69 [END]

942 86 19
                                    

Hari demi hari berlalu hingga tiba saatnya dimana Aji dan Hazel harus pergi mengantar sang anak ke kediaman barunya. Aji pulang lebih awal dari lokasi syuting tempatnya bekerja saat Olivia memberitahu terkait jadwal penerbangannya ke New York, mempercayakan sisa pekerjaannya pada sutradara yang memimpin tim sebelum mengangkat panggilan dari Hazel yang menanyakan keberadaannya.

"aku udah di jalan, langsung ketemu di bandara ya."

Hazel yang mendengar suara sang suami lewat panggilan telponnya tersenyum lalu meminta supirnya untuk mempercepat laju kendaraan karena anak-anak sudah menunggu di bandara. Sama seperti Aji, ia juga berangkat dari tempat kerjanya karena kesibukan mereka yang tiada akhir.

Sepanjang perjalanan Hazel merenung dengan pandangan keluar jendela, matanya tiba-tiba panas dan berkaca, membuat ia segera mengambil selembar tissue untuk menyeka air matanya yang tiba-tiba turun.

Kaivan-nya sudah besar, kini bukan Hazel yang harus pulang ke rumah untuk menemui sang anak, namun sebaliknya. Ingat sekali dulu ia kesulitan menyiapkan persiapan Kai untuk sekolah hingga kini ia mempersiapkan perencanaan besar untuk karir anaknya.

Memastikan anaknya berada di jalan yang tepat yang akan membawa ia ke tujuan terbaiknya. Malam berlalu begitu cepat, Hazel bahkan hanya mengingat terakhir kali ia mengantar Kai pergi jauh adalah untuk menginap di rumah nenek. Masih terasa di tangannya bagaimana ia menggendong dan menuntun tangan sang anak saat si kecil takut dengan lingkungan sekitarnya.

Ia sudah terlalu terbiasa hidup untuk Kai, berusaha demi Kai, merelakan waktunya hanya untuk memberi perhatian lebih pada sang anak, Hazel sudah terlalu terbiasa melewati kesehariannya lebih banyak sebagai Papiyel-nya Kaivan dibanding sebagai Hazel Biantara.

Dan Aji membaca semua itu sesaat setelah ia bertemu dengan Hazel di pintu masuk bandara, tertawa kecil dan langsung membuka tangan untuk memeluk terkasihnya yang menyembunyikan tangis dibalik kaca mata hitam yang langsung ia buka saat bertemu Aji.

"it's okay.. it's not the end, okay? it's okay, don't cry."

Aji mengecup puncak kepala Hazel berkali-kali sambil mengusap punggung kecil dalam pelukannya itu, kembali terkekeh gemas saat Hazel justru semakin menangis dengan mata dan ujung hidung memerah.

"udah jangan nangis, nanti kamu masih bisa peluk si anak aku selama di pesawat. Gapapa kan anaknya mau dewasa gak perlu sama Papinya terus, nanti jadi anak hebat kita juga kan yang bangga?"

Hazel mengangguk sambil membiarkan Aji menyeka air mata di wajahnya, lalu meminta Aji menemaninya ke toilet sebentar untuk merapikan penampilannya sambil menunggu pekerja mereka yang membawakan barang-barangnya.

Setelah Hazel siap dengan penampilannya mereka lanjut berjalan untuk menemui keberadaan sang anak yang sudah menunggu, hingga keduanya menemukan Kai yang berdiri tengah memeluk Rey. Sahabat kecilnya itu terlihat terisak di pelukan sang anak, Hazel dan Aji saling tatap sebelum berhenti di samping Yosa yang juga datang mengantar Rey.

"Anaknya baru mau keluar lagi setelah ditinggal Rahes, eh malah ditinggal juga sama Kai." Ujar Yosa yang membuat Hazel merasa bersalah tanpa alasan, mengusap tangan lelaki itu untuk memberi kekuatan karena bagaimanapun Yosa perlu mendampingi masa-masa terpuruk anak gadisnya.

Kai yang membiarkan Rey terus memeluknya sambil menangis itu kini juga ikut ingin menangis, meski ia terus tersenyum demi menenangkan sahabatnya, namun mendengar bagaimana Rey terisak di dadanya saat ini sungguh menyakitkan.

Mereka bersama sejak kecil, Rey adalah teman pertama Kai setelah ia mengenal Hazel, Rey anak pertama yang memberi ia permen dan berbagi mainan berdua. Dibalik sikapnya yang sedikit nakal dan cenderung galak, Rey adalah seseorang yang paling mengerti dirinya.

Hope That Will Be The End of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang