Sneakers berwarna hitam dengan tali putih itu basah kuyup karena dibawa berlari oleh sepasang kaki dari anak remaja yang mengguyur dirinya sendiri di bawah hujan. Di susul dengan remaja lain bersama sepatu putihnya yang telah berubah warna oleh kotoran tanah basah masih dengan jersey basket nya yang juga tertawa di bawah hujan.Kedua remaja itu, Levano dan Kaivan. Bolos dari sekolah untuk kemudian pergi dengan kereta menuju sebuah tempat peternakan dan pertanian besar di pinggir kota.
Jalanan menanjak diantara rumput hijau yang luas tidak menghentikan langkah mereka untuk terus berlari menuju puncak. Bahkan hujan yang mengguyur tubuhnya tidak menjadi masalah, Levano dan Kai justru tertawa dengan bagaimana keduanya berusaha saling mengejar untuk sampai lebih dulu.
"YASH! I WON!"
Levano berseru sambil melompat kecil setelah berhasil sampai lebih dulu di atas bukit sebelum Kai. Nafasnya menderu naik turun sambil melihat Kai yang memilih berjalan untuk sampai di sampingnya beberapa saat kemudian.
"Hahh.. Hahh.. Ternyata capek juga."
Remaja dengan seragam kebanggaan sekolahnya tersenyum meremehkan lalu berjalan sedikit turun memijak rumput hijau yang basah untuk berteduh di salah satu pohon besar yang ada di sana, "lemah! Dulu gue sering main kesini sendirian dan gak ngerasa capek tuh."
Kai mengikuti langkah Levano, melepas tasnya dan ia simpan begitu saja di bawah pohon. Lalu melepas sepatunya dan mengeluarkan air yang menggenang di dalam sana, "lo sering kesini?"
"Dulu, ya." Levano yang duduk di atas rumput ikut melepas sepatunya dan mengeluarkan air yang menggenang seperti Kai, "awalnya gue dikejar sama gangster jalanan, yeah.. You know why. Gue nekat sembunyi di ladang jagung yang ada di bawah, tapi karena ngerasa gak aman gue lari sampe sini." Lanjutnya.
Kai mengangguk, menggunakan kembali sepatunya lalu mengutarakan pandangan ke arah sekitar. Tempat ini merupakan dataran tinggi yang dipenuhi area hijau perkebunan. Sedikit lebih bawah terdapat pemukiman penduduk yang didominasi oleh petani juga peternak.
Lebih bawah lagi ada pabrik besar, sepertinya pabrik tepung dan beras. Dari tempatnya berdiri saat ini Kai dapat melihat sebagian area kota dari bangunan-bangunan tinggi juga mesin kontruksi sebuah mall yang baru dibangun.
"Suasananya kayak di desa, ya?" Kai masih berdiri memperhatikan pemandangan di sekitarnya, "tapi kalo di desa, suasana yang bisa kita liat di bawah tuh biasanya persawahan luas, sungai, dan rumah-rumah penduduk di dekat kebun juga sawah."
"Oh, ya?" Levano mengangkat alisnya penasaran, ikut memperhatikan suasana sekitar tanpa beranjak dari duduknya, "lo pernah janji buat ajak gue ke desa."
"Ya, gue inget." Kai mengangguk, mengalihkan pandangannya pada Levano lalu duduk di samping remaja itu, "kalo lagi hujan gini, biasanya kita diam di dalam rumah pake jaket dan minum teh panas depan tungku api sambil masak jagung rebus."
"Di dalam rumah pake jaket??"
Kai mengangguk, "di pedesaan itu dingin, gak perlu ada AC di dalam rumah setiap hari udaranya sejuk. Tapi- kalo cuaca lagi panas sih ya.. lumayan gerah."
"Semua pedesaan gitu?"
Kai menggeleng ragu, "gatau.. gue cuman tau desa tempat nenek aja." Ucapnya lalu memperhatikan Levano yang kini melepas tas juga blazer sekolahnya dan ia lebarkan di atas tasnya, "kalo libur nanti, ayo kesana."
Ucapan itu membuat Levano balas melihat ke arah Kai, "Kapan ada libur?"
"Weekend"
Levano menggeleng, "gue perlu temenin Varo." Ucapnya mengingatkan Kai bahwa ia tidak dalam situasi yang ideal untuk bepergian jauh dari rumah. Orang tua mereka bisa datang kapan saja dan rahasia Alvaro bisa terbongkar kapan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope That Will Be The End of Us
Fiksi PenggemarBagian lain dari Jiyel Universe yang belum tersampaikan. Setiap orang memiliki akhir bahagia versi mereka sendiri, akhir bahagia yang memiliki beragam sisi, akhir bahagia yang kadang tak seindah seni, dan apa yang telah terlewati juga akan terjadi s...