36

717 98 30
                                    

Kondisi Hazel semakin memburuk setelah ia melihat sosok ibu datang untuk menghakiminya seolah mengupas seluruh kesalahannya. Hazel tidak ingin tinggal di rumah sakit dan memaksa pulang, sehingga saat Aji datang Aji setuju untuk melanjutkan perawatan Hazel di rumah didampingi dokter profesional yang akan mengobatinya.

Hari-hari itu terasa berat, karena Hazel bahkan tidak ingin bertemu Aji. Ia menangis dan berteriak saat melihat Aji, karena takut Aji yang dilihatnya juga akan melakukan hal yang sama seperti yang sosok Ibu lakukan padanya.

Ia takut Aji akan mengatakan bahwa ia menyesal hidup bersamanya, ia dirugikan, atau bahkan ia membencinya, lalu membuat Hazel semakin kecewa pada dirinya sendiri.

Hingga Kai pulang, pulang dengan paksa setelah sempat bertengkar dengan Mike yang terus menahannya untuk memperpanjang masa liburan mereka.

Malam itu, Kai bahkan tidak peduli jika ia berlaku tidak sopan pada Mike yang telah dengan dermawan memberi mereka kesempatan berlibur gratis atau bagaimana Mike telah memperlakukannya seperti adik selama ini. Kai merasa tidak tenang, Kai merasakan ada hal yang ditutupi, dan Kai pulang menggunakan transportasi umum hingga sampai rumah pukul tiga pagi.

"GO AWAY!!"

'brakk!'

Dan yang Kai dapatkan sebagai sambutan adalah bagaimana kondisi buruk Papi yang ketakutan melihatnya, mengusirnya, bahkan melemparkan barang padanya.

Saat itu Kai hanya diam, diam tidak tau harus berbuat apa dengan kepala sibuk memahami situasi.

Tentang apa yang terjadi pada papi? Tentang bagaimana Papi bisa terlihat sangat sakit? Dan kenapa Papi sangat tidak ingin melihatnya?

Hingga satu lemparan garpu dari Papi berhasil melukai bagian atas kelopak matanya membuat Aji menarik Kai keluar dari kamar Hazel saat itu juga.

"P-papi kenapa??" Tanya Kai dengan suara bergetar, bahkan mengabaikan darah yang mulai keluar dari luka di bawah alis kiri nya.

Sedangkan Aji, menatap berat sang anak. Menghela nafas dalam sebelum mengusak tegas rambutnya, "Papi sakit, besok pagi atau siang, setelah Papi bangun kamu bisa nemuin Papi lagi."

"Pa-"

"Sekarang istirahat, minta Mbak Tia obatin luka kamu."

"Tunggu, Pa. Kai-"

"Papa minta maaf, buat lukanya." Aji menangkup dan menatap lekat wajah sang anak, lalu menyeka darah dari luka Kai dengan jempol tangannya sendiri. "Besok, kalo Papi tanya dari mana asal luka ini. Jangan bilang karena Papi, okay? Untuk kali ini, lagi, Jangan jujur sama Papi."

Kai sebenarnya tidak mengerti, Kai bingung dengan apa yang sedang terjadi. Ia bahkan masih menggendong ransel nya dengan headphone tergantung di leher. Kai datang untuk menjadi anak manja dan merajuk karena tidak mendapat kabar dari orang tuanya.

Tapi yang ia temukan justru sebaliknya, ia harus datang dan tiba-tiba bersikap dewasa tanpa memahami situasi sebenarnya. Menekan rasa khawatir dan sedih dari bagaimana kondisi buruk Papi hanya demi menghargai perintah Aji.

Hal itu membuat Kai menurunkan tangan Aji dari wajahnya, menyeka air matanya sendiri yang turun tanpa bisa dikendalikan. Lalu berlari ke kamarnya dan membanting pintu, Kai marah, Kai marah karena ia tidak tau apa saja yang Papi lalui selama ia berlibur melewati waktu yang menyenangkan.

Dan ia merasa bersalah untuk mendapatkan kebahagiaan berkesan saat Papi justru menderita tanpa sepengetahuannya.

Sementara Aji kembali ke ruangan Hazel, diam mendengarkan tangisan dan teriakan terkasih nya seperti alunan musik yang harus ia dengar setiap malam. Mengepalkan tangannya erat berharap semua ini segera berakhir.

Hope That Will Be The End of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang