PART 43

12K 844 24
                                    

PART 43

“Hiiih! Kok ada kamu sih?!“ seru Nara sembari mendorong Martin begitu terbangun dalam posisi tubuh yang sedang memeluk erat pria itu. Bahkan Martin pun turut membalas pelukannya, sehingga mereka tadi saling berpelukan di atas ranjang.

Nara sontak bergidik sekilas, lalu mengusap-usap tubuhnya menggunakan kedua telapak tangan, yang membuat Martin jadi terkekeh santai sekaligus kembali mendekat. Mencoba untuk kembali memeluk tubuh wanita itu, karena sudah lama sekali mereka berdua tidak saling berpelukan.

Hanya saja, Nara segera mematahkan usaha suaminya itu dengan sigap. Karena ia tidak sudi dipeluk oleh pria itu, lantaran dirinya masih merasa sangat kesal dan marah.

“Kamu nginep di hotel kok gak ngajak-ngajak aku sih, Yang?” Martin bertanya dengan nada santai sambil terus berusaha mencari celah agar Nara bisa dipeluk oleh dirinya. Karena sepertinya wanita itu sudah tidak mual-mual lagi saat sedang berdekatan dengan dirinya.

“Ngapain ngajak-ngajak kamu?” tanya Nara yang terdengar sangat ketus.

“Kamu marah sama aku?” balas Martin setelah mendengar sahutan itu. Tetapi, Nara hanya menampilkan raut wajah super judes.

“Aku ada salah ya sama kamu?” Kali ini Martin bertanya dengan nada suaranya yang terdengar jauh lebih lembut. “Kalau aku ada salah, coba kamu kasih tahu aku,” pintanya setelah itu.

“Masih nanya?” sindir Nara yang sesungguhnya hampir tidak percaya kalau ternyata suaminya itu tidak menyadari di mana letak kesalahannya. Padahal jelas-jelas kemarin sore pria itu meninggalkan dirinya di rumah sakit sendirian demi mengurusi si Gea. “Kamu gak sadar gitu kesalahan kamu itu apa?” tekannya kemudian.

“Sayang ....”

“Gak usah sayang-sayang!”

Martin sempat cemberut memandang Nara sebelum menyembunyikan kepalanya di dada wanita itu dan tidak mau melepaskannya. Sedangkan Nara sudah sibuk mencak-mencak.

“Kamu udah gak mual lagi sekarang,“ ucap Martin dengan suara yang sedikit teredam.

“Hiiih! Jauh-jauh sana!“

Namun, segala upaya Nara saat itu nyaris tidak membuahkan hasil apa-apa. Yang ada tangannya malah sakit sendiri karena mendorong tubuh Martin yang terasa keras dan liat.

Sementara itu, Martin sudah berusaha mencoba menciumi Nara, dan nyaris menyasar pada bibirnya. Tetapi, wanita itu mampu mengelak.

“Sayang ....“ tegur Martin dengan nada mengeluh, karena ia ingin mencium bibir istrinya itu. “Aku kangen. Kangen banget sama kamu.“

“Pengen cium,“ sambungnya setelah itu.

“Aku enggak mau.“ Nara membalas ketus dan menatap penuh dendam ke arah pria itu.

“Kenapa? Kan kamu udah gak mual-mual lagi sekarang?“

“Ya, memang. Tapi, sekarang aku jadi enek ngelihat muka kamu. Mending kamu jauh-jauh sana dari aku.“ Nara tampak segera berguling ke tepi ranjang dan terduduk. Supaya tidak kembali dipeluk dan terkurung di antara kedua tangan nakal pria itu.

Martin jadi ikut terduduk. “Aku ada salah apa sih sama kamu?” Ia kembali bertanya dengan suara lembut. “Tolong, kasih tahu. Aku beneran enggak tahu. Dari kemarin aku pusing, ngurusin restoran, nyariin kamu.”

“Ooh... jadi, aku bikin pusing. Gitu? Iya?”

Martin tampak menggaruk kasar bagian samping kepalanya. “Bukan itu maksud aku.”

DinaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang