Langit sudah semakin gelap, hujan kembali turun seolah tidak membiarkan tanah mengering dan pejalan kaki berjalan dengan tenang.Hazel mendesah gusar, kembali menutup gorden yang memperlihatkan suasana di luar rumah saat ini. Kilat menyambar, angin bertiup kencang, guntur terdengar keras menggetarkan hatinya yang tidak tenang.
Sang anak masih belum mengabari sejak ia izinkan pergi bersama kekasihnya sore tadi. Ponselnya tidak aktif bahkan setelah Hazel mewanti-wanti pada anaknya untuk tidak lupa memberi kabar.
Mereka pergi dengan terburu dan panik, remaja lain yang tidak ia sukai bahkan menangis dengan pakaian dikotori noda darah. Itu membuat Hazel sangat resah, tidak ingin menebak-nebak situasi negatif seperti apa yang telah terjadi dan semoga itu tidak melibatkan anaknya.
Ia menyimpan ponselnya, memperhatikan suasana kamar yang sepi sejenak lalu berjalan menuju kamar mandi. Masuk ke dalam ruangan dimana suaminya berada saat ini. Dan ia bisa melihat Aji berdiri tengah mengguyur tubuhnya di bawah shower di balik dinding kaca buram yang menghalangi.
"Aji.. " Hazel mengetuk pelan dinding kaca itu sebelum masuk saat pintu nya tidak terkunci, langsung merasakan suhu hangat dari air hangat yang digunakan Aji.
"Ji.." Ia berjalan memeluk tubuh telanjang Aji dari belakang, membuat Aji yang sempat menyadari keberadaannya memegang tangan Hazel yang melingkar di perutnya.
"Ngapain hey? Basah loh badan kamu." Ucapnya menghentikan aliran air yang jatuh membasahi tubuh mereka.
"Nyalain aja, aku mau ikut mandi."
"Tadi kamu udah mandi bukannya?"
"Mau lagi, mau basah-basahan sama kamu." Hazel mengeratkan pelukannya dan bersandar semakin nyaman di punggung Aji, "soalnya kalo hujan-hujanan pasti kamu marah."
Aji tertawa mendengar itu, kembali menyalakan air dan membiarkan tubuhnya kembali basah juga membasahi Hazel dan pakaian tidurnya.
Tangan Hazel tidak diam, bergerak perlahan mengusap lembut perut kuat suaminya hingga dada bidangnya yang selalu ia sukai. Merasakan tekstur kulit Aji juga mampu membuat hatinya lebih tenang.
Sudah lama sejak terakhir kali mereka berhubungan seksual, Aji sangat sibuk, dan tubuh Hazel tidak dalam kondisi stabil. Ia masih harus menjalani pemulihan dengan aktivitas terbatas juga gaya hidup terjaga yang membuatnya kadang kesulitan jika ingin menyiapkan diri untuk Aji.
Hanya mampu berbagi aktivitas seksual yang lebih ringan, bahkan saat ini, yang mereka lakukan hanya membiarkan atmosfer menghangat dengan getaran panas dari tubuh yang saling bersentuhan.
Aji berbalik setelah mematikan air, membiarkan tangan Hazel kembali melingkari pinggangnya sementara ia menangkup pipi lelaki manis itu.
Memberi satu kecupan ringan, terjeda oleh tatapan lalu dilakukannya kecupan lain hingga kecupan kecupan ringan yang berakhir sebuah lumatan hangat di bibir terkasih nya itu.
"Kenapa, hm?"
"Kai belum pulang."
Aji menghela nafas kecil, menarik pelan tubuh Hazel keluar dari bilik kaca, memakai handuknya setengah pinggang lalu mengangkat Hazel untuk duduk di atas meja wastafel sementara ia mulai mengoles krim pada dagu nya untuk mencukur janggut yang kembali tumbuh tipis-tipis.
"Pakai handuk, basah tubuh kamu." Ujar Aji menyempatkan mengambil handuk lain untuk ia selimutkan di pundak terkasih nya.
"Anak aku belum pulang, gak ngabarin, dan gak bisa dihubungin."
"Bukannya akhir-akhir ini sering gitu?"
"Iya, aku gak suka."
Aji melirik Hazel sebelum kembali melihat cermin untuk lanjut mencukur, "tapi kan kamu tau Kai pergi kemana, sama siapa, dan kamu liat sendiri pas dia berangkat. Kenapa gak suka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope That Will Be The End of Us
Fiksi PenggemarBagian lain dari Jiyel Universe yang belum tersampaikan. Setiap orang memiliki akhir bahagia versi mereka sendiri, akhir bahagia yang memiliki beragam sisi, akhir bahagia yang kadang tak seindah seni, dan apa yang telah terlewati juga akan terjadi s...