PART 18

14.2K 918 25
                                    

PART 18

Nara pikir, ia betul-betul tidak masalah kalau Martin hanya ingin mempermainkan dirinya. Tetapi, rupanya ia salah. Karena hari ini ia mendapati dirinya yang mulai hilang kesabaran, merasa marah, dan tidak terima setelah dicampakkan.

Ya, Nara merasa dicampakkan. Karena sudah 5 harian ini Martin sama sekali tidak pernah muncul lagi di hadapannya. Tidak pernah lagi menjemputnya, dan tidak menyabotase sopir pribadi ibunya. Padahal, Nara yakin jika pria itu tidak sedang berada di luar kota, ataupun luar negeri untuk mengurusi pekerjaan.

Bukan hanya itu saja, panggilan telepon serta chat dari pria itu pun benar-benar tidak ada.

Lalu, kesabaran Nara itu semakin diuji ketika Jeandra bertanya mengenai kebenaran tentang hubungannya dengan Martin saat mereka tak sengaja berpapasan di dekat pintu masuk cafe seberang kantor. Cafe langganan bagi para karyawan serta bos di Adikara Group.

Nara lantas mendelik sebal, dan menjawab pertanyaan pria itu dengan nada ketus. “Tanya aja sana sama adik sepupu kamu. Gak usah nanya-nanya sama aku.”

Tepat setelah menjawab seperti itu, Nara pun langsung bergegas pergi dari cafe itu. Karena mobil milik ibunya yang dikendarai oleh Darman tampak sudah menunggu.

Nara jadi berpikir untuk mampir dulu ke kediaman keluarga Fadil sebelum benar-benar pulang ke apartemen.

Namun, urung. Lagi pula, untuk apa ia datang ke situ? Lebih baik ia langsung pulang, dan merilekskan tubuhnya di dalam bathtub. Nara ingin berendam sekaligus mendinginkan kepalanya yang terasa panas. Karena ia sadar jika hari ini ia sedang sangat sensitif terhadap—nyaris—semua orang. Nara lantas menghela napas panjang, dan memperhatikan kemacetan yang terjadi di sekitar mobilnya.

Butuh waktu nyaris 1 jam perjalanan sebelum ia benar-benar sampai di apartemen dengan selamat. Darman menurunkannya di depan lobi gedung apartemen, dan langsung pamit pergi setelah ia mengatakan jika dirinya tidak perlu diantar ke tempat lain saat sopir ibunya itu menawarkan diri.

Begitu sudah sampai di dalam unitnya, Nara pun langsung bergegas pergi ke kamar mandi dan mulai mengisi air. Selain itu, ia juga turut menyiapkan beberapa kudapan, seperti buah dan smoothies mangga. Lalu memasang lilin aromaterapi, dan tak lupa memutar musik klasik dengan melodi lembut yang mungkin bisa menenangkan pikirannya saat ini.

Setelah semuanya selesai, Nara tampak mulai mencepol rambut panjangnya, serta menanggalkan seluruh kain di tubuhnya. Ia masuk ke dalam bathtub, menyandarkan tubuhnya di sana, lalu mulai memejamkan mata. Terasa sangat rileks sekaligus menenangkan.

Sementara musik terus berputar, justru ingatannya malah sibuk memutar ulang adegan tentang dirinya dan Martin yang sudah cukup sering berciuman. Di sofa, juga di mobil.

Nara lantas menggeram. Ia langsung membuka mata. Karena saat matanya tertutup, malah sosok pria itulah yang ia lihat. Terasa begitu jelas dan nyata.

“Sial,” umpat Nara dengan suara pelan. Ia lantas meraih ponselnya, dan ingin sekali menghubungi Martin. Sekadar bertanya tentang kabarnya melalui aplikasi chatting.

Tetapi, ia ragu, atau mungkin memang dirinya yang terlalu gengsi?

Nara geleng-geleng samar, kemudian mengurungkan niatnya yang ingin menghubungi Martin, dan meletakkan kembali benda pipih berbentuk persegi panjang itu ke tampat semula.

Padahal, kedekatan mereka kemarin baru terjalin secara singkat. Sangat singkat. Sekitar 1 mingguan. Itu pun terpotong akibat Martin yang sempat pergi ke Bali selama 3 hari. Setelah itu, tidak ada lagi sosok Martin. Pria itu benar-benar menghilang hingga hari ini.

DinaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang