13

957 92 10
                                    

"Kami bisa tahan surat panggilan untuk orang tua kamu, asalkan kamu bisa berubah.  Kalo gak bisa buat bangga sekolah, minimal belajar yang giat dan penuhin standar penilaian yang ditetapkan."

Kaivan menghela nafas, ingin sekali ia marah sekarang. Kemarin ia sudah memberanikan diri memberitahu orang tuanya tentang kemungkinan mereka akan dipanggil ke sekolah dan mempersiapkan diri jika itu akan membuatnya terlihat semakin buruk.

Sekarang, justru kepala sekolah turun tangan seolah masalah tentangnya adalah masalah yang sangat besar dan bisa membuat bencana.

Maksudnya, ia bisa memperbaiki dirinya secara perlahan. Mungkin tetap tidak bisa menjadi anak yang berprestasi dan membanggakan nama sekolah, tapi setidaknya Kai akan meminimalisir kebisingan jika saja ia membuat nama sekolah buruk atas sikap dan kontroversi nya.

Standar penilaian yang ditetapkan sekolah itu adalah apa yang ia berusaha kejar selama ini. Tapi kemampuannya tidak setara dengan murid lain, Kaivan lemah di bidang akademik dan membuatnya hanya bisa berada di jajaran murid dengan hasil nilai tepat di garis rata-rata.

Hanya karena ia menjadi orang yang mulai 'disoroti' sekarang dan kemarin ia sempat membuat buruk nama baik sekolah. Kai seolah dipaksa untuk berubah menjadi murid berprestasi yang akan membuat mereka ikut bersinar jika ia berhasil bersinar nanti.

Ia tidak mengerti, kenapa mereka mulai mengurusi nya seperti ini. Kai berusaha keras untuk percaya diri dan menghargai dirinya sendiri dengan batas kemampuan yang ia miliki. Tapi mereka membuatnya terlihat seperti anak bodoh pembuat masalah yang tidak berguna dan menjadi noda untuk keindahan orang lain.

"Saya mau kamu bisa lulus dari sini dengan nilai terbaik dan prestasi yang mumpuni. Meski kami tau kamu bisa pergi ke Universitas mana pun dengan materi, tapi kami berharap kamu bisa melanjutkan pendidikan dengan prestasi organik dari sekolah mu sebelumnya."

Dan lihat? Mereka juga selalu menempatkan ia sebagai anak yang hanya akan menggunakan kekayaan orang tua untuk kemudahan hidupnya disaat Kai sendiri selalu berusaha menjadikan dirinya memang pantas untuk hidup dengan nama keluarganya sendiri saat ini.

"Itu aja, kamu boleh pulang sekarang. Dan akan lebih bagus lagi kalo kamu rajin ikut kelas belajar di luar sekolah untuk mengasah kemampuan akademik kamu. Jangan lupa penuhi tugas perbaikan nilai yang guru-guru mu kasih, kami masih ngasih kesempatan untuk selesain masalahmu sendiri tanpa perlu repotin orang tua mu."

Kaivan mengangguk, tidak berniat mengeluarkan suara sedikitpun dan berdiri untuk menyadari sedari tadi ia diceramahi di depan guru dan beberapa murid lain yang berada di ruangan ini. Ya, ia tidak dipanggil ke ruang kepala sekolah, ia hanya dipanggil ke ruang guru lalu berhadapan dengan kepala sekolah yang memberi nasihat yang terasa seperti dipermalukan.

"Hai, Kaivan."

"Athala?"

Kai terkejut saat baru keluar dari ruang guru dan seseorang ikut keluar dari sana sambil memanggilnya.

Itu Athala, gadis yang Kaivan sukai, dan juga orang yang membuatnya merasakan patah hati pertamanya sebagai anak remaja yang baru mengenal cinta.

"Sorry gue denger semua obrolan lo sama kepsek."

Kai menyunggingkan senyum kecil walau dalam hatinya ia sedikit malu karena orang yang ia sukai kini mengetahui tentang dirinya yang tidak keren- meski sebelumnya ia mencari kesempatan dengan cara yang tidak keren.

"Bukan apa-apa, santai."

"Lo kayak permata yang tersembunyi buat mereka. Terlalu berharga buat disia-siain tapi susah buat digunain karena sinarnya perlu digali."

Hope That Will Be The End of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang