Seharusnya bab ini tuh buat nanti malem, tapi yang di KK gak sengaja udah kepencet duluan. Malahan udah dari tadi kepublish di sana.
Happy reading, guys!
***
PART 33
“Morning, Sayang.”
Sepasang pengantin baru itu kompak bangun kesiangan, atau sesungguhnya hanya Nara sendirian yang baru bangun sekarang. Karena kedua bola mata Martin tampak sudah sangat segar, dan sepertinya pria itu juga sudah sempat menggosok gigi serta mencuci muka.
“Morning ....” Nara membalas dengan suara serak, serta mata menyipit sambil mengerjap untuk menyesuaikan cahaya. Gorden di kamar mereka sudah terbuka, sedangkan lampu tidur sudah dimatikan. Ia yakin jika Martin-lah yang mengerjakan itu semua.
Nara tersenyum tipis melihat hasil kerja suaminya. “Jam berapa?” tanyanya sembari mengeluarkan kedua tangan dari selimut dan membenarkan letak tali gaun tidurnya yang melorot.
“Baru jam setengah sepuluh.”
Nara langsung melotot. “Baru?!” serunya yang kini sudah terduduk. Martin yang tadinya memandangi Nara sembari menopang siku, tampak telentang dan mengangguk.
“Setengah sepuluh tuh udah termasuk kesiangan bagi aku,” keluh Nara sambil mengumpulkan rambut panjangnya, lalu kebingungan sendiri mencari jedai yang biasanya terletak di atas nakas. Ia lupa, ini adalah kamar pengantin mereka. Bukan kamar tidurnya di rumah. Sehingga ia pun melepas kembali sekumpulan rambut panjangnya, hingga terurai begitu saja. Ia lantas bergerak turun dari ranjang.
Martin mengamati itu semua. Nyaris tidak mengedipkan mata. Bahkan sempat meneguk ludah kala melihat tubuh wanita itu yang tadi agak membusung ketika sedang mengumpulkan rambutnya di belakang kepala menggunakan kedua tangan. Apa lagi menyadari jika istrinya itu sama sekali tidak mengenakan bra ataupun baju dalaman yang lainnya di balik gaun tidur itu, hingga lekuk tubuhnya tercetak jelas.
Martin lantas berdeham samar. Menetralkan tenggorokannya yang mendadak kering setelah menonton live show barusan. “Kesiangan apa sih? Kan kita gak ada acara.”
Nara langsung mendelik dengan wajah sebal. “Kamu lupa? Pagi ini kan keluarga kita mau sarapan sama-sama.”
Martin yang sudah terduduk di ranjang, tampak mengangkat bahu dengan santai. “Ya udah sih, biarin aja. Mereka pasti ngerti. Pengantin baru wajar bangun kesiangan. Apa lagi semalem juga kita sibuk, begadang. Baru tidur jam berapa coba?”
Nara mengabaikan hal itu, dan tetap membongkar isi kopernya. Karena ia ingin mandi sekarang.
Martin tampak menyusul, mulai mendekati Nara. “Mandi bareng ya?” tawarnya sembari tersenyum, mencoba sedikit peruntungan. Siapa tahu pagi ini mereka bisa mandi bersama. Kan kalau berenang bersama, mereka sudah pernah. Lumayan sering malah. Karena selain di Lombok, sebenarnya mereka pernah curi-curi waktu untuk staycation berdua, walaupun hanya di hotel maupun penginapan sekitaran Jakarta.
“Enggak.” Nara langsung menolak dengan tegas. “Mending mandi sendiri-sendiri aja, biar gak kelamaan.“
“Lho?” Martin terlihat pura-pura terkejut dengan statement itu. “Justru kalau mandi bareng, kita bisa hemat air dan hemat waktu.”
“Enggak.” Nara kembali mendelik ke arah suaminya itu. Kemudian mendorongnya agar segera menjauh, berhenti membuntuti dirinya yang sudah hampir masuk ke tempat yang akan dituju. “Aku hafal banget sama modus kamu.”
Martin hanya tertawa pelan, lalu mendekap tubuh wanita itu. Mencium pipinya dengan gemas sebelum membiarkannya berlalu.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara
RomansaSemua berawal dari busana biru pastel, ciuman terdesak, serta aksi yang dipergoki oleh ibunya, hingga membuat Nara harus terjebak bersama pria berengsek seperti Martin dalam kurun waktu yang lama. Entah sampai kapan, tapi mampukah Nara mengatasi ini...