"Hey, kenapa cekikikan sendiri?"Aji melipat kedua tangannya di dada sambil bersandar ke sisi pintu kamar Kai yang terbuka, membuat sang anak yang sejak tadi tersenyum hingga cekikikan karena ponselnya mengalihkan perhatian.
"Ini Pa-" Kai masih tertawa kecil sebelum berdehem untuk melanjutkan, "temen Kai lucu banget kalah maen game malah ribut di chat berisik pake capslock sampe ngajak berantem."
"Siapa? Si Jeo?"
Kai menggeleng, "Jeo mah jago maen gamenya, ini temen baru Kai yang kemarin Kai ajakin temenan."
"Oh.. " Aji mengangguk sambil tersenyum karena ikut senang akan teman baru sang anak yang membuat remaja itu terlihat ceria kali ini, "jadi dia udah nerima ajakan mu?"
"Em.. nggak, sih. Dia gak pernah jawab apa-apa." Kai mengangkat bahunya, "tapi karena waktu diajak main dia gak nolak jadi ya.. Kai anggap dia mau."
"Kok gitu?"
"Gatau juga, dia agak gengsian anaknya." Kai menunjukan ponselnya, "makannya sekarang marah-marah karena kalah bilang Kai curang, padahal Kai udah baik nurunin level hero-nya eh dia malah makin ngamuk pas tau."
Aji ikut tertawa mendengar itu, "mungkin harga dirinya terluka."
"Bisa jadi."
Anak itu kembali mengetik sesuatu di ponselnya, lalu tertawa beberapa saat kemudian setelah mendapat balasan yang menurutnya sangat menghibur untuk ditanggapi.
Membuat Aji tanpa sadar terus menyunggingkan senyumnya, melihat Kai lebih ceria seperti itu membuat ia merasa bangga.
"So he is a cute friend?"
Kai kembai melihat ke arah Aji, berfikir beberapa saat lalu menggeleng.
"He was not."
Aji mengangkat sebelah alisnya, "so he is?"
"I dunno, He always looks angry and hates everything."
"And what does he think of you?"
"A freak." Kai memiringkan kepalanya, "He thinks I'm weird and annoying." Lanjutnya.
"Do you think you are..?"
Kai mendesis kecil dengan dahi berkerut dalam, "I respect everyone's opinion about me."
"Cool." Aji menganggukan kepala, "semoga kalian jadi temen yang baik."
Lelaki itu kemudian menegakkan tubuhnya dan berjalan lebih dekat ke arah Kai, "jadi, apa kamu bisa punya waktu buat Papa sekarang?"
Kai memeriksa sebentar ponselnya, mengetik beberapa hal sebelum menyimpan benda tersebut di meja, "ya, kenapa Pa?"
Aji berdehem sebelum kembali berbicara, "Kita makan siang di luar mau? Makan bebek goreng di pinggir jalan ke waktu itu. Mau?"
"Berdua?"
"Iya, berdua aja." Aji sedikit berbisik saat melanjutkan kalimatnya, "Papi mu masih mode sensitif sama papa."
"Mau!" Kai menjawab dengan antusias sambil berdiri dan mengambil jaketnya.
"Bagus. Jangan lupa bawa dompet."
"Ha??"
"Kamu yang bayar."
"Loh?"
Seketika raut antusias Kai sirna berganti dengan tatapan heran ke arah Aji. Pasalnya jika itu bersama Aji atau Hazel, Kai bisa bebas menikmati apapun tanpa khawatir jika ia meninggalkan dompet dan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope That Will Be The End of Us
FanfictionBagian lain dari Jiyel Universe yang belum tersampaikan. Setiap orang memiliki akhir bahagia versi mereka sendiri, akhir bahagia yang memiliki beragam sisi, akhir bahagia yang kadang tak seindah seni, dan apa yang telah terlewati juga akan terjadi s...