PART 05
Nara masih mengambek terhadap orang tuanya, terutama kepada ibunya. Karena ibunya itulah yang semangat sekali saat sedang menyodorkan dirinya kepada Kalvin.
Nara tahu kalau maksud ibunya itu baik, ingin membantunya supaya ia bisa mendapatkan calon pasangan lagi. Tetapi, tidak begini. Karena sekarang ia betulan kapok untuk dikenalkan kepada seorang pria, baik dikenalkan oleh ibunya ataupun orang-orang terdekat lainnya. Karena itulah, ia tidak ingin lagi melakukan kencan dengan pria yang baru dikenal. Setidaknya dalam waktu dekat ini, karena ia masih sedikit merasa trauma. Apa lagi pria terakhir yang sempat dikenalkan oleh Tiffany, tepatnya pria sebelum Kalvin, adalah sosok pria yang sedikit-sedikit akan membahas tentang sexual things. Dan itu adalah teman kencan terakhir yang mau diterima oleh Nara dari sosok Tiffany. Begitu pula dengan Kalvin.
Itu benar-benar yang terakhir.
Sekarang, biarkan Nara hidup tenang tanpa pergi kencan dengan siapa-siapa. Mungkin ia memang tidak—atau mungkin belum—diizinkan oleh Tuhan untuk memiliki pasangan dalam waktu dekat.
Tenang saja, Nara akan menerimanya dengan lapang dada. Bodoh amat pada penilaian semua orang. Apa lagi penilaian dari beberapa tantenya maupun sepupu-sepupunya yang sering mengatakan—meskipun dengan nada bercanda—kalau ia telah melewatkan berlian seperti Jeandra, dan sedang mengalami masa-masa suram karena kesulitan mencari pasangan.
Nara akan semakin menyibukkan dirinya dengan pekerjaan, serta hidup sendirian di apartemen, dan akan absen dari seluruh acara kumpul-kumpul keluarga besar. Nanti ia bisa mencari-cari alasan supaya tidak perlu hadir di sana, dan tidak perlu bertemu dengan para tante sekaligus sepupunya.
Namun, sulit baginya untuk menghindar dari ibunya. Karena malam ini, saat Nara membuka pintu apartemen, ia bisa langsung tahu kalau ibunya itu sedang berada di dalam. Karena siapa lagi orang yang akan memasak di sini selain ibunya serta dirinya sendiri?
Nara dapat mencium aroma harum dari bumbu masakan, karena itulah ia segera melangkah ke dapur. Dan benar. Ibunya tengah sibuk memasak.
“Eh, Adek. Akhirnya kamu pulang. Mami udah nungguin kamu dari sore, tapi kamu-nya gak pulang-pulang. Jadi, Mami inisiatif buat masak. Biar enggak kebosenan.“
Nara hanya melirik sekilas. Ia sudah memegang sebuah gelas serta sebotol air dingin dari dalam kulkas, lalu menuangkannya setelah duduk di salah satu kursi tinggi yang tersedia di kitchen island dapur apartemennya.
“Masih marah ya?” tanya Sarah dengan suara pelan. “Udah Mami marahin tuh si Kalvin, bisa-bisanya dia ninggalin kamu sendiri. Untung ada Martin.”
Untung ada Martin.
Nara membenarkan dari dalam hati. Karena malam itu Martin memang membantunya, membayarkan semua pesanannya, bahkan turut mengantarnya pulang. Walaupun malam itu Nara harus lebih banyak bersabar, karena Martin memilih untuk mengantarkan teman kencannya duluan. Padahal rumah gadis itu jaraknya lebih jauh dari pada jarak rumahnya Nara. Lalu, sudah bisa ditebak, di sepanjang jalan dari rumah Vanya menuju ke rumahnya dihabiskan Martin untuk menertawakan dirinya. Bahkan mengejeknya habis-habisan. Pria itu terlihat sangat puas. Dan Nara juga sudah bisa menebak, jika Martin pasti akan terus membahas tentang hal itu setiap kali mereka bertemu. Makanya, Nara berharap dan jadi semakin rajin untuk berdoa. Supaya ia dan Martin tidak akan bertemu secara tiba-tiba. Cukup di cafe malam itu saja. Lagi pula, uang pria itu juga sudah akan diganti oleh ayahnya. Meski pria sok gentle itu menolak.
Jadi, Nara merasa jika urusan mereka sudah sangat clear, di detik saat Martin menolak uang dari ayahnya. Sehingga ia pun tidak perlu melakukan sesuatu sebagai bentuk balas budi atas kebaikan yang telah diperbuat oleh Martin terhadap dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara
RomanceSemua berawal dari busana biru pastel, ciuman terdesak, serta aksi yang dipergoki oleh ibunya, hingga membuat Nara harus terjebak bersama pria berengsek seperti Martin dalam kurun waktu yang lama. Entah sampai kapan, tapi mampukah Nara mengatasi ini...