Bab ini lebih panjang dari sebelumnya, soalnya kali ini 2 ribu kata (lebih dikit, malah)
Happy reading, guys!
***
PART 21
Nara terlihat sedikit terkejut. Ia tidak mungkin salah mengenali. Karena meskipun ia tidak terlalu mengenal sosok Gea, tapi ia tahu bagaimana rupa perempuan itu sebenarnya. Lantaran dulu, saat masih SMA, ia pernah tak sengaja melihat gadis itu dari kejauhan. Karena dia sedang digandeng oleh Martin, yang tentu saja cukup menarik atensi. Hingga salah satu teman kerja kelompoknya mengatakan, kalau itu adalah Gea, pacarnya Martin—mantan kakak kelas mereka.
Nara dapat melihat, jika tidak banyak yang berubah dari Gea, selain penampilannya yang terlihat semakin modis dan mewah.
Lalu, keterkejutan Nara sore itu langsung terbukti, saat rekan kerjanya Martin mulai berbasa-basi, serta memperkenalkan perempuan yang disebutnya sebagai ‘Sayang’ itu kepada mereka semua yang tampak hadir.
Pria itu memang tidak memperkenalkan Gea lebih lanjut, seperti sebagai seorang istri ataupun kekasihnya, tapi mereka semua sepertinya cukup tahu dan mengerti siapa Gea sesungguhnya.
Mungkin simpanan, atau sekadar ‘teman’ pria itu untuk melepas penat.
Namun, Nara tahu jika dirinya harus tetap merasa waspada. Karena Gea adalah salah satu mantan pacarnya Martin. Bahkan Rina juga sudah sempat mewanti-wanti dirinya, kalau Gea adalah sosok yang berbahaya.
“Jadi, kamu calon istrinya Martin?“ tanya Gea yang sesungguhnya tidak memerlukan jawaban lagi, karena beberapa saat yang tadi Martin memang sudah sempat memperkenalkan Nara sebagai calon istri.
Gea tampak mengamati penampilan Nara sekali lagi. Saat ini keduanya sudah memisahkan diri, berada di meja yang terpisah dari rombongan Martin tadi. Karena orang-orang itu sedang sibuk membicarakan soal bisnis, dan Bram—yang sepertinya tidak mengetahui tentang masa lalu Gea dengan Martin—memberi usul supaya Gea dan Nara duduk di meja lain, serta saling mengakrabkan diri. Lantaran mereka semua akan berada di Lombok selama beberapa hari.
Awalnya Martin sudah sempat berusaha untuk menahan Nara agar tetap duduk dan berada di sampingnya, karena Martin yakin kalau Nara pasti tidak akan bosan untuk menungguinya bekerja. Lantaran sebelumnya mereka juga telah sepakat, dan Nara setuju untuk terus ikut bersama Martin meskipun hanya duduk-duduk saja. Lagi pula, sore itu ia dan Bram hanya ingin menandatangani kontrak kerja. Karena sebelumnya mereka semua sudah sempat bertemu dan meeting bersama. Tetapi, Nara segera menenangkan Martin dan menyetujui usul dari Bram. Makanya ia dan Gea bisa memisahkan diri berdua, serta duduk di satu meja.
“Tipikal gadis yang memang cocok dibawa oleh Martin ke hadapan ibunya,” sambung Gea dengan jujur, apa adanya. Karena sekali lihat saja, Gea atau siapa pun itu, pasti setuju jika Nara terlihat seperti seorang gadis baik-baik yang akan langsung mendapatkan restu dengan mudah kalau dibawa pulang ke rumah.
Nara sama sekali tidak berkomentar. Selagi Gea tidak merendahkan dirinya, ia tidak akan menanggapi komentar perempuan itu mengenai dirinya.
“Kenal Martin di mana? Kalau boleh tahu,” Gea tampak menyeruput minumannya dengan santai, tapi matanya seolah tidak pernah lepas dari sosok Nara yang sedang duduk di seberang meja.
Gea tebak, kedua orang itu—Martin dan Nara—pasti tidak berkenalan di club. Karena Nara terlihat jauh berbeda dari wanita-wanitanya Martin yang sebelumnya. Bahkan Gea juga yakin kalau Nara bukan tipikal gadis yang sering bersenang-senang menghabiskan sisa weekend-nya di club malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara
RomanceSemua berawal dari busana biru pastel, ciuman terdesak, serta aksi yang dipergoki oleh ibunya, hingga membuat Nara harus terjebak bersama pria berengsek seperti Martin dalam kurun waktu yang lama. Entah sampai kapan, tapi mampukah Nara mengatasi ini...