Bab 23 : Mendidik Anak

3.7K 572 17
                                    

Cui Xiaosheng mendapatkan libur tiga hari dari Kaisar sebagai ucapan selamat atas pernikahannya, selama menjabat sebagai Hakim Daerah Zimo dan Perdana Menteri dirinya benar-benar sibuk sehingga lupa bagaimana rasanya bersantai. Tetapi kini Cui Xiaosheng memiliki dua anak, ia mengajak Mu Huan dan Cui Shilin bermain melempar anak panah. Sementara Mu Lin sibuk mempelajari buku rumah tangga yang diberikan oleh kepala pelayan, sesekali Mu Lin akan melirik ketiga orang itu yang bermain dengan serasi.

"Skor A-Huan adalah 10, sementara Cui Shilin 9." Cui Xiaosheng mengumumkan. A-Huan terlihat sangat senang, ia menari-nari dengan bahagia sementara Cui Shilin terlihat mengerutkan keningnya.

"Shilin, kau tertinggal satu poin. Lihat bagaimana Ayah melempar anak panah, itu cara yang mudah kan? Kau bisa mengikutinya." Cui Xiaosheng memberikan teguran, ia menatap Cui Shilin yang kini hanya menunduk dalam penuh kesedihan.

"Tetapi aku tidak bisa mengikuti cara
Ayah, itu sulit."

"Kau mengatakan itu sulit karena tidak mempelajarinya dengan serius!"

Mu Huan yang sejak tadi menari-nari seketika berhenti, ia menatap pasangan Ayah dan anak ini dengan rumit. Meskipun Babanya sering marah, tetapi cara Babanya marah dan Tuan Besar ini marah sangat berbeda! Mu Huan yang selalu memproklamirkan diri tidak takut pada apapun kini merasa agak gentar, ia meremas ujung lengan panjang Cui Shilin.

"Apa kau ingin tertinggal terus menerus seperti ini? Saat Ayah seusiamu Ayah sudah belajar memanah dengan serius. Tetapi lihatlah dirimu? Bagaimana kau bisa bersaing di masa depan nanti?"

Cui Shilin dimarahi seperti ini merasa sangat sedih, ia menahan air matanya sekuat tenaga dan menahan isak tangisnya sampai tenggorokannya terasa sakit. Tidak ada Momo Chun karena wanita itu sedang mengatur kamar untuk Mu Huan.

"Tuan Muda Cui jangan menangis, ya?" Mu Huan sangat peka, ia berbisik pada Cui Shilin.

"Kemarin Ayah mendapatkan laporan lagi dari Guru Li bahwa kau tidak bisa menjawab soal sederhana yang diberikan. Apa kau benar-benar serius belajar?!"

"Aku akan mempelajari ini lagi nanti." Mu Lin berkata pada kepala pelayan. "Minta dapur untuk menyiapkan beberapa bahan masakan dan bawa ke gazebo ini."

"Baik, Nyonya."

Mu Lin dengan buru-buru mengoreksi. "Panggil aku Tuan Mu saja, aku… cukup aneh dipanggil Nyonya."

Pelayan itu pintar, ia memahami instruksi Tuannya dengan baik. "Bahan-bahan akan segera kami siapkan, Tuan."

Mu Lin lega karena panggilan itu terasa lebih baik.

"Matahari sangat terik, ayo kembali ke gazebo atau kalian akan pingsan!" Mu Lin berteriak memanggil ketiga orang itu untuk kembali.

"Renungkan nasihat Ayah." Cui Xiaosheng berkata pada Cui Shilin. Ia berjalan terlebih dahulu, Mu Huan melihat Cui Shilin menangis diam-diam. Gadis kecil membantu Cui Shilin mengusap air matanya.

"Ayo pergi." Ajak Mu Huan, menggandeng tangan Cui Shilin menuju gazebo.

Pelayan mulai muncul membawa bahan makanan mentah dan meletakkannya ke atas meja.

"Kau mengupas wortel, A-Huan mengupas bawang, dan Xiao Lin memecahkan telur. Taruh di mangkuk ini." Mu Lin masing-masing meletakkan tiga bahan pada Cui Xiaosheng, A-Huan, dan Cui Shilin.

Ketiganya bergerak tanpa protes. Mu Huan sering membantu Baba atau Nenek Kang di dapur, jadi meski tanpa pisau jari-jari kecilnya tetap berhasil mengupas kulit bawang, sementara Cui Xiaosheng mengerutkan dahinya karena kulit wortel sangat tipis ketika ia memotongnya justru daging wortel ikut terpotong, di sisi lain Cui Shilin yang terlihat paling serius memecahkan telur. Tetapi karena ia tidak pernah melakukannya, pekerjaan ini terasa sulit.

Mu Lin juga sibuk dengan bahan masakannya.

"Cui Shilin, bukan begitu caranya-" Cui Xiaosheng melihat anaknya bahkan tidak mampu memecahkan telur menjadi tidak sabar. Cui Shilin yang merasa akan dimarahi menjadi takut dan tidak berani mengangkat kepala, sementara itu Mu Lin segera menyela.

"Fokus saja pada pekerjaanmu, jangan mengganggu Xiao Lin!" Cui Xiaosheng selalu tunduk jika Mu Lin memarahinya, jadi setelah ditegur ia tidak mengatakan apa-apa lagi.

"Tidak apa-apa, Xiao Lin lakukan perlahan."

Cui Shilin mengangguk, ia menjadi lebih rileks. Cui Shilin fokus pada telurnya, cangkangnya sudah setengah terbuka tetapi isinya tidak mau keluar, masih ada selaput putih yang menghalangi telur untuk keluar. Cui Shilin berpikir serius, jika ia mengetukkan lagi telur ini maka retakannya akan semakin lebar dan pecahan kulitnya akan jatuh ke dalam mangkuk bersamaan dengan isi telur. Jika begini maka ia mengacaukan segalanya.

Cui Shilin akhirnya memilih menekan selaput putih hingga robek, ia menggunakan kekuatan lebih besar untuk memisahkan dua cangkang telur.

Warna putih dan kuning cerah segera jatuh ke mangkuk.

"Itu hebat!"

Cui Shilin mendongak, ia melihat 'Niang' memujinya dengan tulus dan Mu Huan bertepuk tangan merayakan keberhasilan Cui Shilin. Mendapatkan apresiasi semacam ini Cui Shilin menjadi sangat senang, wajahnya yang selalu murung berubah menjadi cerah karena dihiasi senyuman lebar.

"Terima kasih, Niang dan Huan-mei." Ucapnya dengan suara renyah penuh kegembiraan.

Cui Shilin tidak pernah dipuji selama hidupnya, jika ia melakukan sesuatu dengan baik ayahnya hanya akan berkata 'lakukan lebih baik lagi' jika ia gagal ayahnya akan memarahinya.

"Baiklah, cuci tangan kalian bermainlah bersama, setelah makanan siap aku akan memanggil kalian."

Mu Huan dan Cui Shilin yang dalam keadaan suasana hati baik segera berlari untuk mencuci tangan kemudian bermain di pinggir kolam ikan.

Kini hanya tersisa Mu Lin dan Cui Xiaosheng di gazebo. Keduanya duduk berhadapan dengan atmosfer yang sangat serius.

"Ketika anak melakukan sesuatu dan belum berhasil jangan menginterupsinya, memaksanya untuk menyelesaikannya dengan cepat. Mendidik anak memang harus tegas, tetapi juga harus lembut. Anak sekecil itu jika kau tekan terus menerus hanya akan menjadi porselen yang hancur ketika dewasa. Lebih baik cari tahu apa yang dia sukai, fokuskan dia untuk menguasai bidang itu. Baru setelah itu ajari dia dengan keterampilan lain." Mu Lin memang mendengarkan semua yang dijelaskan oleh kepala pelayan tentang pengaturan domestik, tetapi ia juga diam-diam memperhatikan situasi di sekelilingnya.

Dulu Cui Shilin adalah anak yang sangat ceria dan aktif, tetapi setelah ia kembali Cui Shilin terlihat pendiam serta murung. Ia bertanya-tanya apa yang salah? Apakah karena Cui Shilin tidak memiliki ibu? Namun sekarang ia memahami situasinya. Saudara Cui ini terlalu berambisi untuk anaknya sendiri. Karena ia sekarang adalah orangtua Cui Shilin secara tidak langsung, sudah merupakan kewajibannya untuk memperbaiki pola asuh Cui Xiaosheng yang kacau ini.

"Aku memarahinya bukan tanpa alasan."

"Lalu mengapa kau memarahinya sekeras itu hanya untuk masalah yang kecil?" Mu Lin meletakkan pisaunya, ia memberi isyarat pada pelayan untuk membawa bahan masakan ini dan memasaknya.

Cui Xiaosheng memperhatikan Mu Lin yang terlihat serius, ia seperti kembali ke masa remaja mereka saat mereka duduk bersama dengan santai dan membahas pelajaran yang baru didapatkan dari Guru lalu sedikit berdebat karenanya.

TBC
So far Mu Lin bener-bener karakter yang aku sukai. Kalau Yan Qianqiu tuh kaya anak pertama bandel yang pengen aku tepok pantatnya mulu, Tang Qian anak yang paling kalem, Mu Jiang selalu bikin aku gemes karena tingkahnya yang oon-oon lucu itu wkwk, kalo Mu Lin karakter yang paling sering aku tangisi karena kasian sama hidupnya haha. Bahkan pas bikin dia nikah sama Xiaosheng aku merasa tidak rela melepasnya menikah dengan buaya rawa bermarga Cui ☺️🖕

[BL] Ketika Bunga Berguguran, Kita Berjumpa LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang