PART 23
“Hai ....”
Martin yang mendengar sapaan merdu barusan, sontak menoleh kaget, dan refleks melirik ke arah sekitar.
“Ngapain kamu di sini?“ tanyanya dengan waspada. Karena ini sudah hampir tengah malam, dan Gea malah berkeliaran di dekat dirinya. Ia khawatir nanti ada yang salah paham. Apa lagi pegawai resort di sini bisa saja langsung melapor kepada ibunya. Karena hal semacam itu memang sudah cukup sering terjadi di dalam hidupnya. Hingga terkadang, ia tidak bisa mempercayai pegawainya sendiri, karena mereka cukup sering ditekan ataupun memang sengaja diajak bekerja sama oleh sang ibu.
Perempuan itu tampak mengangkat bahu, hingga kimono satinnya terlihat sedikit melorot. “Kamu sendiri, ngapain di sini?“
“Bukan urusan kamu.”
Gea hanya mencibir pelan mendengar jawaban itu. Tetapi, matanya sempat melirik cangkir alkohol yang terletak di atas railing pembatas yang terbuat dari kayu. “Mana calon istri kamu? Tidur?”
“Hei, tunggu dulu,“ cegah Gea yang segera menarik sebelah lengan Martin, meskipun tangan pria itu berada di dalam saku. “Mau ke mana sih?” tanyanya sambil tertawa kecil. “Gak usah buru-buru.“
“Aku sibuk,“ ucap Martin singkat, sembari melepas celakan tangan Gea di lengan kanannya.
“Cuek banget, kayak gak pernah bobo bareng aja,” cibir perempuan itu dengan nada santai. Sementara Martin sudah memasang wajah kaku, terlihat tidak suka.
“Jangan ngomong gitu. Aku gak suka. Apa lagi kalo sampe didenger sama Nara.”
Namun, perempuan itu hanya mengendik samar. Terlihat cuek, dan sama sekali tidak peduli pada teguran dari Martin barusan.
Sejurus kemudian, pria itu pun segera berujar. “Oh iya, lain kali kalau ditolongin orang, bersikaplah yang sopan. Enggak semua orang bakal suka kalau kamu elus-elus kayak tadi. Apa lagi aku juga udah punya pasangan—”
“Berarti kalau kamu single, enggak masalah? Iya, ‘kan?“ potong Gea yang langsung bertanya dengan nada santai. “Aku gak yakin kalau kamu bakalan langgeng sama Nara. Dia kelihatan ... ya, dia cantik sih, tapi gak tahu deh, kayak bukan tipe kamu banget. Aku yakin kamu bakalan cepet bosen.”
“By the way, malem ini aku kosong.” Gea tampak tersenyum, menyibak rambut panjangnya ke samping, memamerkan lehernya yang putih mulus dengan beberapa helai rambut yang tertiup angin. “Mas Bram udah pulang duluan tadi sore, anaknya rewel.”
“Kalau kamu mau minta jatah mantan, kamu bisa lho ... malem ini,” kata Gea dengan lembut, bahkan semakin merapatkan tubuh ke arah Martin. Tampak menyentuh sebelah bahu pria itu, terus menebar senyum. “Kan besok kamu juga udah pulang, mumpung lagi ada kesempatan. Kalau di Jakarta, nanti susah nyari waktunya. Belum lagi Mama kamu ...,” Gea menjeda sejenak, lalu melanjutkan kalimatnya itu dengan cemberut serta nada suara yang terdengar sedikit mengeluh. “ ... Beliau rewel banget.”
***
Martin segera naik ke atas tempat tidur. Gerakannya sangat terburu-buru, hingga membuat Nara merasa terganggu. Gadis itu lantas mengeluh, kemudian berbalik badan, memberikan punggungnya kepada Martin yang kini sudah bergerak untuk memeluk.
“Dari mana sih kamu?” tanya Nara dengan suara serak, khas bangun tidur. Ia bahkan semakin menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut. Asyik bergelung. Karena cuaca malam ini terasa sangat dingin. Sisa hujan yang terasa sangat awet. Padahal pendingin ruangan sudah dimatikan sejak tadi.
“Habis dari luar, tadi minum sebentar.“ Suara Martin terdengar sedikit teredam, karena pria itu sudah menenggelamkan wajahnya di belakang Nara. Memeluk gadis itu erat-erat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara
RomantizmSemua berawal dari busana biru pastel, ciuman terdesak, serta aksi yang dipergoki oleh ibunya, hingga membuat Nara harus terjebak bersama pria berengsek seperti Martin dalam kurun waktu yang lama. Entah sampai kapan, tapi mampukah Nara mengatasi ini...