39

763 84 41
                                    

"Si Aa' sekarang tinggal sama temannya, Pak."

"Temannya? Siapa?"

Pria di sebrang telpon mengatakan ciri-ciri teman Kai yang ia ketahui tinggal satu atap bersama remaja putra Yasetya itu. Membuat Pria lain yang mendengarkannya dengan seksama berfikir keras.

Hingga tak lama kemudian, ia mengangguk saat sepertinya mengetahui siapa orang yang tinggal bersama Kai.

"Mereka tinggal berdua?"

"Iya, Pak."

"Intensitas kedekatannya gimana? Gak berlebihan, kan?"

"Di luar akrab seperti teman remaja biasanya, saya kurang tau kedekatan mereka di dalam rumah."

Orang yang sejak tadi menerima informasi itu, Aji, mengangguk kecil dengan sedikit perasaan khawatir di hatinya. Kemarin, ia mendapat kabar bahwa Kai terlibat perkelahian dengan berandalan liar yang membuatnya cukup was-was.

Namun fakta bahwa Kai bisa melawan mereka juga membuat Aji percaya bahwa anak itu bisa menjaga diri dengan baik. Tapi tetap saja, fakta lain bahwa Kai kini tinggal berdua dengan temannya juga membuat ia khawatir.

Aji tau siapa temannya Kai yang dimaksud, si anak remaja yang Kai sebut dalam cerita ciuman pertamanya malam itu. Dan itu adalah apa yang membuat ia sedikit resah sekarang. Bagaimanapun, Kai sudah berani melakukan sebuah ciuman.

Tidak menutup kemungkinan Kai akan berani melakukannya berulang kali meski telah ia nasehati. Aji pernah remaja, Aji juga pernah di fase baru mengenal cinta, Aji pernah ketagihan gerilya menyenangkan dari sentuhan-sentuhan intim bersama orang lain yang disukainya meskipun saat itu ia tau bahwa sentuhan berlebihan yang terlalu intim bukan hal yang baik.

Aji tidak mau Kai seperti itu, setidaknya, Aji tidak ingin Kai melewati masa remaja seperti dunia remaja Hazel dulu. Di luar itu, ia juga takut pilihan Kai untuk tinggal bersama orang lain di bawah atap yang sama adalah bentuk perlawanan Kai atas kesakitannya diasingkan.

Aji takut Kai akan berubah menjadi anak nakal yang terlalu bebas, Aji takut Kai tidak ingin menjadi bijak dan memilih banyak hal ceroboh demi mengekspresikan emosinya. Itu semua adalah apa yang membuat Aji diam dengan tatapan kosong saat ini.

Suhu dingin dengan salju ringan yang menemani harinya saat ini menambah perasaan gelisah di hati sulung Yasetya itu.

"Tapi semenjak tinggal sama temannya, si Aa' jadi lebih ceria. Jarang keliatan murung dan lesu lagi."

Hingga kalimat itu berhasil menyapu rasa resah dan sebagian kekhawatiran Aji. Membuat Aji akhirnya tersenyum kecil dan mengatakan,

"Setelah ini, gak perlu terlalu diawasi. Cukup pastiin Kai baik-baik aja setiap hari, gak perlu laporan detail, Kai tetep ceria hari ini udah cukup jadi kesimpulan yang mau saya dengar selanjutnya."

"Baik, Pak."

Aji menutup ponselnya dengan perasaan yang lebih tenang, lalu membuka laman pesan dari perawat Hazel yang melaporkan informasi tentang terkasih nya itu.

Perawat tersebut mengatakan bahwa Hazel masih tidur efek dari obat yang dikonsumsi nya sore tadi. Sekitar pukul tujuh malam di tempat Hazel saat ini, sehingga Aji sedikit khawatir terkasih nya akan terbangun tengah malam karena tidur sejak sore.

Lembaran foto yang dikirim oleh perawat tersebut ia amati satu persatu. Bagaimana perawakan Hazel terlihat semakin kurus dengan memar baru di ceruk lehernya membuat ia ingin menangis. Tangannya menggenggam ponsel dengan erat, ingin mengutuk dirinya sendiri yang membuat lelaki manisnya menjadi seperti itu.

Hope That Will Be The End of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang