PART 19
Pagi itu Nara sudah terlihat sangat rapi dan cantik dengan busana golf miliknya. Ia memakai rok lipit di atas lutut, baju kaus, serta topi di atas kepala. Wajahnya sudah di-make-up. Walau tipis, tapi tetap kelihatan segar. Sementara rambut panjangnya tampak dikepang dan disampirkan ke atas pundak.
Ia lantas duduk di salah satu kursi yang tersusun di hadapan kitchen island, dan mulai menikmati sarapan paginya yang tadi sudah sempat disediakan olehnya di atas sana.
Menu sarapannya kali ini hanya berupa 2 lembar roti panggang yang sudah diolesi dengan ovomaltine, serta segelas cokelat hangat.
Sederhana, tapi Nara sangat menyukainya. Walaupun terkadang, perutnya lumayan sering berulah, dan merasa kurang jika hanya diberi makan menggunakan 2 lembar roti panggang. Makanya, di beberapa kesempatan, biasanya ia akan kembali sarapan dengan lontong sayur ataupun bubur ayam yang dijual tak jauh dari gedung apartemen tempat ia tinggal. Tetapi, sepertinya kali ini perutnya itu sedang tidak ingin berulah. Karena roti panggang dan cokelat hangat tadi sudah cukup membuatnya merasa kenyang. Sehingga ia pun tinggal menunggu untuk dijemput saja oleh ayahnya.
Nara lantas melirik jam yang tertera di layar ponsel miliknya. Tak lama lagi ayahnya itu pasti akan segera tiba.
Sembari menunggu, Nara tampak memutuskan untuk duduk-duduk dulu di atas sofa ruang tengah. Ia sempat mengambil beberapa foto selfie di sana, lalu mengamatinya beberapa saat, dan iseng menjadikan salah satunya sebagai instastory di akun sosial media miliknya.
Nara sengaja tidak membubuhkan caption apa-apa, dan hanya memberikan emoji hati berwarna hijau yang senada dengan baju kaus yang sedang ia pakai.
Tepat setelah ia menutup aplikasi itu dari ponselnya, bel di pintu apartemennya pun sudah mulai terdengar. Nara lantas meraih nylon hobo bag berwarna hitam miliknya yang sejak tadi sudah siap di atas meja.
Kali itu Nara sama sekali tidak mengintip terlebih dahulu siapa tamunya, karena ia mengira jika itu sudah pasti ayahnya. Namun, siapa yang menduga, kalau orang yang berdiri di sana bukan sang ayah, melainkan sosok Martin dengan senyum tipis yang terukir di bibirnya.
“Hai,“ sapa Martin sembari semakin melebarkan senyum. Terlihat tanpa rasa bersalah, yang membuat Nara kontan mendengkus, dan melemparkan tatapan sebal ke arah pria itu.
“Ngapain lagi dateng ke sini?” tanya Nara dengan sangat ketus. Bahkan seraya melipat tangan dan sedikit mengangkat dagu. Karena ia sama sekali tidak mengharapkan kedatangan pria itu.
“Jutek banget,” kata Martin yang mulai berseloroh, serta memandang geli ke arah gadis itu. “Boleh aku masuk?”
Nara kembali mendengkus. “Gak lihat apa? Orang yang punya rumah udah mau pergi, mending kamu juga cepet-cepet pergi dari sini.”
Saat itulah Martin baru menyadari, jika Nara sedang membawa tas dan tampak begitu rapi.
“Mau main golf sama siapa?” tanya Martin setelah mengamati penampilan gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Kenapa harus pake-pake rok pendek begini? Memangnya kamu enggak punya bawahan yang lain?”
Martin mencecar sembari menyentuh ujung rok Nara yang terlihat sangat pendek.
Sementara itu, Nara langsung menghindar sekaligus berdecak sebal. Karena tidak terima lantaran busananya baru saja dicecar.
“Ganti sana,” suruh Martin sebelum memberikan sebuah saran kepada Nara. “Mending pake celana aja, yang panjang.”
“Di tempat golf banyak angin, nanti rok kamu kebuka,” sambung Martin kemudian.
![](https://img.wattpad.com/cover/350584321-288-k735183.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinara
RomanceSemua berawal dari busana biru pastel, ciuman terdesak, serta aksi yang dipergoki oleh ibunya, hingga membuat Nara harus terjebak bersama pria berengsek seperti Martin dalam kurun waktu yang lama. Entah sampai kapan, tapi mampukah Nara mengatasi ini...