PART 45
Jika beberapa waktu lalu Nara sempat mual-mual jika terlalu berdekatan dengan Martin, maka kini wanita itu mulai sering meminta hal yang aneh-aneh. Khususnya jajanan jadul yang cukup sulit untuk ditemui—setidaknya bagi Martin. Karena ia sempat harus berkeliling demi mencari penjual es potong, karena Nara ingin meminta es potong yang katanya sering dijual menggunakan sepeda. Tidak mau es potong dari tempat lain, apa lagi di sebuah kedai.
Namun, saat sengaja sedang dicari, entah kenapa si penjual es potong bersepeda itu malah sulit sekali untuk ditemui. Alhasil, Martin jadi kena omel, dan Nara jadi badmood selama berhari-hari.
Selain itu, Nara juga pernah meminta dibelikan cokelat payung.
Itu terjadi saat sudah hampir tengah malam, dan tiba-tiba saja Nara rindu ingin memakan cokelat payung malam itu juga. Bahkan sama sekali tidak bisa ditawar. Hingga membuat Martin terpaksa harus berkeliling mencari cokelat yang dimaksud oleh istrinya.
Untungnya, cokelat payung itu ketemu ketika Martin mengeluh di grup chat keluarganya. Lalu adiknya mengatakan kalau di tempat foto copy-an yang terletak di dekat kampusnya menjual cokelat itu, sehingga Martin pun nekat menggedor tempat yang dimaksud. Karena tempat itu sedang tutup. Kabar baiknya, meskipun merasa terganggu, si pemilik ruko yang tinggal di lantai dua tempat itu, akhirnya merasa maklum. Karena Martin mengatakan jika istrinya sedang hamil dan mengidam, jadi ia membutuhkan cokelat payung itu saat itu juga, walaupun jam sudah menjukkan lewat dari tengah malam.
Namun, begitu sampai di rumah, ternyata Nara sudah ketiduran di sofa. Martin jadi tidak tega untuk membangunkan istrinya. Selain itu, ia juga tidak ingin dimarahi saat baru akan menjelang pagi buta. Karena ia takut kalau istrinya itu akan merasa terganggu, dan berakhir dengan marah-marah. Sehingga ia pun hanya memindahkan wanita itu ke dalam kamar, dan sengaja belum memberikan cokelat payung yang berhasil ia bawa.
Lalu, tanpa diduga, keesokan paginya wanita itu malah sibuk marah-marah. Menyalahkan Martin dan lain sebagainya. Karena tidak dibangunkan oleh pria itu, dan batal memakan cokelat payung secepatnya.
“Kalau nanti anak kita ileran, berarti itu semua salah kamu!” Nara kembali menyalahkan Martin gara-gara termakan mitos.
“Sayang ....” Martin mendekat dan menyentuh kedua bahu wanita itu. Ia menunduk, serta berbicara dengan nada halus. “Anak kecil kan memang sering ileran. Menurut aku, itu wajar. Mereka masih bayi—”
“Tapi, anak-anak kakakku enggak. Keponakanku gak ada yang ileran.“
“Mungkin kamu enggak tahu,“ sahut Martin dengan sabar. “Karena mereka gak ilerannya pas ada kamu. Kalau gak ada kamu, bisa aja kan mereka begitu?”
“Keponakan kamu kan pinter-pinter,” tambah Martin setelah itu.
Namun, Nara tetap ngotot. Membuat Martin jadi merasa serba salah. Bingung sendiri menghadapi tingkah laku istrinya yang mulai tidak sesuai ranah. Hingga pada akhirnya, pria itu pun hanya mampu mengalah. Mengiakan apa pun yang sedang dikatakan oleh Nara, sekaligus tetap menyabarkan hatinya. Karena ini semua terjadi karena hormon kehamilan. Nara yang asli jarang sekali bertingkah dengan begitu menyebalkan.
Lalu, hari ini, tiba-tiba saja Nara datang ke kantor Martin. Membuat pria itu terkejut, karena Nara datang tanpa memberitahu.
“Kamu dateng sama siapa, hm?”
“Aku naik taksi,” balas Nara tanpa beban sama sekali. Bahkan langsung duduk di atas pangkuan Martin. Mengabaikan sosok Shintya yang masih berdiri, lalu memutuskan untuk segera pamit pergi.
“Kok naik taksi?” Martin terlihat tidak suka mendengar balasan dari Nara saat itu. Hingga Nara pun buru-buru mengusap dada sang suami untuk menenangkan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara
Storie d'amoreSemua berawal dari busana biru pastel, ciuman terdesak, serta aksi yang dipergoki oleh ibunya, hingga membuat Nara harus terjebak bersama pria berengsek seperti Martin dalam kurun waktu yang lama. Entah sampai kapan, tapi mampukah Nara mengatasi ini...