Malam hari, Mu Lin menyalakan lentera di kamarnya dan duduk disamping A-Huan yang menatap kagum kipas bersulam yang bentuknya sangat tidak jelas. Jika itu disebut kelinci namun bentuknya seperti tikus, jika itu disebut gunung itu tidak lebih baik dari gambaran tumpukan tanah berlumpur.
"Itu sangat jelek, besok Baba akan membelikannya saja."
"Mm! Ini sangat bagus, A-Huan menyukainya karena Baba yang membuatnya!" A-Huan terus memandangi takjub kipas di tangannya.
Beberapa waktu lalu A-Huan bercerita bahwa belakangan ini sedang tren kipas bersulam, meski A-Huan tidak mengatakannya namun Mu Lin mengerti bahwa anaknya menginginkan kipas seperti itu juga. Mu Lin mencoba bertanya berapa harganya, ketika disebutkan itu benar-benar mahal membuat Mu Lin tertekan. Ia kemudian muncul dengan ide membuatkan sendiri untuk A-Huan, tetapi dirinya tidak memiliki keterampilan menyulam jadilah kipas bersulam itu sangat buruk.
Sejak kecil Mu Lin selalu mengajari anaknya hidup hemat, jika ia tidak mampu membelikan benda itu dirinya akan memutar otak dan belajar untuk membuatnya sendiri. Setelah memiliki A-Huan, Mu Lin yang dulunya Tuan Muda yang hanya tahu hidup nyaman kini memiliki beberapa keterampilan baru. Bahkan belakangan ia pandai memasak.
"Sulaman ini sangat indah! Tidak kalah indah dengan milik Permaisuri Niao!" A-Huan mengipasi dirinya dengan bersemangat.
"Permaisuri adalah ahlinya dalam menyulam, bagaimana Dewa dibandingkan dengan tanah berlumpur. Ah?" Mu Lin jelas tahu betapa lihainya saudara tirinya itu dalam menyulam.
"Milik Baba tetap yang terbaik, suatu saat A-Huan akan belajar menyulam seperti Permaisuri Niao dan akan membuatkan baju bersulam terbaik bagi Baba!"
"Kau sangat menyukai Permaisuri Niao, huh?"
"Ya, tapi tidak lebih banyak dari Baba. Untuk Baba sebesar dunia ini!" A-Huan merentangkan tangannya untuk menggambarkan rasa sukanya terhadap Babanya ini.
"Baiklah baiklah, anak bermulut manis yang pandai membual! Ayo tidur, besok Baba akan mengajarimu beberapa puisi lagi!" Mu Lin berbaring bersama A-Huan di ranjang, A-Huan segera memeluk Babanya dan membaringkan kepala di dada Mu Lin dengan nyaman.
"Baba."
"Hm?"
"Bagaimana kehidupan di ibukota?"
Selama ini A-Huan selalu kagum dengan ibukota, apalagi ketika mendengar bahwa di ibukota banyak sekolah dan sarjana berbakat.
"Ramai. Sangat ramai. Banyak bangsawan disana, lalu banyak toko buku, makanan lebih beragam dan kereta kuda ada dimana-mana."
A-Huan yang mendengarnya semakin kagum. "Baba tidak ingin kembali ke ibukota?"
Mendengar pertanyaan itu, Mu Lin menjadi sedikit sedih. Bagaimanapun ia tumbuh besar di ibukota, ia jelas merindukan ibukota dan dirinya setidaknya ingin kembali untuk pergi ke aula leluhur keluarganya. Ia ingin menunjukkan A-Huan pada ayah, ibu, dan kakak-kakaknya. Tetapi Mu Lin tidak bisa kembali.
"Tidak, hidup disini sudah lebih dari cukup."
Mu Lin mengelus lembut rambut A-Huan dan bersenandung lembut mencoba membuat anaknya terlelap, membutuhkan beberapa menit sampai A-Huan benar-benar tertidur.
"Hidup disini bersamamu sudah cukup."
.
.
Cui Xiaosheng menghabiskan waktu cukup lama hingga mencapai Kota Qiang. Beberapa waktu belakangan ini Kota Qiang dikelola dengan sangat baik dengan penghasilan yang cukup tinggi sehingga Kaisar memberi perhatian terhadap Kota Qiang, Cui Xiaosheng diutus untuk melihat langsung bagaimana Kota Qiang dan mempertimbangkan tentang pembangunan jalan sutra yang melewati Kota Qiang.
![](https://img.wattpad.com/cover/347082212-288-k12797.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Ketika Bunga Berguguran, Kita Berjumpa Lagi
Historical FictionMu Lin berpikir bahwa hubungannya dengan Cui Xiaosheng tidak akan berhasil, ia kemudian memilih pergi berkelana dan berusaha melupakan cinta dalam hatinya itu. Akan tetapi dalam perjalanannya Mu Lin merasa ada yang aneh dengan dirinya ; mengapa peru...