Tengah malam Mu Lin belum juga tidur, dengan bayi montok yang terlelap disampingnya Mu Lin memikirkan berbagai hal.
Meski ia berusaha terlihat mengabaikan fakta bahwa Cui Xiaosheng sudah menikah, namun hatinya tidak demikian. Sejak tadi ia merasa dadanya sangat sesak dan matanya sulit untuk terpejam, ia bertanya-tanya kenapa dirinya sendiri bukankah ia yang pertama kali pergi meninggalkan Cui Xiaosheng karena tidak ingin menghalangi jalan pria itu? Lantas mengapa kini ia pula yang merasa sakit saat Cui Xiaosheng menikah seperti yang ia harapkan? Bukankah dirinya ini benar-benar munafik dan menyebalkan?
Mu Lin memiringkan tubuhnya, ia menatap bayi disampingnya dengan perasaan campur aduk. Bayi ini hingga saat ini bahkan belum memiliki nama, ia hanya dipanggil Xiao Bao sepanjang waktu.
Xiao Bao merasa diperhatikan, ia yang tadinya terlelap kini membuka matanya membuat Mu Lin terkejut. Ia sudah bersiap jika Xiao Bao menangis, tetapi Xiao Bao hanya menatapnya dalam. Tangan montoknya bergerak lembut.
Keduanya saling menatap, sampai akhirnya Xiao Bao tertawa terlebih dahulu.
Mu Lin merasa kehangatan membanjiri hatinya, semua kegelisahannya mencair ketika mendengar betapa renyahnya tawa anak ini. Ia tidak pernah tahu bahwa tawa seseorang bisa membuat hatinya sangat bahagia.
"Xiao Bao, kau sangat suka tertawa. Wajar saja jika semua bibi di tempat ini menyukaimu." Bagi Mu Lin bayi ini sangatlah lucu, kulitnya sebersih salju dan meski mudah marah namun Xiao Bao juga mudah tertawa terlebih lagi jika bersamanya.
Mu Lin tidak memiliki tempat bercerita, pada akhirnya ia memilih mengatakan isi hatinya pada anak yang bahkan berjalanpun belum mampu.
"Kau tahu, hari ini aku merasa sangat sedih. Orang itu sudah menikah, dengan seorang perempuan. Bukankah seharusnya aku bahagia? Karena aku yang menginginkan hal itu? Mengapa aku merasa sangat sedih? Sejak kecil aku selalu menganggapnya sebagai orang yang sangat hebat dan aku benar-benar menggaguminya. Kau tahu? Saat kecil dulu aku pertama kali melihatnya dan aku berpikir dia sangat tampan. Saat pulang aku mengatakan pada ibuku 'Ibu, aku ingin menikah dengan Cui Xiaosheng!' tentu saja itu hanyalah kata-kata tanpa makna yang diucapkan oleh anak berusia lima tahun. Tetapi ibu begitu marah hingga menghukumku dan berpikir aku gila. Semakin dewasa aku meyakinkan diriku bahwa dia hanyalah temanku, akupun mengerti dia menyukai saudara tiriku." Anak itu masih menatapnya, tidak bersuara sama sekali seakan mengerti apapun kata-kata yang diucapkan oleh ayahnya.
"Semakin dewasa, semakin aku menyadari bahwa ketika aku kehilangan seluruh keluargaku aku benar-benar sendirian. Dia yang menjadi rumah untukku meski sementara. Ibuku meninggal karena membakar dirinya sendiri, ayahku meninggal ketika menjaga gerbang istana, kakak tertuaku meninggal di medan perang, sementara kakak perempuanku meninggal karena mengakhiri hidupnya sendiri. Aku tidak memiliki apapun, aku tidak memiliki siapapun. Ditambah lagi, aku harus mengahadapi realita bahwa ketika aku mencintai seseorang aku harus melepaskannya. Aku mengandungmu dan kebingungan sebenarnya siapa aku? Apakah aku seorang pria? Apakah aku seorang wanita? Apakah aku mahluk mengerikan? Aku selalu diliputi oleh rasa takut. Aku merasa kesepian, takut, seolah-olah terputus dari dunia ini, dan merasa patah hati. Aku kesepian." Mu Lin tidak mampu menahan airmatanya, cairan bening yang hangat mengalir dari sudut matanya. "Aku merindukan ibuku, aku merindukan ayahku, aku merindukan kedua kakakku, aku merindukan Shiyi. Aku hanya ingin mengatakan pada mereka bahwa aku tidak mampu lagi menahan semua ini. Aku sekarang begitu miskin dan tidak memiliki apa-apa lagi. Bahkan aku juga merasa tidak mampu merawatmu karena aku takut kau akan menderita dimasa depan."
Mu Lin terisak dengan menyedihkan, suaranya yang lembut bersanding dengan suara angin diluar sana.
Mu Lin menatap anaknya lekat, anak itu mengulurkan tangannya dan mengenggam jari kelingking Mu Lin dengan susah payah.
Sentuhan lembut, hangat, dan seolah mampu menenangkannya membuat Mu Lin menangis lebih keras.
"Maukah kau menemaniku? Maukah kau menjadi anakku? Maukah kau hidup menderita di masa depan jika bersamaku? Kau satu-satunya keluarga yang aku miliki saat ini, tolong temani aku. Aku merasa ketakutan."
Genggaman pada jari kelingkingnya semakin kuat, anak itu seolah berkata bahwa ia akan menemani Mu Lin apapun yang terjadi di masa depan.
Mu Lin memeluk bayinya erat, merasakan betapa empuknya dan rapuhnya anak ini. Anak yang ia lahirkan sendiri, darah dagingnya yang terlambat ia ketahui keberadaannya.
"Anakku. Kau putriku. Aku akan merawatmu."
Anak itu terkekeh ketika mendengarkan apa yang Mu Lin katakan, seakan ia sudah menunggu kata-kata ini sejak lama.
Mu Lin sudah memutuskan, ia ingin membesarkan anak ini sendirian. Ia akan bekerja keras agar mampu memberi kehidupan yang terbaik bagi anaknya. Ia tidak akan melepaskan anaknya lagi.
.
.
"Lihat ini, pakaian ini dibuatkan oleh Bibi Tao! Sangat indah bukan?" Seorang gadis kecil berpakaian kuning cerah memutar tubuhnya beberapa kali memamerkan pakaian baru miliknya, beberapa anak dengan penampilan sederhana berbahan dasar kain kusam menatap kagum pakaian yang begitu cerah karena terkena cahaya matahari."Wahhh itu indah! A-Huan kau bertambah cantik!"
A-Huan mengibaskan rambutnya yang diikat agak miring. "Tentu saja! A-Huan selalu cantik!"
"A-Huan, kembali waktunya makan siang!" Dari balkon lantai dua terlihat pria dengan pakaian hijau muda memanggilnya.
"Sebentar Baba!"
"Tapi pakaian itu tidak sebagus milik Nona Muda Ling!" Mendengar komentar itu A-Huan tidak tahan untuk mengerlingkan matanya.
"Tentu saja, dia sangat kaya dan aku miskin! Jangan membandingkan bulan dan tanah gersang!"
Teman-temannya yang lain merasa tidak paham dengan apa yang A-Huan katakan.
"A–Huan! Apa kau tidak memiliki telinga?!" Dari dalam rumah bordil pria berpakaian hijau keluar, ia membawa sapu dan memiliki wajah luar biasa galak.
Teman-teman A-Huan merasa bahwa suasananya tidak baik, jadi diam-diam mereka menarik diri dan lari ke berbagai arah secepat mungkin.
"B-baba?" A-Huan ketakutan, ia menciut.
"Pulang! Makan!" Mu Lin memukul sapu ke atas tanah. A-Huan seperti melihat seorang Dewa mengamuk dan berniat membolak-balikkan alam semesta sekarang juga.
Gadis kecil yang genap berusia lima tahun segera berlari terbirit-birit memasuki Rumah Bordil Kasih Sayang. Ketika Bibi Kang melihat anak favoritnya muncul, ia tidak tahan untuk menyambut A-Huan.
"Ah! Huanhuan kecilku, apakah kau sudah makan? Ayo nenek sudah memasak makanan enak untukmu!"
"A-Huan, setelah makan lanjut mengerjakan tugas yang Baba berikan!"
Jika Babanya dalam mode galak, A-Huan tidak berani menolak. Bibi Kang memelototi Mu Lin penuh dendam dan menggiring A-Huan menuju dapur dengan suara semanis madu.
Mu Lin hanya menggeleng kecil melihat betapa Bibi Kang memanjakan anaknya itu.
TBC
Sebentar lagi Paman Cui akan muncul ⊂(・▽・⊂)
Tenang, Mu Lin tidak akan pernah menjadi selir (。◕‿‿◕。)
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Ketika Bunga Berguguran, Kita Berjumpa Lagi
Narrativa StoricaMu Lin berpikir bahwa hubungannya dengan Cui Xiaosheng tidak akan berhasil, ia kemudian memilih pergi berkelana dan berusaha melupakan cinta dalam hatinya itu. Akan tetapi dalam perjalanannya Mu Lin merasa ada yang aneh dengan dirinya ; mengapa peru...