Hazel bangun dan beraktivitas dengan berat hati pagi ini, padahal hari ini adalah kepulangan Aji. Tapi ia masih tidak nyaman dengan bagaimana perasaannya terluka karena sikap sang anak.Ia tidak mengerti, mungkin ini sebagian peran yang harus ia jalani sebagai sosok orang tua selain selalu mengasihi. Adalah menahan emosi saat ia merasakan perubahan dari sikap sang anak terhadapnya.
Mungkin Hazel terlalu berlebihan, ia bisa berfikir seperti itu sekarang setelah semalaman menangis karena merasa sakit hati. Kai bukan anak pembangkang, Kai juga tidak sepertinya yang keras kepala sejak remaja.
Hazel mengenal Kai sebagai anak yang penurut, Kai adalah yang terbaik yang ia miliki. Mungkin ini karena dulu Hazel tidak selalu meluangkan waktu untuk Kai, mungkin dulu Hazel tidak selalu memberi perhatian penuh pada Kai, sehingga ia tidak tau jika saat perhatiannya diabaikan akan sangat sesakit ini.
Kai adalah anak remaja, hanya sebentar lagi sampai ia berumur delapan belas tahun lalu akan lulus dari SMA. Kai akan mulai memilih perjalanannya sendiri, Kai akan menemukan hal baru yang membuatnya tak lagi lebih menyukai rumah.
Hal menyakitkan dari fakta yang ia terima bahwa sebanyak apapun Hazel mengatakan bahwa Kai harus menemukan orang terbaik untuk cerita cintanya, ia ternyata masih tidak bisa menahan perasaan berat dari bagaimana masa itu mulai datang dan Kai akan lebih memprioritaskan orang baru yang dicintainya dibanding orang tuanya sendiri.
Hazel pernah mengalami itu, Hazel kini menyadari bahwa mungkin ia sangat melukai perasaan Papa dan Mama dulu saat selalu mendengarkan Aji tapi mengabaikan nasihat mereka. Hazel pernah sangat mencintai cinta pertamanya, Mark, hingga membangkang dan hampir nekat pergi ke Kanada menyusul kekasihnya.
Hazel ingat masa-masa itu, masa dimana ia bahkan memaksa dibelikan apartemen pribadi dan tidak mau tinggal di rumah lagi padahal ia masih siswa menengah atas yang baru merasakan senang dari kebebasan demi kehidupan remajanya.
Dan, sebanyak apapun Hazel sadar akan hal itu. Ia tidak mau merasakan posisi orang tuanya saat ini. Ia tidak mau Kai mengabaikan nya, Kai berbohong padanya demi orang lain, Kai tidak mendengar nasihatnya dan lebih mendengarkan orang lain, Kai tidak menepati janji nya demi menepati janji untuk orang lain.
Semalam, sang anak pulang dengan kondisi basah kuyup tanpa jaket. Pulang terlambat meski telah berjanji ia tidak akan pulang terlambat. Dan terus bungkam saat Hazel bertanya tentang kenapa Kai tidak mendengarkannya dan demi siapa ia rela mengabaikan pesannya.
Hazel merasa akan sangat berlebihan jika ia harus memaksa teman-teman Kai memberi tahunya tentang siapa yang selalu pergi bersama Kai akhir-akhir ini. Karena bahkan Jeo dan Rey pun hanya memintanya untuk bertanya langsung pada sang anak.
Itu artinya, lagi, Kai lebih terbuka dan percaya pada teman-teman nya dibanding pada Papi nya sendiri.
Sulung Biantara itu mengusap wajahnya, kembali fokus menggunakan skincare pagi nya sebelum turun hendak membantu pekerja di rumahnya memasak untuk Aji.
"Pagi Kak yel."
"Eh udah kesini, Daf?"
Hazel terkejut saat melihat Dafa yang sudah berada di rumahnya dengan tas dokter yang melengkapi.
"Iya, kak. Sengaja biar masih pagi, walau agak kesiangan sih."
Sang kakak terkekeh dan mengusap pundak adiknya, "mau sarapan dulu?"
"Udah kok, tadi Rumi masak di rumah." Dafa menolak dengan halus lalu bertanya, "Kai nya udah bangun?"
Mendengar nama sang anak disebut membuat hatinya mencelos. Perasaannya masih tidak nyaman, ditambah ia khawatir karena tengah malam tadi Mbak Tia memberitahunya bahwa Kai demam hingga tidak bisa tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope That Will Be The End of Us
FanficBagian lain dari Jiyel Universe yang belum tersampaikan. Setiap orang memiliki akhir bahagia versi mereka sendiri, akhir bahagia yang memiliki beragam sisi, akhir bahagia yang kadang tak seindah seni, dan apa yang telah terlewati juga akan terjadi s...