18

876 108 19
                                    

"Aji, aku mau tanya serius sama kamu."

Aji yang baru saja menegak minumannya berbalik ke arah Hazel yang datang mendekat ke arahnya.

"Apa?"

"Jawab yang jujur."

Lelaki Yasetya itu mengerutkan alis bingung namun tetap mengangguk dengan bagaimana Hazel terlihat sangat serius kali ini.

"Aku liat aktivitas gak normal dari akun bank kamu, jumlah pengeluaran per-bulan ini gak wajar. Maaf kalo aku tau soal itu, tapi kenapa? Kok bisa pengeluaran kamu sampe sebanyak itu bulan ini padahal kamu gak belanja apapun tapi- kamu ngapain, ji?"

Raut heran diwajah Aji hilang setelah Hazel menyampaikan pertanyaan. Ia berdehem sekali sebelum berusaha menjawab dengan tenang agar Hazel tidak terus menuntut pandangan curiga padanya.

"Aku ada project di luar negeri."

"Project film?"

"Iya dan beberapa dana investasi."

Hazel menatap Aji dengan dahi yang semakin berkerut, "pake dana pribadi?"

Aji mengangguk, "Aku gak libatin perusahaan kali ini. Anggap aja memperluas jaringan bisnis lain."

Hazel menarik nafas dan mengetukan jarinya beberapa kali pada meja pantry sambil tetap menatap Aji tegas, "dan kamu gak bilang ke aku?"

"Belum, aku belum bilang."

"Oke." Hazel menarik nafas dalam untuk menetralkan emosinya. Entah kenapa jawaban Aji tidak memuaskan untuknya.

"Pertanyaanku, apa harus sebanyak itu?" Hazel kembali mengetuk-ketukkan jarinya pada meja, "kamu berani ngeluarin dana sebesar itu, sebanyak itu buat suatu hal yang gak kamu diskusiin ke aku? Atas nama pribadi dan untuk kepentingan pribadi."

Aji mengangkat alisnya, "ya.. Karena beberapa alasan."

"Apa alesannya?"

"Aku belum bisa ngasih tau kamu sekarang, yel." Aji menghela nafas, berusaha lebih tenang untuk menghadapi Hazel yang sepertinya sedang tersulut emosi, "niatku mau ngasih tau kamu di waktu yang tepat."

"Kapan?! Kapan ji?" Hazel menepis tangan Aji yang berusaha meraba pundaknya, "setelah kamu nyesel nanti? Setelah kamu sadar kamu salah buat mutusin suatu hal besar seceroboh itu?"

"Yel-"

"Aji, kamu yang selalu bilang buat selalu komunikasi. Apapun. Dan hal besar kayak gini kamu milih jalanin sendiri?"

"Yel ini buat kamu juga, aku serius soal ini dan ini bukan hal yang aku jalanin tanpa perencanaan matang sebelumnya."

"Iya, apa? Yang jelas!" Hazel menatap Aji marah, "gak usah bertele-tele jujur aja nominal segede itu kamu pake buat apa?"

Aji kembali menghela nafasnya. Ia sedikit tersulut emosi kali ini namun tetap berusaha mengimbangi, mengingat ada Kai di rumah, dan anak itu tidak seharusnya terus terjebak menyaksikan sendiri pertengkaran orang tuanya.

"Aku beli property, di luar negeri."

Jawaban Aji itu cukup membuat Hazel terkejut. Pasalnya Aji tidak pernah membahas tentang membeli properti atau sesuatu tentang itu. Ia hampir memenghabiskan lebih dari 70% tabungannya untuk sebuah hal yang ia putuskan tanpa persetujuan Hazel?

Tidak heran jika lelaki Biantara itu sangat marah sekarang. Pasalnya pengeluaran Aji tidak transparan dan ia cukup berhak untuk merasa khawatir juga curiga akan perbuatan suaminya.

"Mana dokumennya?"

"Di pegang sekertaris ku."

Mendengar itu Hazel tertawa sinis, "di pegang sekertaris kamu? Buat hal besar kayak gini kamu lebih percaya sama sekertaris mu dibanding aku??"

Hope That Will Be The End of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang