"Shh- aw!"
"Maaf, dikit lagi selesai."
Kandungan alkohol dari kapas yang basah itu kembali di oleskan pada area luka di pundak kanan milik seorang remaja yang kembali meringis karena perih yang ia rasa.
Beberapa luka lain di area tubuhnya juga menjadi pendorong dari bagaimana ia tidak bisa menahan rasa ngilu serta sakit meski sang kakak telah mengobatinya.
"Obatnya diminum ya, itu bisa redain sakit." Ujar sang kakak yang telah selesai dengan luka di pundak adiknya lalu kembali membantu remaja itu mengambil pakaian atas seragam sekolahnya.
"Valdo?"
"Ya?"
Yang lebih tua menghentikan kegiatannya dari mengemas obat-obatan untuk memperhatikan adiknya yang kini memandang dalam remang.
"Maaf"
"???"
"Lo pasti ikut kena masalah kan di kampus? Pendidikan dokter yang lo kejar selama ini.. kacau."
Sang kakak tertawa, kembali merapikan obat dan alat kesehatannya sebelum menjawab.
"Gak masalah, dunia gue gak akan berenti di sana."
"Lo.. gapapa?" Tanya sang adik, Levano. Berusaha mencari sorot pasti di netra sang kakak yang dibingkai kaca mata.
"Ini yang lo mau kan? Adil. Satu hancur, semua hancur." Valdo kembali duduk bersila di depan Levano setelah ia selesai dengan tas alat kesehatannya, "Ini adil, gue setuju sama lo. Ini adil. Kita cuman perlu mulai jalan baru, cerita baru."
"Pendidikan dokter lo.."
"Bukan tujuan yang gue buat sendiri. Gue masuk kedokteran karena gue nolak dunia politik. Maksain diri sampe akhirnya gue bisa enjoy apa yang gue jalanin, kunci nya itu, cintai apa yang lo jalanin."
"..."
Valdo memberikan amplop berisi sebagian tabungannya pada sang adik, "Gue punya hal lain yang bisa dikejar selain jadi dokter, dan gak masalah kalo itu hal sederhana yang perlu gue mulai dari bawah."
Lampu kamar sang kakak yang mati dan hanya ada cahaya dari lilin membuat suasana awal pagi yang masih gelap ini menjadi semakin dalam.
Baru kali ini Levano berbicara santai dengan kakaknya tanpa ego, tanpa menolak kebaikan sang kakak, dan tanpa menaikan nada suara.
Suasana rumah semakin berantakan setelah Levano mengambil langkah gila atas pembalasan dendamnya pada orang tua mereka. Ayahnya masih memiliki kuasa dan orang-orang tersandera yang membantu orang tua mereka melewati kekacauan ini.
Berbagai pengalihan issue, berita sanggahan, pemutar balik fakta, hingga ancaman terhadap media milik Jewa mereka lakukan demi melindungi reputasinya, setidaknya sampai lepas dari hukum yang harus mereka terima.
Ayahnya murka saat mengetahui bahwa Levano dalang dari semua itu, Levano yang memulai kekacauan ini, Levano yang dengan bangga menghancurkan keluarganya sendiri dalam rekaman CCTV yang mereka temukan. Dan inilah yang Levano dapatkan.
Lebih kasar dari penghakiman, ia mendapat kekerasan.
Akhirnya pukulan sang ayah tak hanya melayang di udara, kini menyentuh wajah manis nya. Tongkat baseball di pojok ruangan tak hanya di lempar ke tembok, tapi mendarat di pundak dan punggungnya. Sepatu mahal ayahnya tak lagi hanya menendang kaki meja, kini benda itu telah menciptakan memar di tulang keringnya yang membuat Levano tidak sanggup untuk berlari.
Untungnya masih ada Revaldo di rumah bak neraka yang ia tempati ini. Kakak pertamanya itu yang berhasil menyembunyikan Levano dari amukan sang ayah, hingga pukul empat pagi ini, ia membuatkan Levano makanan, membiarkan sang adik membersihkan diri di kamarnya dan mengobati lukanya dengan lampu padam untuk membuat orang tuanya menduga bahwa mereka tidak ada di sana.
![](https://img.wattpad.com/cover/343835277-288-k981754.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope That Will Be The End of Us
Fiksi PenggemarBagian lain dari Jiyel Universe yang belum tersampaikan. Setiap orang memiliki akhir bahagia versi mereka sendiri, akhir bahagia yang memiliki beragam sisi, akhir bahagia yang kadang tak seindah seni, dan apa yang telah terlewati juga akan terjadi s...