06

905 122 36
                                    

Masih di tengah suasana pedesaan yang selalu dirindukan. Dengan udara sejuk dan samar suara air sungai mengalir, di antara padi pesawahan juga ladang. Sosok yang tengah berkabung sangat dalam itu duduk di atas rerumputan.

Dengan ketenangan dan kicauan suara burung, juga seseorang yang tak pernah beranjak dari sisinya.

"Yel?"

"Hm?"

Sosok paling setia yang selalu menemani pria berkabung itu menoleh, mengalihkan pandangan dari layangan yang tengah di gambarnya.

"Kenapa ji?"

Hazel memiringkan kepalanya, menatap Aji untuk menanti apa yang akan lelaki itu katakan. Namun Aji hanya diam, diam memandang wajah manis terkasih nya yang membuatnya terasa semakin tenang.

"Hey? Kamu ngelamun lagi?"

Aji menahan tangan Hazel yang melambai-lambai di depan wajahnya lalu menggeleng. Masih diam dengan tangan yang kini memegang tangan Hazel, mengelus nya lembut lalu ia beri ciuman.

Perlakuan Aji itu membuat Hazel mengerutkan dahinya, Aji terus memberinya perlakuan-perlakuan lembut itu selama beberapa hari ini.

Sejak malam itu, Hazel merasa sepertinya Aji menjadi lebih baik. Aji tidak lagi menyendiri, kali ini Hazel membiarkan Hazel menemani kesunyiannya. Aji tidak terus menekuk wajahnya dengan pancaran mata redup yang seolah memendam banyak kebencian untuk dirinya sendiri.

Aji menjadi sedikit lebih segar, walau bibirnya pucat dan pipinya agak tirus.

"Kamu gak gambar layangannya?" Tanya Hazel melihat ke arah layangan lain yang tergeletak begitu saja di samping tubuh Aji.

Hal itu membuat Aji segera mengambil layangan tersebut, memperhatikan layangan berwarna putih polos yang mereka beli di pinggir jalan beberapa saat lalu.

"Apa yang harus aku gambar?" Tanya Aji kini bersuara.

"Apa aja. Yang ada dipikiran kamu."

Mendengar itu Aji menggeleng, seolah memberi tahu Hazel bahwa apa yang ada dipikirannya bukan sebuah hal yang bisa ia gambarkan. Di sana terlalu banyak kegelapan, hal-hal negatif dari kesedihan dan rinai deras keputusasaan.

"Ada, Ji."

"???"

"Ada hal yang bisa kamu gambar dari pikiran kamu." Hazel menyimpan layangannya, menyingkirkan beberapa kuas dan cat warna yang tadi disimpan di tengah mereka sebelum duduk menghadap Aji, meminta suaminya itu juga melakukan hal yang sama.

"Kamu ganteng deh"

Aji terkekeh kecil dengan celetukan Hazel setelah mereka duduk saling berhadapan.

"Kamu ikutin perintah aku, ya."

Aji sebenarnya bingung dengan apa yang ingin Hazel lakukan, namun tetap mengangguk kecil. Melihat bagaimana Hazel kini bergerak menggenggam kedua tangannya dan meminta Aji untuk menutup mata.

"Jangan curang, okay? Ini berapa?"

Hazel mengangkat salah satu tangannya dan menunjukan jumlah dua jari di depan wajah Aji yang kini terpejam.

"Dua?"

"Kok tau? Kamu ngintip ya??"

Aji menggeleng, "feeling."

Hal itu membuat Hazel mendengus lalu kembali memperingati Aji untuk benar-benar memejamkan matanya dan tidak boleh mengintip sedikitpun.

Aji melakukannya, ia memejamkan matanya hingga hanya gelap yang bisa ia lihat. Sedikit membuatnya tidak nyaman karena hal itu membuat Aji bisa merasakan banyak kenangan buruk dari pemikiran negatifnya.

Hope That Will Be The End of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang