Menatap layar ponsel hingga larut malam hanya untuk memastikan bahwa pesannya memang tidak akan mendapat jawaban lagi dari orang lain di sebrang sana yang pamit untuk tidur hingga empat kali berturut-turut. Tersenyum seperti orang bodoh dengan kiriman foto dari bukti bahwa si pengirim pesan sudah berada di atas ranjangnya dibalut selimut untuk siap terlelap.Adalah apa kebiasaan Kai akhir-akhir ini.
Jadi seperti itu rasanya pacaran, memiliki kekasih atau orang spesial yang akan mengisi setiap detik di hari-hari monotonnya. Kai mematikan ponselnya, setelah Levano benar-benar tidak lagi membalas pesan yang ia kirim. Kekasihnya itu sudah tidur, setelah marah-marah karena Kai menyimpan minuman di loker olahraganya siang tadi.
Mereka sepakat untuk tidak terlalu dekat di sekolah. Levano tidak mau ketahuan memiliki hubungan spesial dengan Kai mengingat dulu ia adalah orang pertama yang selalu terlihat hebat dengan merendahkan Kai. Levano tidak mau orang-orang tidak lagi memandangnya hebat karena jatuh pada orang yang dulu sangat ia benci karena kelemahannya.
Levano berada di jajaran siswa berprestasi dengan kelas penuh siswa berambisi tinggi. Sedangkan Kai hanya siswa biasa yang akan puas dengan perolehan nilai mentok di rata-rata. Levano mungkin akan berakhir menjadi korban lelucon dan cemoohan jika ketahuan jatuh pada siswa yang dulu ia remehkan.
Tak hanya itu, Levano mengakui bahwa saat berada di sekitar Kai ia terkadang bertingkah beda dari biasanya. Sedikit lebih manja, atau terasa lebih lemah dari biasanya, dan itu menjijikan. Levano merasakannya sendiri, itu menggelikan, ia tidak suka- tidak suka jika itu dilihat orang lain. Ia tetap menyukainya jika hanya ada mereka berdua.
Dan Kai tidak masalah dengan itu, ia tidak keberatan sekalipun Levano ingin tetap mengganggunya di sekolah, menguncinya di toilet atau mengotori sepatunya dengan air pel. Jika itu membuat Levano senang, Kai akan melakukannya.
Ia hanya keberatan dengan fakta bahwa hal itu membuat intensitas mereka berbagi waktu bersama menjadi kurang. Mereka hanya bisa sedikit bermesraan saat berangkat dan pulang sekolah. Kai tidak puas, ia jadi sering merindukan Levano meski mereka bertemu setiap hari.
"Ah.. pacaran tuh ngerepotin ternyata."
Sehingga ia kini mengeluh, tentang keputusannya untuk mencoba hal baru tentang kisah cinta anak remaja.
Merasakan rindu itu merepotkan, ingin selalu bertemu itu merepotkan, merasakan jantung berdebar hanya karena melihat wajah kekasihnya juga merepotkan.
Kai baru sadar jika ia semua hal merepotkan itu telah mengubahnya. Meninggalkan ponselnya begitu saja di atas ranjang, Kai berdiri memegang salah satu mainannya di depan lemari.
Ia tidak lagi larut dengan teman-teman imajinatif nya. Tidak lagi merasakan black kaws mengajaknya bersembunyi dari bahaya. Tidak lagi menggambar karakter imajinatif yang hidup di kepalanya. Tidak lagi menghabiskan waktu dengan menyusun lego hingga melupakan jam makannya.
Ia mengangkat kepala, sedikit berjalan untuk berhenti di depan cermin. Menatap dirinya sendiri dan Kai bertanya dalam hati, apa ini yang membuat Papi posesif padanya? Papi tidak ingin anaknya berubah menjadi sosok lain yang tidak dikenal?
Kai menggeleng, tidak, Papi pernah mengatakan tentang kebebasan bahwa kisah cinta remaja juga merupakan hal yang harus ia lewati. Dan ia tidak berubah, ia masih anak baik untuk Papi dan Papa, Kai hanya memiliki hobby lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope That Will Be The End of Us
Hayran KurguBagian lain dari Jiyel Universe yang belum tersampaikan. Setiap orang memiliki akhir bahagia versi mereka sendiri, akhir bahagia yang memiliki beragam sisi, akhir bahagia yang kadang tak seindah seni, dan apa yang telah terlewati juga akan terjadi s...