Mu Lin menjulurkan jarinya, menyentuh pipi bulat yang kenyal dan lembut itu. Jantungnya berdegup sedikit kencang ketika pertama kalinya ia menyentuh anak yang dilahirkannya ini, perasaan seperti madu hangat yang menetes di hatinya yang beku entah mengapa membuat Mu Lin merasa benar-benar nyaman. Perasaan terasingkan dari dunia ini menghilang begitu saja.

"Setelah ini, kau akan tinggal bersama Tuan dan Nyonya Song. Mereka adalah orang yang baik dan kaya, kau harus hidup dengan banyak harta. Lihat aku, dulu keluargaku kaya sehingga aku bisa memiliki baju bagus dan makanan enak. Jika kau ikut denganku, aku sekarang sudah tidak punya apa-apa. Kau pasti akan menderita." Mu Lin berkata pada anaknya ini. "Aku bukan bermaksud membuangmu, hanya saja aku tidak siap jika suatu saat nanti kau akan mendapatkan hinaan karena lahir dari seorang laki-laki. Aku hanya ingin kau hidup berkecukupan dan bahagia."

"Apa yang terjadi antara aku dan ayahmu harus ditinggalkan di belakang. Yah, dia memang sangat kaya tapi kita tidak bisa mengusiknya lagi."

Ketika mendengarkan ini, bayi mungil mengerucutkan bibirnya tidak puas.

"Memangnya kau paham apa yang aku katakan? Dasar gadis sok pintar."

Mu Lin menyelipkan lagi jarinya pada mulut gadis kecil ini, ia merasa mengantuk. Sepasang ayah dan anak terlelap berdampingan dengan damai.

Wen Anhe membuka pintu kamar, ketika melihat pemandangan ini dirinya tidak tahan untuk tersenyum kecil.

.
.
Ini sudah memasuki minggu kedua bayi kecil terlahir di dunia, Mu Lin perlahan-lahan mulai sembuh pasca melahirkan.

Selama dua minggu ini hidup Mu Lin terasa lebih berwarna, ia memiliki teman-teman baru merupakan pelacur yang sebelumnya tidak saling mengenal dengannya, Bibi Kang juga tidak begitu menyebalkan seperti sebelumnya, Xiao Huang sangat gembira karena memiliki 'adik'. Dunia Mu Lin yang sempat sepi menjadi begitu ramai.

Meski diluar terlihat dingin terhadap putri yang dilahirkannya, setiap tengah malam Mu Lin akan terbangun dan memandangi bayi itu. Perlahan namun pasti ikatan yang sama sekali tidak Mu Lin inginkan perlahan terbentuk. Ia mulai memikirkan ulang tentang memberikan anak ini pada Tuan dan Nyonya Song.

Gadis kecil itu kini digendong dengan nyaman oleh Wen Anhe yang memeriksa hasil pengeluaran dan pemasukan bisnis-nya ini dengan serius.

Tiba-tiba Qi Wei memasuki rumah bordil dengan tergesa-gesa.

"Dimana Mu- maksudku Zhang Yinuo?"

"Dia ada di kamarnya, kenapa kau terburu-buru…" belum sempat Wen Anhe selesai bicara Qi Wei sudah berlari secepat angin menuju kamar Mu Lin.

Terlihat Mu Lin sedang menjemur pakaian pada balkon sambil mengobrol dengan beberapa pelacur dibawah sana.

"Gadis kecil itu seperti kue daging, aku akan memanggilnya Xiao Bao!"

"Lihatlah betapa gemuknya dia, astaga!"

"Kalian terlalu memanjakan dia!" Mu Lin menggeleng kecil, menjemur pakaian terakhir miliknya.

"Saudara Mu!"

"Tabib Qi?" Mu Lin menyambut Qi Wei. "Ada apa?"

Qi Wei terlihat memiliki keraguan untuk mengatakan hal ini. "Aku mendapat kabar dari Manting Jiejie."

"Apa itu?"

Mu Lin melipat beberapa pakaian Xiao Bao yang baru saja dibelikan oleh Bibi Kang.

"Perdana Menteri Cui menikah."

Mu Lin berhenti melipat pakaian dengan warna-warna cerah itu, Mu Lin merasa tenggorokannya menyempit dan jantungnya berdenyut dengan menyakitkan.

"Bukankah itu bagus? Dengan siapa Saudara Cui menikah?" Tanya Mu Lin berpura-pura bahwa kabar ini tidak berarti untuknya dan ia kembali melipat pakaian Xiao Bao dengan tangan gemetar.

Qi Wei merasa sedih untuk Mu Lin. "Dengan adik mendiang istri Perdana Menteri Cui, Liu Huiying."

Mu Lin mengangguk. "Begitu. Baguslah semua berjalan sesuai dengan yang seharusnya."

"Mu Lin, apakah kau sedih?" Tanya Qi Wei duduk di depan Mu Lin.

"Sedih? Untuk apa? Aku dan Saudara Cui berteman sejak lama, jika dia menikah itu bagus. Lagipula Xiao Lin juga membutuhkan ibu yang bisa mengasuhnya dengan benar." Mu Lin melanjutkan. "Apa yang terjadi padaku dan Saudara Cui sudah sepenuhnya berakhir ketika aku memilih pergi. Sekarang dibawah langit yang sama, kita memiliki jalan yang berbeda. Tidak perlu bersikap seperti nyanyian angin dan rembulan."

"Baiklah, Saudara Mu aku akan berdoa agar kau mendapatkan kekasih baru yang lebih baik dari Perdana Menteri Cui. Laki-laki atau perempuan asal mereka berbudi luhur itu baik-baik saja! Jangan cemas! Jika Perdana Menteri Cui bisa membawa pengantin ke rumahnya, kau juga bisa!" Qi Wei memberikan motivasi pada Mu Lin.

"Bodoh, mana ada wanita yang mau menikahi pria miskin sepertiku, ah?"

"Meski miskin kau tampan, wanita suka pada pria tampan. Jangan cemas!"

Perkataan sembrono Qi Wei selalu mengingatkan Mu Lin pada Mu Jiang.

"Yah, aku harap aku akan memiliki pengantin yang cantik di masa depan."

TBC

TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[BL] Ketika Bunga Berguguran, Kita Berjumpa LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang